BAB 9 RAHASIA ARAF.

"Aku serius, Cin. Ini penting," kata Araf, nadanya tidak bisa ditawar.

Cintia akhirnya menyerah. Ia menghela napas dan duduk di kursi yang ada di dekat pintu toko. Matanya menatap kosong ke arah rak-rak yang berjejer rapi. "Apa lagi sekarang? Apa lagi yang mau kamu omongin?"

Araf menggeser kursi lain dan duduk di hadapannya. Wajahnya terlihat tegang, tapi ada kelembutan di sana—sesuatu yang selalu membuat Cintia merasa tidak nyaman. Ia benci ketika seseorang terlihat peduli padanya, terutama Araf.

"Aku nggak pernah cerita soal masa lalu aku ke siapa pun, Cin," ucap Araf pelan. Ia menatap meja kecil di antara mereka, seakan mencoba menemukan keberanian untuk melanjutkan. "Tapi aku rasa, kamu perlu tahu."

Cintia mengangkat alis, sedikit bingung. "Kenapa aku harus tahu?"

"Karena aku nggak ingin kamu merasa sendirian," jawab Araf cepat. "Aku tahu kamu nggak suka buka diri ke siapa pun, tapi aku harap setelah kamu dengar ini, kamu bakal ngerti kalau aku ada di sini bukan cuma buat kasihanin kamu."

Cintia terdiam. Ada rasa ingin tahu yang mulai menggelitik di dalam dirinya, tapi ia tetap menjaga ekspresinya datar. "Kalau ini soal masa lalu kamu, kenapa aku harus peduli? Semua orang punya masalah, Raf. Kamu pikir masalah kamu lebih buruk dari aku?"

"Tidak, Cin." Araf tersenyum kecil, tapi senyumnya pahit. "Aku nggak bilang masalahku lebih buruk. Aku cuma mau kamu tahu kalau kamu nggak sendirian dalam rasa sakit itu."

Araf menghela napas panjang, lalu mulai bercerita. "Aku kehilangan orang tuaku ketika aku masih kecil. Umurku waktu itu baru sepuluh tahun. Mereka meninggal karena kecelakaan mobil. Aku nggak ada di sana waktu itu, tapi aku ingat jelas malam ketika polisi datang ke rumahku. Mereka bilang orang tuaku nggak selamat."

Cintia menatapnya, sedikit terkejut. Ia tidak menyangka Araf akan membuka luka sedalam ini.

"Aku tinggal sama nenekku setelah itu," lanjut Araf, suaranya mulai bergetar. "Dia orang yang baik, tapi kami nggak punya banyak uang. Nenek sering sakit-sakitan, jadi aku harus belajar cari uang sejak kecil. Aku kerja serabutan, kadang bantu-bantu di pasar, kadang jadi kuli angkut."

Cintia masih diam. Tangannya yang tadi diletakkan di paha kini mengepal tanpa ia sadari. Ada sesuatu dalam cerita Araf yang menyentuh sisi rapuh di dalam dirinya.

"Kadang aku merasa dunia ini kejam, Cin," kata Araf, matanya menatap jauh. "Aku pernah marah sama takdir. Aku pernah merasa nggak adil kenapa hidupku harus seperti itu. Tapi nenekku selalu bilang sesuatu yang sampai sekarang aku ingat. Dia bilang, 'Raf, hidup ini nggak pernah adil, tapi itu bukan alasan buat kita jadi orang yang buruk.'"

Cintia tersentak mendengar kalimat itu. Ia menunduk, menyembunyikan ekspresinya. Kata-kata nenek Araf itu seperti tamparan baginya. Selama ini, ia selalu berpikir bahwa ketidakadilan hidup adalah alasan yang cukup untuk membenci dunia.

"Terus?" tanya Cintia akhirnya, mencoba memecah keheningan. "Apa yang terjadi setelah nenek kamu meninggal?"

Araf tersenyum kecil. "Aku benar-benar sendirian setelah itu. Nenek meninggal waktu aku masih SMA. Aku harus berhenti sekolah karena nggak ada uang buat bayar biaya sekolah. Aku pindah ke kota lain, kerja apa aja yang bisa aku kerjakan. Aku pernah jadi pelayan restoran, tukang bersih-bersih, bahkan pernah jadi tukang parkir."

