Hampir 1 jam Kai menunggu Dita di parkiran kampusnya, Sambi menunggu Kai sesekali memotret gedung tinggi di salah satu kampus terbesar di jakarta.
Dan Dita tengah sibuk merapikan beberapa buku yang menjadi refrensi untuk skripsinya.
Ketika Juan hendak pulang didapatinya Kai tengah memotret beberapa sudut kampus, Juan merasa tak pernah bertemu dengan cowok ini dan beranggapan orang aneh.
“Lu bukan anak kampus sini?”
tanya Juan yang menghampiri Kai,
Dengan coolnya Kai menjawab
“Iya aku lagi nungguin pacar aku”
“Cewek lu? Fakultas mana dia?”
tanya Juan penasaran
“Tuh dia...”
sahut Kai menunjuk Dita yang menghampiri dengan membawa beberapa buku di tangannya.
“Dita???”
Juan yang tercengang kaget.
“Hai..udah lama nunggu?”
sapa Dita kepada Kai
“Lumayan sih spot bangus disini”
sahut Kai yang menyenderkan badanya di kap mobil
“Kai ini Juan, Juan ini Kai”
Dita yang memperkenalkan sang kekasih
“Fix lu dijodohin...”
sahut Juan yang menyengir tidak percaya Dita mau dijodohkan. Rasa kecewa yang dirasakannya membuatnya sedikit kesal, karena dia tahu di hatinya masih ada Dita. Juan yang kesal pergi meninggalkan Dita dan Kai menuju parkiran mobil dan bergegas pulang.
“Waw....”
sahut Kai yang bersikap santai
“Waw apa?”
kata ku tersenyum dan masuk kedalam mobil Kai.
“Kenapa kamu enggak jadian sama dia?”
bahas Kai saat berkendara
“Enggak ada rasa sama dia”
balas ku yang kemudian menyalakan radio mobil Kai.
“Tapi dia kayaknya cowok baik-baik”
tambah lagi Kai.
“Kamu bahas apaan sih? Aku pilih kamu karena aku nyaman disisi kamu”
jelas Dita yang mulai terlihat kesal.
“Nyaman aja? Gak lebih nih?”
timpal Kai yang memang suka menggoda ku.
“Lebih, udah ah aku laper...”
sahut Dita yang mengalihkan pembicaraan.
Perjalanan yang lumayan hingga mereka sampai di sebuah warteg langganan Dita, seperti biasanya Dita memilih nasi putih hangat dilengkapi sambal goreng tempe teri pedas, dengan lauk ayam goreng, pertama kalinya Kai diajak oleh Dita ketempat favoritnya makan, dengan menu yang sama plus dilengkapi dengan kerupuk.
“Kamu masih pengen ketemu bokap enggak?”
tanya Kai di tengah makan siang mereka
“Aku...”
jawab Dita sedikit bingung.
“Besok aku mau ajak kamu ke Bandung”
potong Kai yang tidak mau mendengar perkataan Dita tentang dirinya yang tak siap bertemu dengan ayahnya.
“Aku enggak bisa...!”
balas Dita yang menyuap makanannya.
“Kamu sibuk? Kapan kamu ada waktu kalo gitu”
sahut Kai yang dengan santai duduk disebelah Dita.
“Aku ada janji sama dosen, aku kan mau sidang skripsi”
kata Dita yang melirik kearah Kai.
“Hmm...selamat ya”
kata Kai tersenyum kepada Dita.
Enaknya makan di warteg itu enggak ribet, enggak harus dandan bahkan biayanya cendrung aman dikantong, hal itu yang membuat Dita menyukai warteg, selesai membayar pesanan Kai bergegas mengantarkan Dita ke toko ibunya.
Selama di perjalanan aku hanya diam berpikir untuk bertemu dengan ayah, jauh dihati ku. Aku sangat merindukannya, tapi aku pasti akan teringat akan Dery.
Aku mulai merasa cemas dan gelisah dan aku kembali mengonsumsi obat penenang, rasa cemas berlebihan ini memang tidak mudah dihilangkan dan aku mencoba berdamai dengam penyakit ini.
“Kamu minum obat apa?”
tanya Kai yang melihat Dita menelan obat
“Penenang..”
jawab Dita dengan nafas yang terengah
“Udah berapa lama?”
tanya Kai kembali tampak kesal diraut wajahnya, dia hanya kecewa dengan apa yang Dita lakukan.
“Sejak kejadian itu”
teriak Dita yang tidak dapat mengontrol emosinya. Kai pun hanya terdiam tanpa banyak bicara dia melajukan mobilnya agar cepat sampai ketoko ibunya Dita.
Efek obat itu lumayan cepat, 10 sampai 15 menit obat bereaksi, Dita yang mulai tenang menghirup nafas panjang dan berkata,
“Maaf, aku gak cerita soal ini”
Dita yang hendak menjelaskan Kepada Kai.
“Kita bicarakan itu nanti”
Sahut Kai yang bergegas keluar mobil dan hendak menyapa ibunda Dita.
Tidak berkutik Dita akhirnya turun dan menghampiri ibunya, baru masuk kedalam toko ibunya menangis dan berkata.
