BAB 5 AWAL KEPERCAYAANNYA.

“Kamu nggak capek, bolak-balik ke sini tiap hari?” tanya Cintia, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Namun, ada sedikit kerutan di dahinya, seperti ia benar-benar penasaran.

Araf tertawa kecil, renyah, seperti angin sore yang lembut. “Capek sih. Tapi aku suka ngobrol sama kamu. Jadi, ya, nggak apa-apa.”

Cintia menghela napas pelan, mencoba menyembunyikan senyum tipis di sudut bibirnya. Ia tidak terbiasa dengan perhatian seperti ini. Di dalam hatinya, ia bertanya-tanya, apa sebenarnya yang diinginkan Araf? Tidak ada orang yang bersikap baik tanpa alasan, pikirnya. Dunia terlalu kejam untuk itu.

“Kalau kamu suka ngobrol, kenapa nggak ngobrol sama orang lain aja?” Cintia mencoba terdengar santai, meskipun nada bicaranya sedikit tajam. “Di sini banyak orang yang lebih menarik daripada aku.”

Araf menatapnya, matanya tajam tapi lembut. “Karena aku suka ngobrol sama kamu. Kamu menarik, Cin.”

Cintia terdiam. Kata-kata itu seperti pukulan kecil di dadanya, membuatnya sesak. Ia tidak tahu harus merespons bagaimana. Ia menarik napas panjang, lalu berdiri dari kursinya di depan toko. “Aku harus kerja,” katanya singkat, berusaha menghindari kontak mata.

“Cin,” panggil Araf, membuat langkah Cintia terhenti. Ia berbalik, menatap Araf dengan alis terangkat, menunggu. “Aku nggak pernah maksa kamu buat percaya sama aku. Tapi aku harap, suatu hari nanti, kamu bisa lihat kalau aku nggak ada maksud apa-apa selain pengen bantu kamu.”

Kata-kata itu membuat dada Cintia terasa berat. Ia tidak menjawab, hanya mengangguk kecil, lalu melangkah masuk ke dalam toko. Di dalam, Bu Rini sudah berdiri di balik meja kasir, mengamati mereka dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.

“Raf lagi, ya? Dia emang perhatian banget sama kamu, Cin,” gumam Bu Rini sambil menyusun barang-barang di rak.

“Bu, bisa nggak jangan ikut campur?” balas Cintia cepat. Ia tahu arah pembicaraan ini dan tidak ingin mendengarnya.

Bu Rini mengangkat bahu, tersenyum jahil. “Aku cuma bilang, dia kayaknya beneran suka sama kamu. Nggak semua laki-laki kayak bapak kamu, Cin. Kadang ada juga yang baik.”

Kata-kata itu menusuk seperti pisau. Cintia berhenti sejenak, menggenggam erat tangan di sisinya. Bapak. Nama itu selalu membawa kenangan buruk, luka yang belum sembuh. Ia tidak menjawab, hanya melanjutkan pekerjaannya dengan ekspresi datar.

Hari itu, sore Tamansari terasa lebih sejuk dari biasanya. Matahari mulai turun, mewarnai langit dengan semburat jingga. Cintia duduk di atas batu besar di tepi pantai, tempat favoritnya sejak kecil. Ia memandangi ombak yang bergulung pelan, mencoba meredakan pikirannya yang kacau.

“Boleh duduk di sini?” Suara Araf menghentikan lamunannya.

Cintia menoleh, mendapati Araf berdiri di dekatnya, membawa dua botol air mineral. Ia tidak menjawab, hanya memberi isyarat dengan tangannya agar Araf duduk.

Araf menyerahkan satu botol padanya. “Buat kamu. Udah lama di sini?”

“Lumayan,” jawab Cintia singkat, membuka botol itu dan meneguknya perlahan.

Mereka terdiam sejenak, hanya suara ombak yang menemani. Araf tidak mencoba memulai pembicaraan, membiarkan Cintia menikmati kesunyian. Itu salah satu hal yang diam-diam ia sukai darinya—Araf tidak pernah memaksakan dirinya.

“Aku nggak ngerti kenapa kamu terus datang,” kata Cintia tiba-tiba. Suaranya pelan, tapi ada nada tajam di dalamnya. “Aku udah bilang, aku nggak butuh siapa-siapa.”