"Kamu nggak pernah cerita soal ini sebelumnya," gumam Cintia. Ia sendiri sebenarnya bingung kenapa ia mengatakan itu, tapi kata-kata itu terlanjur keluar.

"Karena aku nggak pernah merasa perlu cerita," jawab Araf. "Tapi sekarang aku rasa kamu perlu tahu. Aku nggak mau kamu terus-terusan merasa kamu sendirian dalam penderitaan kamu. Aku ada di sini, Cin. Aku ngerti rasanya kehilangan, rasanya sakit, rasanya marah sama dunia."

Cintia mengalihkan pandangannya. Ia tidak bisa menatap Araf terlalu lama tanpa merasa semua tameng yang ia bangun selama ini mulai retak. Ia membenci ini. Ia membenci bagaimana Araf selalu berhasil membuatnya merasa lemah.

"Aku nggak butuh kamu untuk ngerti, Raf," kata Cintia akhirnya, suaranya terdengar dingin. "Aku udah cukup lama hidup dengan rasa sakit ini. Aku tahu caranya bertahan sendiri."

"Tapi kamu nggak harus bertahan sendiri," balas Araf cepat. "Kamu nggak harus terus-terusan nyiksa diri kamu kayak gini, Cin. Aku tahu kamu nggak percaya sama orang lain, tapi aku harap kamu bisa mulai percaya sama aku."

"Kamu nggak ngerti apa-apa," desis Cintia, tatapannya tajam. "Kamu nggak ngerti seberapa dalam luka yang aku punya. Kamu nggak ngerti gimana rasanya dihancurkan berkali-kali sampai kamu bahkan nggak bisa kenal sama diri kamu sendiri."

"Kalau aku nggak ngerti, kenapa aku di sini sekarang?" balas Araf, nadanya penuh emosi. "Aku di sini karena aku peduli, Cin. Aku tahu kamu terluka, aku tahu kamu marah, tapi aku nggak akan pergi sampai kamu tahu kalau kamu nggak sendirian."

Cintia terdiam. Ada sesuatu dalam suara Araf yang membuat hatinya terasa berat. Ia ingin membantah, ingin mengatakan bahwa ia tidak butuh siapa pun, tapi kata-kata itu tidak keluar. Ia merasa lelah—lelah mempertahankan semua kebencian ini sendirian.

"Kenapa kamu nggak pernah menyerah?" tanya Cintia akhirnya, suaranya nyaris seperti bisikan. "Kenapa kamu masih bisa percaya sama dunia ini setelah semua yang terjadi?"

Araf tersenyum kecil. "Karena aku percaya masih ada hal-hal baik di dunia ini, Cin. Aku percaya kita bisa memilih untuk nggak jadi seperti orang-orang yang menyakiti kita. Aku percaya kita bisa memilih untuk jadi lebih baik."

Cintia menatapnya, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Kata-kata Araf itu terasa asing baginya—sebuah konsep yang belum pernah ia pikirkan sebelumnya. Selama ini, ia selalu merasa bahwa hidupnya hanya tentang bertahan dan membalas dendam. Tapi sekarang, ia mulai bertanya-tanya: apakah ada pilihan lain?

"Aku nggak tahu, Raf," katanya akhirnya, suaranya terdengar lelah. "Aku nggak tahu apakah aku bisa percaya sama dunia ini lagi."

"Kamu nggak harus tahu sekarang," jawab Araf lembut. "Tapi aku harap kamu mau coba. Aku di sini, Cin. Aku nggak akan pergi ke mana-mana."

Cintia menunduk, mencoba menyembunyikan air matanya. Ia tidak ingin Araf melihatnya menangis. Tapi di dalam hatinya, ia mulai merasakan sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan: harapan.

Keheningan menyelimuti mereka. Cintia masih duduk di kursinya, sementara Araf menatapnya dengan sabar.

"Aku nggak janji, Raf," kata Cintia akhirnya, suaranya pelan tapi tegas. "Aku nggak janji kalau aku bisa berubah."