“Ayah kamu ta...”
kata ibu yang memeluk ku, membuat ku shock, ayah apa yang terjadi hingga ibu bisa histeris menangis begini.
Secepatnya Kai mengantarkan kami ke Bandung, perasaan ku yang entah senang atau sedih ini tidak dapat ku rasakan, ingin menangis pun tak bisa, ibu yang terus-terusan menggengam tangan ku seraya menyeka air matanya.
Ibu mendapatkan telpon dari seorang perempuan bernama Melati, ia mengabarkan bahwa ayah ku jatuh pingsan dan sekarang sedang kondisinya koma. DiBandung?? Apa selama ini ibu tahu ayah telah pindah ke Bandung? Apa ibu juga yang menyembunyikan keberadaan ku dari ayah?
Pikiran ku begitu kalud, ada apa semua ini? Dan Kai, Kai pasti tahu sesuatu hingga ia ingin aku ikut dengan ke Bandung. Ada apa sih ini? Untungnya aku telah minum obat untuk tidak cemas.
2 jam setengah kami sampai disebuah rumah besar bergaya eropa di daerah Dago Bandung, rumah yang tampak sepi.
Ibu ku pun turun dari mobil dibarengi aku dan Kai, tak lama seorang wanita paruh baya membukakan pintu rumah.
“Masuk bu, mba Melati sudah menunggu”
kata nya sambil mempersilahkan kami masuk kedalam rumah itu. Tiba-tiba air mata ku jatuh ketika masuk dan melihat dinding rumah dipenuhi beberapa foto ku.
Ayah....
Rindu ini tidak pernah ada habisnya untuk mu, cinta pertama bagi seorang putri adalah ayahnya. Kami berjalan menuju sebuah kamar dimana ada seorang wanita muda yang duduk disamping ranjang dan seorang pria paruh baya terbaring lemah, dilengkapi dengan alat elektrikal diorama dan alat bantu pernapasan, wajah yang tidak asing, dengan cepat ingatan masa kecil ku yang dulu teringat kembali.
Aku ingat jelas pertengkaran ayah dan ibu, ibu yang selalu menangis karena nenek dan ayah selalu menyalahkan semua kesalahan kepada ku, ibu yang hidup selalu di atur nenek, aku yang terlalu aktif sering dianggap anak nakal, bahkan nenek pula tidak segan bermain tangan kepada ku.
Yang paling jelas ku ingat ketika aku memecahkan salah satu koleksi botol minuman milik ayah, aku dibiarkan kehujanan dan kedinginan tidak dibolehkan masuk kedalam rumah, sedangkan ibu hanya menangis dikunci didalam kamar. Aku bukan lah anak harapannya, aku dulu sempat berpikir kenapa aku terlahir sebagai perempuan? Ayah dan nenek inginkan adalah anak laki-laki.
Sampai akhirnya aku jatuh pingsan, ibu membawa ku kerumah sakit dan sejak itu aku tidak pernah bertemu dengan ayah, aku bahkan tak bisa mengingat wajahnya terlalu takut membuat nya marah hingga aku tidak dapat melihat wajahnya ketika ayah ada didekat ku.
Aku bahkan ingat terakhir kali nenek datang bukannya menjenguk ku, tapi malah memberikan beberapa surat dengan amplop coklat besar, dapat ku lihat wajah angkuhnya saat itu, aku selalu berpikir nenek membenciku karena aku terlahir sebagai perempuan.
Tapi ibu selalu memberikan penjelasan yang membuat ku tidak pernah memikirkannya, hampir 2 minggu aku pulang kerumah si eyang, ibu kembali bekerja, hanya ada aku dan si eyang dirumah, eyang juga tampak tak sehat, Hari berlalu minggu berlalu bulan, hampir 4 bulan kami dirumah eyang, eyang pun meninggal usianya hampir 76 tahun terpaksa rumah eyang kami jual dan pindah ke kota, ada rumah tante ku yang sekarang juga sudah dijual karena kejadian itu.
Ayah tahu kami pindah ke kota, ayah mungkin merasa bersalah hingga tidak sanggup menemui ku, sehingga mengutus adik sepupunya yang saat itu kuliah dikota dan tinggal bersama nenek.
Setelah mengalami kejadian itu aku dan ibu benar-benar lost kontak dengan ayah apalagi nenek, aku bahkan tidak peduli dengan keluarga ayah waktu itu. Cukup aku merasakan semua kepedihan ini.
Mengalami trauma hebat, selalu tidak dapat tidur dengan nyenyak bila tak minum obat penenang, ibu ku yang paling menderita, beliau yang selalu membuat ku hidup kamu masih panjang, Tuhan masih sayang Dita.
Aku rindu dimana masa ayah masih tersenyum dan tertawa bersama ku, ayah...ayah...ayah...aku selalu memanggil nama mu ketika ayah berlari dari ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
De Lovely Iin
spt sdg ngupas bawang merah
2021-08-28
0
Intanksm98
😭
2021-06-21
0
Othor Santai Maksimal❤🖤
hadir
2021-03-09
0