Abi melihat pantulan dirinya di cermin. Abi tepaku melihat penampakan dirinya sendiri. Harusnya Abi tidak terkejut dengan melihat bentuknya sekarang karena hal itu sudah biasa, tapi berhubung hari ini ada tamu tidak diundang Abi sangat amat menyayangkan penampakan dirinya hari ini. Abi meringis melihat penampilannya yang mengerikan itu. Rambut berantakan seperti rambut singa. Belek mata sebesar upil melekat indah di sudut matanya. Dan oh my ghost, bekas ileran khas bangun tidurnya tercetak jelas di wajahnya. Apa lagi yang lebih memalukan dari itu semua. Hanya satu kata menggambarkan kondisi Abi sekarang. Jorok!
"Aaaakkkhhh....." teriak Abi sekuat tenaganya. Untung saja Mama, Papanya dan penghuni rumah lainnya tidak ada riwayat penyakit jantung. Jika saja ada bisa dipastikan para makhluk ciptaan Tuhan itu sudah mati berdiri mendengar teriakannya.
"Lebih baik aku mati saja" Abi menghempaskan dirinya di tempat tidur. Berguling ke sana kemari, dan bahkan menghentak-hentakan kakinya beberapa kali. Abi tidak menyadari tindakannya itu ditonton oleh Nicho. Sejak ia berteriak tadi Nicho sudah ada di depan pintu kamarnya. Hampir saja nampan yang dibawanya jatuh mendengar teriakan Abi yang tiba-tiba. Nicho hampir saja tertawa lepas begitu menyadari alasan Abi berteriak seperti itu. Malu!!
"Memalukan sekali..Itu lagi dosen sombong pagi-pagi kenapa sudah nongkrong saja di sini. Ya ampun...wajahku mengerikan sekali. Reputasiku hancur" Abi bangkit dari ranjangnya berniat untuk melihat penampakannya sekali lagi di cermin dan masih belum menyadari Nicho yang sedang senyam senyum melihat tingkahnya yang menurut Nicho sangat menggemaskan itu. Maklum saja namanya juga jatuh cinta.
"Ini kenapa lagi pulau ini tercetak jelas di wajah mulusku" Abi mengorek bekas iler di wajahnya dengan jari telunjuknya. Percayalah itu sangat menjijikan tapi bagi Nicho itu terlihat sangat menggemaskan.
"Tapi tunggu dulu, kenapa aku harus peduli tanggapan dosen songong itu. Idih nanti dia ge-er lagi kalau tahu aku.."
"Tahu apa? Tahu kalau Abigail Gunawan yang terkenal di kampus dengan kecantikannya ternyata tidak lebih dari seorang gadis yang sangat jorok" Nicho tertawa geli seraya berjalan perlahan mendekati Abi.
"Akhhhh..." pekik Abi keget dan segara loncat keatas tempat tidurnya dan menyembunyikan dirinya didalam selimut.
"Sejak kapan Bapak ada di sana?"
"Sejak kau berteriak melihat betapa mengerikannya penampilanmu" Nicho meletakkan nampan diatas meja.
"Keluar sana!!" usir Abi
"Tidak perlu malu begitu. Biarpun kau terlihat sangat jorok tapi kau cantik dalam saat bersamaan" Nicho masih tersenyum geli. Nicho menarik kursi ke samping ranjang Abi dan duduk di sana menyilangkan kakinya dan melipat tangannya di dada menatap Abi lekat yang masih menyembunyikan diri dibawah selimut.
Abi menurunkan sedikit selimutnya
"Benarkah?" tanyanya dengan wajah sumringah. Nicho mengangguk sambil menahan senyumnya.
"Apakah ini semacam inner beauty?" tanyanya lagi dengan tidak tahu malunya. Nicho kembali mengangguk sambil terkekeh. Abi duduk dari posisinya.
"Memang tidak bisa dipungkiri pesonaku dari dalam memang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menampiknya" ucap Abi sombong seraya menyingkirkan rambutnya dengan tangannya dengan gaya yang menurut Nicho sangat cocok jika Abi yang melakukannya.
Abi menghempaskan selimut yang menyembunyikan tubuh mungilnya tadi. Ia menggeser duduknya dan mencari posisi nyaman dan kembali duduk bersila di atas ranjangnya lalu melirik nampan yang berisi dua gelas susu, satu sandwich dan satu roti tawar yang diolesi selai cokelat kesukaan Abi yang terletak diatas meja.