"Aku nggak minta kamu janji apa-apa," jawab Araf. "Aku cuma minta kamu coba."

Cintia mengangguk pelan, meskipun matanya masih dipenuhi keraguan. Ia tahu perjalanan ini tidak akan mudah, tapi untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa mungkin ia tidak harus menanggung semuanya sendirian.

Namun, di dalam hatinya, sebuah pertanyaan terus bergema: Apakah aku benar-benar bisa mempercayainya?

Terpopuler

Comments

𝐵𝒶𝒷𝓎 𝒷𝑒𝒶𝓇

𝐵𝒶𝒷𝓎 𝒷𝑒𝒶𝓇

Dua orang yang menyimpan luka🥺, aku salut kak. sama kamu. Benar-benar Alurnya Ada di real/Frown//Good/

2025-02-16

3

⧗⃟ᷢʷ мιѕѕнαιυ🐌

⧗⃟ᷢʷ мιѕѕнαιυ🐌

setiap orang punya lukanya masing2

2025-02-16

1

⧗⃟ᷢʷ ☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩

⧗⃟ᷢʷ ☆🅢🅐🅚🅤🅡🅐☆🇮🇩🇸🇩

suka bangetttt kata kata Araf, Thor😭

2025-02-18

3

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 AWAL MULA.
2 BAB 2 BULLYING SOSIAL.
3 BAB 3 WAJAH TERSEBUNYI.
4 BAB 4 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
5 BAB 5 AWAL KEPERCAYAANNYA.
6 BAB 6 MASA LALU YANG KEMBALI.
7 BAB 7 LUKA YANG BELUM SEMBUH.
8 BAB 8 LUKA YANG BELUM SEMBUH 2
9 BAB 9 RAHASIA ARAF.
10 BAB 10 PERTEMUAN DENGAN AYAH
11 BAB 11 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
12 BAB 12 PENGHIANATAN ATAU KESALAHPAHAMAN?
13 BAB 13 RENCANA YANG MULAI DISUSUN
14 BAB 14 ARAF KEMBALI, TAPI DENGAN JARAK.
15 BAB 15 LANGKAH PERTAMA BALAS DENDAM
16 BAB 16 PERTEMUAN DENGAN LUNA.
17 BAB 17 ARAF MENEMUKAN PETUNJUK.
18 BAB 18 ALAM BAWAH SADAR.
19 BAB 19 BAYANGAN DALAM MIMPI.
20 BAB 20 BAYANGAN DI BALIK SENYUM.
21 BAB 21 MUSUH DI BALIK BAYANGAN
22 BAB 22 MUSUH DI BALIK BAYANGAN 2
23 BAB 23 JERAT YANG SEMAKIN DALAM.
24 BAB 24 PILIHAN YANG BERBAHAYA.
25 BAB 25 TARGET BARU
26 BAB 26 BABAK AWAL-RADITYA
27 BAB 27 PERMAINAN BARU.
28 BAB 28 TELAK!
29 BAB 29 KEPEDULIAN ARAF.
30 BAB 30 KETULUSAN HATI
31 BAB 31 HATI YANG MELULUHKAN
32 BAB 32 SESUATU YANG LEBIH KUAT DARI DENDAM ~CINTA~
33 BAB 33 BENCI YANG MULAI MEMUDAR.
34 BAB 34 PENGAKUAN ARAF
35 BAB 35 KEMBALINYA LUNA.
36 BAB 36 TOPENG YANG TAK RETAK.
37 BAB 37 PERMAINAN AWAL.
38 BAB 38 MENIKMATI PERMAINAN.
39 BAB 39 DI BALIK SENYUM MANIS.
40 BAB 40 SEMAKIN DEKAT DENGAN KEHANCURAN
41 BAB 41 PERMAINAN YANG BERUJUNG PERANG.
42 BAB 42 MENDEKATI API.
43 BAB 43 CINTIA DAN PERMAINAN CATUR YANG IA CIPTAKAN.
44 BAB 44 CATUR PERMAINAN.
45 BAB 45 PERMAINAN YANG BERLANJUT.
46 BAB 46 CINTA YANG TAK BISA DIHINDARI
47 BAB 47 DUA HATI YANG TERJEBAK.
48 BAB 48 SEKUTU DALAM KEGELAPAN.
49 BAB 49 MEMPERERAT JERAT.
50 BAB 50 MENUTUP RUANG GERAK LUNA!
51 BAB 51 AWAL KEHANCURAN LUNA.
52 BAB 52 KEHANCURAN LUNA.
53 BAB 53 KEHANCURAN LUNA BAGIAN 3
54 BAB 54 KEMENANGAN CINTIA!
55 BAB 55 AWAL KEHIDUPAN BARU CINTIA
Episodes