Araf menoleh, menatapnya dalam-dalam. “Kamu serius nggak butuh siapa-siapa, Cin? Atau kamu cuma takut buat percaya lagi?”

Cintia mendengus, menunduk. “Percaya itu cuma bikin sakit hati. Aku udah cukup tahu rasanya dikhianati.”

Araf mengangguk pelan, tidak menghakimi. “Aku ngerti. Aku juga pernah ngerasa kayak gitu.”

Cintia mengangkat wajah, menatapnya dengan mata menyipit. “Pernah? Kamu nggak tahu apa-apa soal aku, Raf. Kamu nggak tahu rasanya hidup kayak aku.”

“Ceritain,” sahut Araf pelan, tapi tegas. “Aku mau tahu.”

Cintia terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Selama ini, ia selalu menyimpan lukanya sendiri, tidak pernah berbagi dengan siapa pun. Tapi tatapan Araf begitu tulus, membuat hatinya yang dingin sedikit hangat.

“Aku...” Cintia ragu, suaranya nyaris berbisik. “Aku nggak tahu gimana caranya percaya, Raf. Semua orang yang aku percaya... mereka selalu nyakitin aku.”

Araf tidak langsung menjawab. Ia membiarkan Cintia berbicara, memberinya ruang.

“Bapak aku...” Cintia berhenti, suaranya bergetar. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Dia nggak cuma nyakitin aku. Dia ngancurin aku.”

Araf mengepalkan tangan di sisinya, mencoba menahan emosi. “Aku minta maaf, Cin.”

“Buat apa?” Cintia mendengus, suaranya pahit. “Kamu nggak salah.”

“Karena kamu harus ngelewatin semua itu sendirian,” jawab Araf, suaranya penuh rasa bersalah. “Nggak ada yang pantas ngerasain itu.”

Air mata mulai menggenang di mata Cintia, tapi ia segera menghapusnya dengan kasar. Ia tidak ingin terlihat lemah. “Makanya aku nggak percaya orang. Karena akhirnya, aku yang harus tanggung semuanya sendiri.”

Araf menatapnya dengan lembut. “Aku nggak tahu apa aku bisa bikin kamu percaya lagi, Cin. Tapi aku mau kamu tahu, aku di sini. Kapan pun kamu butuh.”

Cintia terdiam, hatinya bergetar mendengar kata-kata itu. Ia tidak menjawab, hanya menatap ombak yang terus bergulung di depannya.

Malam itu, Cintia duduk di kamar kontrakannya yang kecil. Ia memandangi foto lama di tangannya—foto dirinya bersama ibunya, sebelum semua kekacauan dalam hidupnya dimulai. Wajah ibunya yang tersenyum lembut selalu membuat hatinya terasa hampa.

Ia teringat kata-kata Araf di pantai tadi. “Aku di sini. Kapan pun kamu butuh.” Kata-kata itu terus terngiang di telinganya, membuatnya bingung. Ia tidak tahu harus percaya atau tidak. Selama ini, ia selalu hidup dengan keyakinan bahwa semua orang punya maksud tersembunyi. Tapi Araf... ia berbeda. Atau setidaknya, ia terlihat berbeda.

Pikirannya terganggu oleh suara ketukan di pintu. Cintia bangkit dan membuka pintu, menemukan Bu Rini berdiri di sana dengan senyum lebar di wajahnya.

“Cin, aku baru dengar dari pelanggan tadi. Katanya, Raf mau ngajak kamu makan malam di warung Bu Sum?” tanya Bu Rini dengan nada menggoda.

Cintia mengerutkan alis. “Dia nggak bilang apa-apa ke aku.”

“Ya ampun, Cin. Anak itu perhatian banget sama kamu. Kalau aku jadi kamu, aku udah senang banget.”

Cintia menghela napas, mencoba mengabaikan komentar Bu Rini. “Bu, aku capek. Kalau nggak ada yang penting, aku mau istirahat.”

“Terserah kamu, deh. Tapi aku cuma bilang, jangan sia-siain orang baik,” kata Bu Rini sebelum pergi.

