Part 11

[Don't Copy My Story!]

Real my imagination...

~ Happy Reading ~

*****

   Pintu ruang CEO terbuka lebar dengan dentuman yang cukup keras. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Adam Mahesa. Sahabat seperjuangan Rega Rahendra. Adam mendengus kesal, menatap tajam kearah Rega. Sedangkan sang pelaku yang ditatal tajam hanya mengangkat bahu acuh sebelum akhirnya kembali fokus pada tumpukan dokumen yang ada diatas meja kerjanya.

"Katakan padaku, kalau apa yang Nicholas bicarakan itu semua bohong?" tanya Adam geram menahan amarah, melangkahkan kakinya mendekati meja kerja Rega.

"Nicholas bohong. Jadi, keluarlah. Aku benar-benar sedang sibuk." jawab Rega tenang, tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen miliknya.

"Sebenarnya apa rencana mu? Apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaan Secyla? Dia sudah banyak menderita dengan aku sebagai saksinya. Apa kau mencoba membuatnya menjadi lebih menderita lagi dengan kau menariknya kembali? Apa kau sudah tidak waras?" ucap Adam kembali dengan runtutan pertanyaan, masih mencoba menahan emosi terhadap sikap sahabatnya agar tidak dia layangkan tinjuan kearah Rega.

"Ya kau benar. Aku sudah tidak waras. Kau tahu segalanya, kau juga melihatnya. Aku yakin kau juga tahu aku tidak bisa menahan tubuhku, aku benar-benar tidak bisa mengendalikan perasaan ku. Dan kau juga benar, aku sumber penderitaan Cyla. Tapi kurasa kau melupakan satu hal. Aku juga lah yang paling tahu bagaimana cara membahagiakan Secyla di dunia ini." jawab Rega meninggikan suaranya, berdiri dari kursi kebanggaannya dengan menatap tajam balik Adam.

   Rega tidak menampik semua kebenaran yang di ucapkan Adam. Namun, setitik kebahagiaan saat dia kembali dapat melihat wajah wanitanya. Dalam sekejap mampu membuat semua sistem saraf dalam tubuhnya lepas kendali.

"Aku tidak akan berandai-andai. Itu sebabnya aku tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya, saat aku sendiri melihat kesempatan untuk memperbaikinya. Tidak mudah, namun bukan berarti aku tidak bisa. Aku juga merasakan sakit itu, sangat sakit. Setiap kali Cyla menatapku, aku melihat luka itu. Bayangan akan kejadian dulu. Kau tahu, Cyla sangat tenang. Tapi, aku bisa merasakan hatinya sangat kacau. Hal itu juga yang membuatku berjanji pada diriku sendiri. Aku yang membuat luka itu, maka harus aku juga yang menutup lukanya." ucap Rega kembali mengeluarkan isi hati dan pikirannya, orang tua Rega bahkan tidak tahu alasan Rega meninggalkan Cyla. Hanya Adam yang mengetahuinya.

"Apa kau yakin?" tanya Adam menatap iba kepada Rega.

"Aku selalu mencintainya. Hanya dia satu-satunya perempuan dalam hidup ku. Jadi, aku yakin kalau aku bisa." jawab Rega mantap, menatap serius tepat pada netra Adam.

"Kalau begitu jawabannya hanya satu untuk diriku sendiri." ucap Adam terkekeh, membuat Rega mengernyitkan dahi bingung tidak mengerti maksud ucapan Adam.

"Aku tidak bisa menghentikan mu. Itu jawabannya." tambah Rega kembali, membuat mereka tertawa geli dengan semua pemikiran Adam.

~

   Tepat setelah perdebatan tersebut, mereka berdua pergi makan siang di Caffe' dekat Universitas tempat Secyla menjadi mahasiswi. Rega berniat ingin menjemput Secyla setelah jam makan siang. Takdir berkata lain, Secyla dan dua sahabatnya malah mendatangi Caffe' dimana Rega dan Adam makan siang. Rega berniat menghampiri Cyla, yang sayangnya dicegah Adam dengan alasan agar Cyla setidaknya masih memiliki waktu luang bersama teman-temannya. Namun, keterdiaman mereka yang hanya mengamati ketiga wanita tersebut membuahkan hasil yang mengejutkan. Pertengkaran demi pertengkaran, perdebatan demi perdebatan, dan setiap patah kata yang keluar dari bibir ketiga wanita tersebut membuat Rega dan Adam diam tidak berkutik sedikit pun. Tepat setelah Nadia pergi. Mereka berdua menghela nafas bersamaa. Rega yang menghela nafas karena merasakan sakit teramat dalam saat teringat kembali semua kesalahannya. Sedangkan Adam menghela nafas karena merasa iba kepada Rega. Yang bisa Adam lakukan saat ini hanya menepuk bahu Rega, mencoba meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

