"Sayang"
"Suamiku"
Akhirnya Abi dan Nicho bersuara setelah 10 menit lamanya terdiam di kamar pribadi milik Nicho. Ya setelah acara pernikahan selesai keluarga Geonandes segera membawa Abi ke kediaman mereka. Sekarang Abi adalah seorang istri dan menantu dalam keluarga Geonandes. Keluarga barunya yang harus ia jaga dan hormati layaknya keluarga yang melahirkannya.
Abi dan Nicho sama-sama tertawa
"Kau duluan" Nicho mengalah.
Abi mengeleng
"Kau saja" ucapnya.
Nicho mengangguk
"Kau boleh memakai kamar mandinya terlebih dahulu" ucapnya kemudian.
"Kau ingin mengatakan itu?" Abi memastikan.
"Ya"
"Karna aku melihatmu cukup kegerahan dengan kebaya yang kau kenakan"
"Hmm..baiklah. Aku akan mandi" Abi beranjak dari tempatnya. Baru dua langkah Abi menghentikan langkahnya. Ia memutar tubuhnya menatap pria yang tidak lain adalah suaminya. Pria yang akan ia habiskan waktunya seumur hidupnya. Ia tidak tahu kedepannya seperti apa tapi ia akan berusaha untuk menjadi istri yang baik.
Istri yang baik tidak harus memberikan itukan? Abi membatin.
Abi meggertak-gertakkan giginya bingung bagaimana untuk mengatakannya pada Nicho. Bukan ia tidak ingin memberikan hak Nicho tapi ia butuh waktu untuk itu. Ia selalu bermimpi ingin memberikannya pada suami yang dicintainya kelak. Tapi kenyataannya sekarang ia sudah menikah dan dirinya adalah hak suaminya sekalipun ia tidak mencintainya. Tapi tetap saja ia harus lebih mengenal Nicho sebelum melakukannya.
"Kau ingin mengatakan sesuatu?" Nicho melihat keraguan di wajah Abi
"Katakan saja jika ada mengganggu fikiranmu" Nicho meyakinkan dengan senyum hangat di wajahnya.
"Suamiku" suara Abi terdengar kikuk. Ketara sekali ia sedang memaksakan diri memanggil Nicho seperti itu. Nicho menahan senyumnya. Ia tidak ingin Abi merasa malu.
"Hmm..katakanlah"
"Maafkan aku, mungkin ini akan terdengar aneh" Abi menjeda dan menelan ludahnya susah payah.
Nicho menunggu. Sepertinya ia tahu kemana arah pembicaraan Abi. Tapi ia memilih diam dan menungu.
"Ini adalah malam pertama kita. Malam yang biasanya paling dinantikan oleh pasangan pengantin baru diseluruh dunia ini" Abi kembali menjeda dan menatap Nicho.
Nicho mengangguk sebagai respon ia mendengar dan mengerti apa yang dikatakan Abi
Nah kan seperti dugaanku. Dia membicarakan itu. Nicho membatin dan susah payah menahan senyumnya.
"Tapi kasus kita berbeda" cicit Abi. Nicho mengerutkan dahinya. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan perlahan mendekati Abi. Abi ikut mengerutkan dahinya melihat Nicho yang berjalan ke arahnya dengan tatapan aneh yang tertuju padanya.
Apa dia sedang marah? Aku belum mengatakan intinya. Apa ia akan meyerangku tanpa mendengar ucapanku selesai. Apa karena aku mengungkit malam pertama ia kira aku menginginkannya.
Nicho berhenti di hadapannya. Abi menelan ludahnya.
"Apa kakimu tidak pegal?"
"Hah?" Abi bingung dengan pertanyaan yang diberikan Nicho
"Jika ingin membicarakan sesuatu sebaiknya kita duduk. Tidak seperti tadi, aku duduk, kau berdiri. Aku terlihat seperti hakim yang sedang mendakwah tersangka" Nicho menarik tangan Abi dan mendudukannya di tempat semula. Meraka sama-sama duduk di atas ranjang.
"Lanjutkan" perintah Nicho
"Aku butuh waktu sebelum aku memberikan hakmu" Abi menatap Nicho. Nicho pun demikan.
Tidak ada respon dan wajah Nicho juga terlihat datar
"Maksudku pernikahan kita ini terlalu mendadak"
"Sekalipun mendadak tapi tidak ada paksaan di dalamnya Abi. Pernikahan kita sah di mata hukum maupun agama. Kita sah sebagai suami istri" jelas Nicho seolah Abi tidak mengerti keadaan sebenarnya.