Setelah menutup pintu, Cintia duduk kembali di tempat tidurnya, merasa semakin bingung. Ia tahu Araf berbeda. Tapi apakah ia benar-benar bisa membuka diri? Atau apakah itu hanya akan membuatnya terluka lagi?

Keesokan harinya, Araf kembali ke toko seperti biasa. Ia membawa seikat bunga liar yang ia temukan di jalan. “Ini buat kamu,” katanya sambil menyerahkannya pada Cintia.

Cintia menatap bunga itu dengan ragu. “Buat apa?”

“Karena aku pengen bikin hari kamu sedikit lebih baik,” jawab Araf dengan senyum hangat.

Cintia mengambil bunga itu dengan hati-hati, seolah-olah takut bunga itu akan hancur di tangannya. “Kenapa kamu terus baik sama aku, Raf?”

Pertanyaan itu menggantung di udara, tanpa jawaban langsung dari Araf. Ia hanya tersenyum, membiarkan Cintia menebak sendiri jawabannya.

Terpopuler

Comments

Cindy

Cindy

Terimakasih banyak rewardnya ya Thor.🙏🙏🙏🙏🙏

2025-02-11

2

⧗⃟ᷢʷ мιѕѕнαιυ🐌

⧗⃟ᷢʷ мιѕѕнαιυ🐌

luka itu terlalu besar maka dari Cintia tidak mudah mempercayai orang

2025-02-12

2

⧗⃟ᷢʷ ☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩

⧗⃟ᷢʷ ☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩

karena dari kecil SDH di terima dgn kekerasan akhirnya besar penuh rasa dendam

2025-02-18

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 AWAL MULA.
2 BAB 2 BULLYING SOSIAL.
3 BAB 3 WAJAH TERSEBUNYI.
4 BAB 4 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
5 BAB 5 AWAL KEPERCAYAANNYA.
6 BAB 6 MASA LALU YANG KEMBALI.
7 BAB 7 LUKA YANG BELUM SEMBUH.
8 BAB 8 LUKA YANG BELUM SEMBUH 2
9 BAB 9 RAHASIA ARAF.
10 BAB 10 PERTEMUAN DENGAN AYAH
11 BAB 11 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
12 BAB 12 PENGHIANATAN ATAU KESALAHPAHAMAN?
13 BAB 13 RENCANA YANG MULAI DISUSUN
14 BAB 14 ARAF KEMBALI, TAPI DENGAN JARAK.
15 BAB 15 LANGKAH PERTAMA BALAS DENDAM
16 BAB 16 PERTEMUAN DENGAN LUNA.
17 BAB 17 ARAF MENEMUKAN PETUNJUK.
18 BAB 18 ALAM BAWAH SADAR.
19 BAB 19 BAYANGAN DALAM MIMPI.
20 BAB 20 BAYANGAN DI BALIK SENYUM.
21 BAB 21 MUSUH DI BALIK BAYANGAN
22 BAB 22 MUSUH DI BALIK BAYANGAN 2
23 BAB 23 JERAT YANG SEMAKIN DALAM.
24 BAB 24 PILIHAN YANG BERBAHAYA.
25 BAB 25 TARGET BARU
26 BAB 26 BABAK AWAL-RADITYA
27 BAB 27 PERMAINAN BARU.
28 BAB 28 TELAK!
29 BAB 29 KEPEDULIAN ARAF.
30 BAB 30 KETULUSAN HATI
31 BAB 31 HATI YANG MELULUHKAN
32 BAB 32 SESUATU YANG LEBIH KUAT DARI DENDAM ~CINTA~
33 BAB 33 BENCI YANG MULAI MEMUDAR.
34 BAB 34 PENGAKUAN ARAF
35 BAB 35 KEMBALINYA LUNA.
36 BAB 36 TOPENG YANG TAK RETAK.
37 BAB 37 PERMAINAN AWAL.
38 BAB 38 MENIKMATI PERMAINAN.
39 BAB 39 DI BALIK SENYUM MANIS.
40 BAB 40 SEMAKIN DEKAT DENGAN KEHANCURAN
41 BAB 41 PERMAINAN YANG BERUJUNG PERANG.
42 BAB 42 MENDEKATI API.
43 BAB 43 CINTIA DAN PERMAINAN CATUR YANG IA CIPTAKAN.
44 BAB 44 CATUR PERMAINAN.
45 BAB 45 PERMAINAN YANG BERLANJUT.
46 BAB 46 CINTA YANG TAK BISA DIHINDARI
47 BAB 47 DUA HATI YANG TERJEBAK.
48 BAB 48 SEKUTU DALAM KEGELAPAN.
49 BAB 49 MEMPERERAT JERAT.
50 BAB 50 MENUTUP RUANG GERAK LUNA!
51 BAB 51 AWAL KEHANCURAN LUNA.
52 BAB 52 KEHANCURAN LUNA.
53 BAB 53 KEHANCURAN LUNA BAGIAN 3
54 BAB 54 KEMENANGAN CINTIA!
55 BAB 55 AWAL KEHIDUPAN BARU CINTIA
Episodes