~

Setelah kembali kekantor, Adam mendapatkan pesan dari Ibunya. Ibunya meminta Adam agar kembali ke rumah orang tuanya di Solo. Dari Semarang ke Solo atau Surakarta hanya butuh sekitar kurang lebih lamanya 2 jam perjalan. Pulan bekerja Adam langsung menancapkan gas menuju ke Surakarta dengan dirinya mengemudikan mobilnya sendiri. Sampai di kediaman orang tuanya sekitar pukul 6 sore. Setelah memberi salam kepada keluarganya, Adam langsung masuk kedalama kamarnya dan membersihkan diri sebelum jam makan malan.

Tepat saat ini jam menunjukan pukul sembilan malam. Adam tengah membaringkan tubuhnya diatas ranjang kamarnya. Ayah dan Ibunya memilih untuk tetap tinggal dikediaman Kakeknya dan Neneknya. Adam menghela nafas lelah – Mengingat kembali perbincangannya dengan keluarga besarnya ketika makan malam beberapa saat yang lalu.

~ Flashback On ~

Diruang makan kediaman keluarga besar Mahesa yang masih memiliki darah bangsawanan dari keraton Solo terlihat tengah menikmati makan malam dengan tenang dan damai dalam diam. Hingga Dimas – Ayah Adam mulai membuka suara. Membuat semua pasang mata tertuju kepadanya dan menghentikan aktivitas makan mereka.

“Bagaimana kabar Cyla saat ini, Adam? Romo menetap di Kalimantan dengan Ibumu selama satu tahun lebih, Romo sudah lama tidak mendengar kabar dari Cyla. Apa Cyla baik – baik saja?” tanya Dimas dengan nada tenang – Meletakan sendok dan pisau makan diatas piring yang sudah kosong menimbulkan suara dentingan yang menegangkan diruang makan. Menatap datar wajah putra semata wayangnya – Adam yang duduk disamping Ibunya alias Nenek Adam. Lalu meraih tisu dan menggunakannya untuk membersihkan bibirnya meski tidak ada sisa makanan yang menempel disana.

Jadi, diruang makan kursi kepala keluarga sangat jelas ditempati oleh Kakek Adam – Anggara Mahesa. Lalu, dikursi samping kanan Anggara ada sang istri sekaligus Nenek dari Adam – Nimas Putri Nugraha dengan Adam disampingnya. Sedangkan Dimas – Putra tunggal dari Anggara dan Nimas duduk dikursi sebelah kiri Anggara. Serta Ajeng – Ibu sekaligus menantu dikediaman Mahesa duduk di sebelah suaminya, duduk tepat didepan putra semata wayangnya.

“Cyla baik – baik saja, Romo.” Jawab Adam lembut – Menundukan kepala tanpa berani membalas tatapan tajam dari Ayahnya.

“Romo dengar dari pak Wahyu, Asisten Pribadi Romo. Pak Wahyu bilang kalau nak Rega kembali ke Indonesia. Apa itu benar, Adam?” tanya Dimas masih dengan nada tenang – Namun masih tetap menatap tajam putra semata wayangnya. Menuntut penjelasan yang sejelas – jelasnya.

“Iya, Romo. Belum lama kembali.” Jawab Adam pelan, menundukan kepala menatap kosong kearah piring yang masih tersisa sedikit sisa makannya.

“Sebaiknya kamu melamar Cyla lagi, Adam. Sebelum Rega bertindak. Romo tidak ingin terjadi sesuatu lagi kepada Cyla. Sudah cukup nak Rega membuat malu dan hancur keluarga mendiang sahabat Romo. Romo tidak akaj membiarkan hal itu kembali terjadi. Tidak peduli nak Rega sahabat kamu atau bukan, Adam. Jadi, lebih baik kita datangi lagi kediam Cyla. Kamu lamar lagi, ini sudah satu tahun setelah penolakan lamaran mu. Siapa yang mengira, mungkin saja Cyla sudah berubah pikiran dan menerima dirimu untuk dipinang.” Ucap Dimas panjang lebar dengan nada tegas – Berharap putranya ini menurut. Mengikuti sarannya sebagai seorang Ayah.