"Iya yang kau katakan benar tapi tetap saja kita adalah dua orang asing yang dipersatukan dalam pernikahan dadakan"
"Bagiku kau bukan orang asing Abi"
Akh..aku melupakan kalau dia sudah menguntit ku selama 6 tahun. Abi membatin
"Tapi aku baru mengenalmu belum lama ini. Dan tiba-tiba saja kita sudah menikah. Bukan berarti aku menyesali pernikahan ini. Maafkan aku tapi bagiku kau masih asing. Dan akan aneh rasanya melakukannya dengan orang asing. Itu akan sedikit canggung. Bukannya aku tidak akan memberikan hakmu tapi berikan aku waktu untuk mengenalmu terlebih dahulu" ucap Abi dengan sedikit memohon.
Nicho tersenyum mendengar penuturan Abi. Ia cukup senang mendengar perkataan Abi. Artinya Abi akan belajar membuka hatinya untuk Nicho dan ternyata Abi juga cukup sadar akan posisinya sekarang. Ingin rasanya ia memeluk wanita itu memberikan kehangatannya tapi ia tidak ingin membuat Abi merasa tidak nyaman disaat mereka membahas hal yang sakral. Tidak salah memang pilihannya. Dari luar Abi mungkin terlihat kekanakan dan sedikit barbar tapi ternyata Abi juga memiliki pemikiran yang sangat dewasa. Baiklah ia akan mengalah. Ia tidak boleh egois. Jika ingin mendekati wanita berikan rasa aman dan nyaman terlebih dahulu. Dengan sendirinya wanita akan memberikan kepercayaannya.
"Baiklah jika itu maumu"
"Benarkah?" pekik Abi semangat. Melihat kemesuman Nicho selama ini ia fikir Nicho akan menolaknya mentah-mentah.
"Aku akan bersabar dan menunggu. Dan kau tahu aku sangat ahli dalam menunggu jika itu menyangkut dirimu" Nicho mengerling.
"Terima kasih suamiku" Abi lompat ke dalam pelukan Nicho. Ketakutannya menghilang begitu saja ketika Nicho menerima gagasannya. Ia fikir Nicho akan egois dan tetap memaksakan haknya.
Nicho terkejut mendapati Abi sudah ada di pelukannya. Wajahnya merona. Abi-nya memeluknya terlebih dahulu.
"Sama-sama istriku" baru saja Nicho ingin mengangkat tangannya membalas pelukan Abi, Abi sudah melepaskan pelukannya dan segera berdiri. Tangannya memgambang di udara.
"Aku akan mandi" Abi berbalik
"Bie.." Panggilan Nicho menghentikan langkahnya. Abi berbalik dengan senyum manis di wajahnya.
"Aku sangat giat mengejar apa yang kuinginkan. Siapkan dirimu menerima limpahan cinta dariku. Aku akan membuatmu memandang ke arahku secepatnya"
Abi tersenyum
"Aku menantikannya" ucapnya lalu berbalik kembali.
10 menit Abi habiskan waktu di kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Waktu yang cukup singkat bagi seorang wanita. Abi keluar dari kamar mandi dan melihat Nicho masih di tempatnya.
"Aku sudah selesai, kau bisa menggunakan kamar mandinya" ucapan membuat Nicho terkejut hingga ponsel yang dipegangnya terjatuh dari genggamannya. Nicho menatap Abi yang sudah mengenakan pakaian tidur yang kebesaran dengan rambut basah yang digulung dengan handuk. Nicho tersenyum melihat penampilan istrinya itu. Penyelamatnya.
"Kau melamun" Abi berjalan mendekatinya. Abi melihat ponsel yang masih terletak di lantai. Abi membungkuk dan memungutnya. Abi menatap ponsel yang masih menyala itu.
"Mauryn" Abi membaca nama yang tertera di layar ponsel Nicho. Nicho tersentak dan langsung merampas ponsel miliknya dari tangan Abi.
"Aku akan mandi" ucapnya dan segera berbalik.
"Apa dia kak Mauryn yang kukenal?"
Oh shit! Aku tidak memikirkan kemungkinan itu. Tentu saja dia mengenalnya. Mauryn sahabat Luna.
"Kau tidurlah terlebih dahulu" Nicho mengabaikan pertanyaan Abi lalu memasuk ke kamar mandi. Abi mengidikan bahunya melepaskan gulungan handuk di rambutnya lalu naik ke atas ranjang.
Sementara itu dikamar mandi Nicho masih mematung memikirkan sms yang baru masuk di ponselnya yang membuatnya melamun tadi.
"Kenapa dia datang lagi" Nicho bergumam.
T.B.C.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Isda Natasya
ngapain sih tuh racun harus nongol
2021-10-06
0
🌼 Pisces Boy's 🦋
nikah baru hitungan jam pelakor uda datang
2021-09-14
0
Tri Sulistyowati
hadehhhh baru juga sehari
2021-08-04
0