Updated 55 Episodes

1
BAB 1 AWAL MULA.
2
BAB 2 BULLYING SOSIAL.
3
BAB 3 WAJAH TERSEBUNYI.
4
BAB 4 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
5
BAB 5 AWAL KEPERCAYAANNYA.
6
BAB 6 MASA LALU YANG KEMBALI.
7
BAB 7 LUKA YANG BELUM SEMBUH.
8
BAB 8 LUKA YANG BELUM SEMBUH 2
9
BAB 9 RAHASIA ARAF.
10
BAB 10 PERTEMUAN DENGAN AYAH
11
BAB 11 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
12
BAB 12 PENGHIANATAN ATAU KESALAHPAHAMAN?
13
BAB 13 RENCANA YANG MULAI DISUSUN
14
BAB 14 ARAF KEMBALI, TAPI DENGAN JARAK.
15
BAB 15 LANGKAH PERTAMA BALAS DENDAM
16
BAB 16 PERTEMUAN DENGAN LUNA.
17
BAB 17 ARAF MENEMUKAN PETUNJUK.
18
BAB 18 ALAM BAWAH SADAR.
19
BAB 19 BAYANGAN DALAM MIMPI.
20
BAB 20 BAYANGAN DI BALIK SENYUM.
21
BAB 21 MUSUH DI BALIK BAYANGAN
22
BAB 22 MUSUH DI BALIK BAYANGAN 2
23
BAB 23 JERAT YANG SEMAKIN DALAM.
24
BAB 24 PILIHAN YANG BERBAHAYA.
25
BAB 25 TARGET BARU
26
BAB 26 BABAK AWAL-RADITYA
27
BAB 27 PERMAINAN BARU.
28
BAB 28 TELAK!
29
BAB 29 KEPEDULIAN ARAF.
30
BAB 30 KETULUSAN HATI
31
BAB 31 HATI YANG MELULUHKAN
32
BAB 32 SESUATU YANG LEBIH KUAT DARI DENDAM ~CINTA~
33
BAB 33 BENCI YANG MULAI MEMUDAR.
34
BAB 34 PENGAKUAN ARAF
35
BAB 35 KEMBALINYA LUNA.
36
BAB 36 TOPENG YANG TAK RETAK.
37
BAB 37 PERMAINAN AWAL.
38
BAB 38 MENIKMATI PERMAINAN.
39
BAB 39 DI BALIK SENYUM MANIS.
40
BAB 40 SEMAKIN DEKAT DENGAN KEHANCURAN
41
BAB 41 PERMAINAN YANG BERUJUNG PERANG.
42
BAB 42 MENDEKATI API.
43
BAB 43 CINTIA DAN PERMAINAN CATUR YANG IA CIPTAKAN.
44
BAB 44 CATUR PERMAINAN.
45
BAB 45 PERMAINAN YANG BERLANJUT.
46
BAB 46 CINTA YANG TAK BISA DIHINDARI
47
BAB 47 DUA HATI YANG TERJEBAK.
48
BAB 48 SEKUTU DALAM KEGELAPAN.
49
BAB 49 MEMPERERAT JERAT.
50
BAB 50 MENUTUP RUANG GERAK LUNA!
51
BAB 51 AWAL KEHANCURAN LUNA.
52
BAB 52 KEHANCURAN LUNA.
53
BAB 53 KEHANCURAN LUNA BAGIAN 3
54
BAB 54 KEMENANGAN CINTIA!
55
BAB 55 AWAL KEHIDUPAN BARU CINTIA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!