“Romo, bukannya Adam tidak ingin. Tapi, Romo juga tahu dan lihat sendiri satu tahun yang lalu saat kita mendatangi Cyla. Cyla yang menolak lamaran Adam, Romo. Adam tidak ingin memaksa Cyla. Lagi pula Adam sudah menganggap Cyla seperti adik sendiri. Tidak mungkin Kakak menikahi Adiknya, Romo.” Tolak Adam dengan nada lemah lembut – Mengangkat wajahnya, membalas tatapan tajam Ayahnya dengan tatapan rasa bersalah.

“Adam, Romo tidak tahu lagi harus berbuat apa terhadap mu, nak. Romo meminta mu melamar dan menikah dengan Cyla agar kita bisa menjaga Cyla dan Ibu serta Adiknya lebih teliti. Tapi, kamu saja tidak mau berusaha untuk dekat dengan Cyla. Belum lagi kamu juga merahasiakan apa yang terjadi pada kehidupan Cyla. Romo menetap di Kalimantan satu tahun dengan pesan agar kamu sebagai putra Romo satu – satunya bisa diandalkan untuk menjaga Cyla dan Adiknya. Namun, apa yang Romo dapat. Pak Wahyu bilang kalau Hotel milik keluarga Jellyn dijual oleh Cyla dan Ibunya untuk pengobatan Adiknya. Romo bahkan baru mengetahuinya sekitar tiga bulan yang lalu Adam. Itupu kalau bukan karena Romo meminta pak Wahyu berkunjung kerumah Cyla yang di Bandung untuk memberikan oleh – oleh keramik asli Kalimantan. Sebenarnya apa saja yang kamu lakukan selama ini Adam? Apa pesan Romo selama ini kamu abaikan? Apakah sangat sulit menjaga Cyla dan Adiknya? Atau memang kamu yang tidak suka Romo perintah seperti itu?” Tanya Dimas panjang lebar dengan nada kesalnya. Merasa tidak percaya jika dirinya akan kecewa atas sikap abai putranya. Putra yang selalu menjadi kebanggaan dirinya. Putra yang selalu Dimas manjakan sejak kecil. Bahkan dirinya sering berdebat dengan sang istri karena sang istri merasa memanjakan putra tunggalnya adalah tindakan yang salah. Dimas selalu menyangkal hal itu kepada istrinya, namun siapa yang menyangka kali ini dirinya merasa bahwa sang istri benar apa adanya. Dirinya merasa sangat kecewa pada sang putra yang tidak bisa dia andalkan.

“Mas tenanglah. Pasti putra kita Adam punya alasannya sendiri.” Sela Ajeng – Ibu Adam dengan nada lemah lembut. Mengulurkan tangannya – Mengelus lembut lengan suaminya agar tetap tenang dan dapat menahan emosinya.

“Maafkan Adam, Romo. Adam sudah ingin melakukan sesuai perintah dari Romo. Namun, Cyla menolak segala bantuan yang ingin Adam berikan. Cyla juga meminta agar Adam tidak memberi tahu Romo dan Ibu. Cyla mengatakan tidak ingin merepotkan Romo dan tidak ingin berhutang budi yang Cyla sendiri tidak yakin apakah bisa membalasnya atau tidak. Cyla sudah mengatakan hal itu, Adam mana mungkin punya kuasa untuk memaksanya Romo.” Jelas Adam masih dengan suara lemah lembut – Ciri khas bicara keturunan bangsawanan keraton. Kembali menundukan kepala, menatap jemarinya yang saling bertautan. Merasa gelisah apabila emosi Romonya tidak terkendali.

“Adam, jangan pedulikan reaksi, respon, atau apapun perkataan Cyla. Hanya karena Cyla tidak ingin kita membantunya, bukan berarti kita benar – benar tidak membantunya, nak. Bagaimana bisa kamu membiarkan Cyla hidup menderita seperti itu, nak. Romo bahkan hampir terkena serangan jantung saat mendengar dari pak Wahyu kalau Cyla sampai harus bekerja di Bar. Cyla bekerja ditempat haram seperti itu, nak. Mau di taruh dimana wajah Romo. Romo harus bilang apa pada mendiang Ayah Cyla saat Romo menyusulnya nanti, nak. Kamu sendiri tahu, sebelum mendiang sahabat Romo meninggal. Dia menitipkan keluarganya ke Romo. Tapi, Romo bahkan tidak bisa menepatinya. Romo malu, Adam.” Ucap Dimas sangat gusar di kursinya. Mengusap kasar wajahnya. Berharap jika informasi dari pak Wahyu itu hanya omong kosong belakang.