Updated 55 Episodes

1
BAB 1 AWAL MULA.
2
BAB 2 BULLYING SOSIAL.
3
BAB 3 WAJAH TERSEBUNYI.
4
BAB 4 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
5
BAB 5 AWAL KEPERCAYAANNYA.
6
BAB 6 MASA LALU YANG KEMBALI.
7
BAB 7 LUKA YANG BELUM SEMBUH.
8
BAB 8 LUKA YANG BELUM SEMBUH 2
9
BAB 9 RAHASIA ARAF.
10
BAB 10 PERTEMUAN DENGAN AYAH
11
BAB 11 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
12
BAB 12 PENGHIANATAN ATAU KESALAHPAHAMAN?
13
BAB 13 RENCANA YANG MULAI DISUSUN
14
BAB 14 ARAF KEMBALI, TAPI DENGAN JARAK.
15
BAB 15 LANGKAH PERTAMA BALAS DENDAM
16
BAB 16 PERTEMUAN DENGAN LUNA.
17
BAB 17 ARAF MENEMUKAN PETUNJUK.
18
BAB 18 ALAM BAWAH SADAR.
19
BAB 19 BAYANGAN DALAM MIMPI.
20
BAB 20 BAYANGAN DI BALIK SENYUM.
21
BAB 21 MUSUH DI BALIK BAYANGAN
22
BAB 22 MUSUH DI BALIK BAYANGAN 2
23
BAB 23 JERAT YANG SEMAKIN DALAM.
24
BAB 24 PILIHAN YANG BERBAHAYA.
25
BAB 25 TARGET BARU
26
BAB 26 BABAK AWAL-RADITYA
27
BAB 27 PERMAINAN BARU.
28
BAB 28 TELAK!
29
BAB 29 KEPEDULIAN ARAF.
30
BAB 30 KETULUSAN HATI
31
BAB 31 HATI YANG MELULUHKAN
32
BAB 32 SESUATU YANG LEBIH KUAT DARI DENDAM ~CINTA~
33
BAB 33 BENCI YANG MULAI MEMUDAR.
34
BAB 34 PENGAKUAN ARAF
35
BAB 35 KEMBALINYA LUNA.
36
BAB 36 TOPENG YANG TAK RETAK.
37
BAB 37 PERMAINAN AWAL.
38
BAB 38 MENIKMATI PERMAINAN.
39
BAB 39 DI BALIK SENYUM MANIS.
40
BAB 40 SEMAKIN DEKAT DENGAN KEHANCURAN
41
BAB 41 PERMAINAN YANG BERUJUNG PERANG.
42
BAB 42 MENDEKATI API.
43
BAB 43 CINTIA DAN PERMAINAN CATUR YANG IA CIPTAKAN.
44
BAB 44 CATUR PERMAINAN.
45
BAB 45 PERMAINAN YANG BERLANJUT.
46
BAB 46 CINTA YANG TAK BISA DIHINDARI
47
BAB 47 DUA HATI YANG TERJEBAK.
48
BAB 48 SEKUTU DALAM KEGELAPAN.
49
BAB 49 MEMPERERAT JERAT.
50
BAB 50 MENUTUP RUANG GERAK LUNA!
51
BAB 51 AWAL KEHANCURAN LUNA.
52
BAB 52 KEHANCURAN LUNA.
53
BAB 53 KEHANCURAN LUNA BAGIAN 3
54
BAB 54 KEMENANGAN CINTIA!
55
BAB 55 AWAL KEHIDUPAN BARU CINTIA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!