"Apa Bapak membawakan sarapan ini untukku?" tanya Abi menatap Nicho. Nicho mengangguk dan tersenyum manis seraya mengambil nampan dan meletakkannya di hadapannya dan Abi.
"Berhenti memanggilku Bapak jika kita di luar kampus" ucap Nicho berusaha terlihat santai. Nicho merasa itu terlalu menggelikan mendengar wanita yang disukainya memanggil Bapak kepadanya. Kentara sekali jika mereka memang beda generasi.
"Setuju. Dengan begitu aku tidak perlu sungkan lagi" Abi kembali menatap Nicho dan sialnya Nicho juga sedang menatapnya. Mata mereka beradu. Untuk sepersekian detik mereka saling menatap dalam diam.
Sial, Dosen sombong ini ternyata memang tampan sekali. Pantas saja para mahasiswi dikampus selalu histeris. Ouhh..menatapnya lama-lama tidak baik buat kesehatan.
Abi segera mengalihkan tatapannya dari Nicho ke arah nampan dan mengambil segelas susu dan meneguknya sedikit
"Kau sudah sarapan?" tanya Abi basa-basi untuk mencairkan suasana yang hening tadi.
Nicho menggeleng
"Kau tidak melihat sarapan ini untuk dua orang. Kau tidak mungkin menghabiskannya sendiri?"
"Aku bisa menghabiskannya sendiri" jawab Abi enteng. Nicho menaikkan alisnya tidak percaya tubuh kecil Abi mampu menghabiskan sarapan yang porsinya memang untuk dua orang itu.
"Kau bisa tetap di sini melihatku menghabiskan ini semua" ucap Abi datar lalu mengambil roti lapis cokelatnya dan memasukkannya ke dalam mulutnya dengan potongan yang sangat besar.
"Aku sengaja tidak sarapan di bawah karena aku ingin sarapan bersamamu" jujur Nicho menatap lekat wajah Abi yang sudah menggembung akibat makanan yang terlalu penuh di dalam mulutnya.
Abi tersedak mendengar ucapan Nicho yang terlihat jujur itu dan memuncratkan sebagian isi mulutnya yang berhamburan kemana-kemana. Sebagian mengenai Nicho dan sebagian lagi mendarat diatas nampan.
Abi beranjak dari tempatnya
"Jika kau tidak merasa jijik, makan sarapanmu dan segeralah pergi dari kamarku" Abi berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
"Apa maksudnya mengatakan seperti itu. Apa dia tidak tahu ucapannya terlalu ambigu. Kenapa ia mengatakan sengaja ingin sarapan denganku. Kenapa tidak dengan kak Luna" Abi memegang wajahnya yang memanas.
"Ouh kenapa lagi aku harus bereaksi berlebihan seperti ini. Bisa besar kepala dia nanti" Abi menatap dirinya di kaca. Setelah memastikan mulutnya tidak belepotan lagi Abi segera keluar dan melihat Nicho masih duduk di posisinya. Abi berdecak seraya melangkah cepat mendekat ke arah Nicho.
"Kenapa kau masih di sini?" Abi berdiri di samping Nicho seraya melipat tangannya di dada.
"Oh Astaga, kau sungguh memakan sarapanmu?" Tanya Abi panik yang diangguki oleh Nicho dengan santainya.
"Itu sungguh menjijikkan!" pekik Abi histeris. Nicho mengernyit.
"Maksudku aku tadi tersedak dan makanan di mulutku berhamburan keluar dan mengenai makanan yang ada di atas nampan ini dan tentu saja kau juga kena dan akhh...pakaianmu jadi kotor" Abi kembali panik melihat kemeja putih Nicho jadi bernoda.
"Buka bajumu" perintah Abi.
"Apa" Nicho menyilangkan kedua tangannya seolah melindungi tubuhnya. Abi menatapnya aneh lalu berdecak kesal
"Ciihh...Aku hanya ingin membersihkan bajumu. Sekalipun kau telanjang dihadapanku aku tidak akan selera dan tidak bernafsu" ucap Abi sombong
"Dan aku masih tidak percaya kau sungguh meghabiskan makanan menjijikkan itu" Abi bergidik geli.
Pria ini bodoh atau bagaimana? kenapa juga ia harus memakan makanan yang sudah terkontaminasi air ludahku itu. Astaga itu sungguh menjijikkan.
T.B.C
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Nur Cahya
ga bakal ngerasa jijik kalo udah sayang dari hati
2022-06-13
0
El'
keyword : cute
2022-03-20
0
Tri Sulistyowati
ntar juga berbagi ludah... UPS....
2021-08-03
0