Pengakuan dari ucapan Dimas sontak membuat Nenek dan Ibu Adam – Ajeng terkejut. Membulatkan matanya sempurna tidak percaya dengan pendengarannya. Berbeda dengan Kakek Adam yang memang sudah diberi tahu oleh putranya, Dimas – Ayah Adam.

“Nak, yang Romo mu katakan itu apa bener? Jawab Ibu nak? Itu tidak benar kan?” tanya Ajeng mematap lembut kearah putranya. Namun, dirinya tidak memungkiri bahwa Ajeng sangat terkejut. Sedangkan tangannya beralih mengelus punggung suaminya – Masih mencoba menenangkan amarah Dimas.

“Maafkan Adam, Ibu. Adam benar – benar minta maaf sudah membuat kecewa Romo dan Ibu. Adam hanya tidak mampu memaksa Cyla. Jadi, Adam tidak bisa berbuat apa – apa Romo.” Jawab Adam lirih – Semakin menundukan kepalanya. Berharap jika sang Ibu tidak ikutan marah seperti Romonya.

Sedangkan Ajeng yang mendengar jawaban dari Adam seketika jantungnya berdebar kencang – Terasa sesak dan sakit saat mengetahui Cyla yang sudah dia anggap seperti putrinya sendiri hidup dalam kesusahan hingga harus terjerumus kedalam haramnya dunia gemerlap malam. Menghembuskan nafas berkali – kali mencoba untuk menenangkan detak jantungnya.

“Adam, Eyang Putri sebenarnya tidak ingin ikut campur. Namun, bagaimana pun Cyla juga sudah Eyang Putri anggap sebagai cucu perempuan Eyang, Adam. Dan yang Romo mu katakan itu ada benarnya. Disini Eyang Putri bukan sedang menyalahkan atau menghakimi dirimu, nak. Tapi, membantu Cyla kan tidak harus mendapat ijin dari Cyla juga. Begitupun saat kita membantu orang lain. Cyla sudah tidak memiliki saudara jauh ataupun dekat. Tidak seperti dirimu, nak. Cyla hanya memiliki Ibu dan Adiknya. Tidak ada yang bisa Cyla mintakan bantuan. Sampai – sampai harus menjual properti milik mendiang Ayahnya. Dari situ saja, Apa Cyla tidak terlihat olehmu kalau dia membutuhkan bantuan? Siapa lagi yang bisa membantu Cyla kalay bukan kita, nak. Tidak adakan?” sela Nimas, Nenek Adam lemah lembut – tersenyum lembut ingin membuat cucunya itu paham maksud dari perkataannya dan Dimas. Mengulurkan tangannya, menggenggam jemari cucunya yang terasa dingin ditelapak tangannya.

“Adam tidak berfikir sampai sejauh itu Eyang Putri. Maaf.” Gumam Adam yang entah sudah berapa banyak dirinya menggumamkan kata ‘Maaf’. Mengalihkan tatapan matanya kearah Neneknya, menatap Neneknya dengan tatapan bersalah.

“Ya sudah, tidak apa – apa. Yang terpenting kedepannya jangan sampai terulang kembali. Jika terjadi sesuatu beritahukan ke kami, nak. Masih ada Eyang Kakung mu, ada Romo mu juga masih ada Ibu mu dan Eyang Putri juga. Siapa yang tahu mungkin saja kami bisa membantu menyelesaikan masalahnya. Kamu pahamkan apa maksud dari yang Eyang Putri katakan?” ucap Nimas lemah lembut, tersenyum tenang kearah cucunya.

“Iya Eyang Putri. Akan Adam coba terapkan.” Balas Adam tenang ikut tersenyum – Membalas senyum Neneknya.

“Sekarang biarkan Eyang Kakung yang bicara. Dengarkan baik – baik Adam. Eyang Kakung dan Romo mu sudah sepakat akan kembali mengambil alih Hotel peninggalan mendiang Ayahnya Cyla. Mengembalikan ketangan pewaris yang sebenarnya. Mungkin akan memakan waktu cukup lama karena cabang Hotelnya juga banyak dan berada diberbagai kota besar di Indonesia. Kami sudah mulai melakukan akusisi dari satu bulan yang lalu. Sayangnya baru cabang Jellyn Hotel di Bali yang bisa Romo mu ambil alih. Baik Eyang Kakung maupun Romo mu sepakat akan memberi tahukan ke Cyla setelah semuanya bisa kita ambil alih. Jadi jangan beri tahu Cyla dan keluarganya terlebih dahulu. Eyang juga sangay senang jika kamu mau ikut membantu, nak. Eyang sedikit mengharapkan hal tersebut.” Sela Anggar yang sedari tadi hanya bungkam dan memperhatikan keluarganya berdebat. Namun, sekali Anggara bersuara – Maka keputusan sudah mutlak tidak terbantahkan.

“Baik Eyang Kakung. Adam akan usahakan membantu.” Sahut adam cepat namun lembut – Mengangguk paham.

“Besok saat kamu kembali ke Semarang, Romk ingin agar kamu melakukan apa saja agar Cyla tidak lagi bekerja di tempat haram seperti itu. Jika Cyla masih bersikeras ingin bekerja, carikan lowongan kerja paruh waktu tapi yang mudah Cyla lakukan. Bekerja di Bar itu tidak bagus untuk Cyla. Kamu paham maksud Romo, kan?” tambah Dimas kembali dengan tegas.

“Adam paham Romo. Adam akan coba lakukan.” Balas Adam tenang.

“Romo tidak tahu apa nak Rega sudah kembali bertemu dengan Cyla apa belum. Tapi, Romo ingin jika nak Rega berusaha menganggu hidup Cyla lagi. Jauhkan nak Rega dari Cyla. Sudah sejak awal Romo bilang kepada mu kalau nak Rega itu bukan laki – laki yang baik. Kamu pun sebagai putra Romo satu – satunya lebih memilih bekerja di perusahaannya. Dari pada meneruskan perusahaan tambang batu bara Dan tambang emas milik Romo. Pokoknya Romo ingin agar kamu menjauhkan nak Rega dari kehidupan Cyla. Jangan coba – coba membantunya lagi, Adam.” Kembali Dimas berucap ke putranya dengan nada kesal.

“Romo, Adam tidak mungkin melakukan hal tersebut. Bagaimana jika ternyata Cyla juga masih mencintai Rega, Romo?” tolak Adam dengan nada ramah dan sopan.

‘Sedangkan Rega sendiri sudah bersama kembali dengan Cyla. Aku harus bagaimana? Jangan sampai Romo tahu hal ini, jika tidak aku benar – benar akan habis.’ Gumam Adam dalam hati – Gelisah.

“Romo yakin hal itu tidak akan terjadi. Romo yakin Cyla juga tidak akan mau kembali ke nak Rega. Kalau begitu biar Romo memberi mu pilihan. Dipihak siapa yang ingin kamu bantu, Adam. Laki – laki yang kamu anggap sebagai sahabat mu, atau perempuan yang kamu sendiri bilang sudah menganggapnya sebagai adikmu? Kamu sudah dewasa, nak. Kamu bisa membedakan mana yang benar mana yang salah. Seharusnya kamu sudah dapat melihat jawaban dari pilihan Romo. Kebahagiaan mana yang ingin kamu bantu. Itu semua tergantung kepada mu, nak.” Sahut Dimas kembali. Berdiri dari kursi yang dia duduki – Melangkah pergi meninggalkan ruang makan tanpa menoleh sedikit pun.

“Romo!” panggil Adam dengan wajah piasnya. Tidak percaya Ayahnya memintanya untuk memilih. Itu hal yang mustahil untuk Adam lakukan. Bisa dikatakan, Adam tumbuh bersama dengan Rega. Bagaimana bisa dirinya meninggalkan sahabatnya.

“Adam, Ibu harap kamu jangan ambil hati perkataan Romo mu itu. Romo mu hanya tidak suka dengan apa yang sudah nak Rega lakukan dimasa lalu. Bagaimana pun, seharusnya kamu paham. Nak Rega cukup andil besar dalam kehancuran hidup Cyla. Sama seperti halnya dirimu yang menganggap Cyla sebagai seorang adik. Cyla pun sudah kami anggap seperti putri kami sendiri. Orang tua mana yang tega melihat kehidupan putrinya menderita sampai seperti itu? Tidak ada kan? Ibu mohon coba kamu pahami dari sudut pandang Romo mu.” Ucap Ajeng lemah lembut dengan tatapan khas seorang Ibu yang meminta pengertian dari anaknya.

Adam terdiam merenung – Mencoba mencerna perkataan dari Ibunya. Menghela nafas lelah, berdiri dari kursinya hingga menimbulkan suara decitan benda yang saling bergesek.

“Akan Adam pikirkan, Ibu. Adam kekamar dulu. Selamat malam Eyang Kakung, Eyang Putri, Ibu. Adam undur diri.” Jawab Adam sedikit menundukkan kepala memberi hormat. Lalu melangkah pergi meninggalkan ruang makan dengan sejuta kegundahan yang ada didalam perasaannya.

~ Flashback Off ~

Suara dering ponsel menyadarkan Adam. Meraih ponsel yang ada diatas nakas samping ranjang tidurnya. Dahinya mengernyit bingung mendapati nomor Sekretarisnya terpampang nyata di layar ponselnya. Bangun, duduk di atas ranjang dan mengangkat panggilan dari Sekretarisnya.

“Hallo, Ada apa Julia?” tanya Adam datar – Memutar bola mata malas jika harus berbicara dengan Sekretarisnya.

“Loh, kok seperti suaranya pak Adam?” gumam Julia balik bertanya. Bingung pada dirinya sendiri, padahal seharusnya Ibunya yang ada di kampung yang menjawab panggilan darinya.

“Ya mana saya tahu, Julia. Ini memang saya, Adam. Kan kamu yang menghubungi saya lebih dulu. Kenapa malah balik bertanya.?” Jawab Adam menggeram kesal dengan sifat loding dari Sekretarisnya jika sudah kembali kumat. Benar – benar tidak tertolong.

“Ya kalau pak Adam saja tidak tahu apalagi saya. Saya lebih – lebih tidak tahu, pak. Seharusnya saya itu menghubungi Ibu saya yang ada di kampung. Kenapa jadi pak Adam yang mengangkat panggilan dari saya?” sahut Julia kesal sendiri.

“Ya karena kenyataannya kamu itu memang menghubungi saya, Julia. Harus berapa kali saya mengatakan hal itu!” ucap Adam sangat jengkel. Meneriakan nama ‘Julia’ yang sontak membuat Julia menjauhkan ponselnya dari telinganya. Sebelum akhirnya kembali menempelkan ponselnya ke telinganya.

“Ya mana saya tahu berapa kali pak Adam harus mengatakannya. Itu bukan urusan saya. Yang saya ingin tahu, lalu dimana Ibu saya sekarang, pak? Saya ingin bicara dengan Ibu saya.” Balas Julia berteriak – Ikutan kesal dengan bosnya.

“Julia! Saya tidak tahu dimana Ibu kamu. Kenapa malah bertanya ke saya?” teriak Adam kembali, kesal. Berbicara dengan ponsel tepat didepan bibirnya. Dirinya benar – benar selalu hampir kehilangan batas kesabarannya jika harus berurusan perempuan satu ini.

“Kok jadi pak Adam yang marah? Harusnya itu saya yang marah. Karena gara – gara pak Adam saya jadi tidak bisa berbicara dengan Ibu saya pak. Saya itu ingin bicara dengan Ibu saya, pak.” Balas Julia semakin kesal mendengar atasannya berteriak di telinganya. Kan telinga Julia jadi sakit. Atasannya itu tidak berperikemanusiaan.

“JULIA, STOP! Saya tidak peduli.” Sahut Adam langsung mematikan panggilan secara sepihak. Membanting ponselnya diatas ranjang.

“Dasar wanita gila.” Geram Adam sendiri, ikut membanting tubuhnya kembali keatas ranjang tidurnya.

Disaat yang bersamaan Julia pun, melakukan hal sama seperti yang di lakukan atasannya – Adam.

“Ih, kok dimatikan sih. Kan aku belum bicara sama Ibu. Dasar atasan gila.” Ucap Julia kesal. Merebahkan tubuhnya diatas ranjang tidur apartementnya. Meraih guling dan memeluknya. Memejamkan mata berharap dunia mimpi menghampirinya.

*****

To be continue,

See you again ~~~~

Don't forget your vote and coment,

Typo coment guyss.

WARNING!

FOLLOW MY ACOUNT!

JANGAN LUPA, LIKE SAMA VOTE NYA GUYS!

Terpopuler

Comments

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

semangat yaa💪

2020-12-21

0

SaManda661630

SaManda661630

nexttt...

2020-11-22

0

Reza ❤

Reza ❤

siapa yg salah panggil ya 😌😌😌

2020-11-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!