~Happy Reading~
⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳
Hari kedua Aleena berada di rumah Jeevan. Kali ini dia bangun cukup pagi. Tentu saja tidak perlu menunggu Jeevan membagunkanya lagi. Dia sudah terbangun dengan sendirinya ketika fajar mulai menyapa. Pada dasarnya, Aleena memang bukan pemalas yang suka bangun siang. Untuk kejadian kemarin, itu karena dia terlalu lelah dan tidur menjelang subuh. Itu yang menyebabkan dia tidak bisa bangun pagi.
Awalnya Aleena mengira bahwa Jeevan masih tertidur. Sempat terpikir dalam benak Aleena untuk membalas perlakuan Jeevan kemarin pagi. Sayangnya harapan Aleena kandas tatkala dia membuka gorden jendela. Dilihatnya Jeevan telah berada di taman. Sepertinya sedang melalukan yoga atau sejenisnya.
"Ternyata dia bangun lebih awal dariku," gumam Aleena.
Dia pun bergegas meninggalkan kamar. Menuju ke dapur untuk membuat sarapan. Aleena masih teringat kata-kata Jeevan, tidak ada yang geratis. Artinya dia harus bekerja. Jeevan juga sudah menyebutkan apa saja yang harus dia kerjakan. Memasak adalah salah satunya. Artinya, membuat sarapan sudah menjadi tugas Aleena.
Aleena membuka kulkas, melihat bahan makanan yang bisa dia masak. Masih ada beberapa sayur dan ikan yang bisa dia olah. Bayang-bayang makanan yang kemarin dia nikmati untuk sarapan melintas dalam benak Aleena. Memunculkan sebuah pertanyaan baginya.
"Apakah aku harus memasak sebanyak masakan yang dia hidangkan kemarin?"
Aleena bicara pada dirinya sendiri. Ada keraguan yang muncul. Kemarin ada banyak makanan, tapi Jeevan hanya makan sedikit. Selebihnya, Aleena lah yang menghabisakan.
"Haaisshhh ...." Aleena menutup wajahnya dengan telapak tangan. Dia merasa malu dengan kerakusannya kemarin.
"Bagaimana aku bisa makan sebanyak itu? Sungguh memalukan ...." Kali ini Aleena menepuk-nepuk keningnya sendiri.
"Aku rasa, tidak perlu memasak sebanyak kemarin. Aku sudah tidak kelaparan ... dan kami hanya berdua. Masak sedikit saja, aku rasa tidak masalah," Aleena mengambil keputusan.
"Hai ... tunggu dulu, apa kemarin dia sengaja masak sebanyak itu karena tahu bahwa aku sedang kelaparan?" Aleena memekik, masih dengan monolognya. Dia baru menyadari bahwa tindakan Jeevan karena tahu dirinya yang kelaparan.
"Benar-benar memalukan ...." ucap Aleena lagi.
"Apa yang memalukan?" ujar Jeevan yang sudah berada di ambang dapur, memperhatikan tingkah Aleena.
"Tuan Jee ..." Aleena salah tingkah. "Tidak apa-apa, aku hanya ... hanya bingung, tidak tahu makanan kesukaan Anda. Jadi ... aku belum tahu harus memasak apa untuk sarapan," papar Aleena dengan kebohongannya.
"Aku bukan tipe pemilih untuk makanan. Tidak suka yang ribet juga. Nasi goreng atau roti dengan selai sudah cukup bagiku untuk sarapan." Jeevan meninggalkan dapur setelah memberi jawaban.
Aleena tercengang. Apa telinganya tidak salah dengar? Semudah dan sesederhana itukah menu sarapan Jeevan?
"Apa sesuatu yang salah? Kenapa semudah itu? Kemarin ...." Aleena langsung menutup mulutnya erat dengan telapak tangan.
Jika dia terbiasa makan dengan menu yang sederhana, berarti kemarin itu dia sengaja membuat banyak makanan untukku. Benarkah seperti itu? Tidak-tidak, dia mana mungkin sebaik itu. Hai, dia memang baik meski jahat. Tapi sepertinya tidak akan sebaik itu. Ah, entahlah .... Tapi .... Aleena larut dengan pemikirannya.
"Berhenti melamun dan cepatlah masak seautu!" bentak Aleena pada diri sendiri begitu sadar dia telah membuang waktu.
Percuma menerka alasan atas tindakan Jeevan kemarin. Entah apa alasannya, tapi sebuah kepastian yang nyata, Jeevan sudah membiarkan Aleena tinggal di rumahnya. Untuk itu, Aleena memutuskan tetap membuat beberapa masakan. Bagaimanapun, Aleena ingin berterima kasih pada Jeevan.
Kemarin, usai sarapan yang dilakukan menjelang makan siang, Aleena tidak terlibat pembicaraan lagi dengan Jeevan. Dia sudah diberi tahu bahwa Jeevan ingin mengerjakan sesuatu di ruang rahasia dan tidak ingin diganggu. Ternyata, hingga malam menjelang, Jeevan tak juga keluar dari sana. Baru pagi ini Aleena bicara lagi dengan Jeevan.
Usai memasak, Aleena memanggil Jeevan untuk sarapan. Dia sudah terbiasa memasak untuk keluarga pamannya dulu, tapi kali ini terasa lain. Dia merasa cemas. Mungkin Jeevan tidak menyukai masakannya.
"Mr. Jee ... apa ada salah? Atau saya perlu mengambilkan ke piring Anda?" tanya Aleena dengan ragu karena melihat Jeevan hanya memandang masakannya, tidak segera mengambilnya.
"Mengapa memasak sebanyak ini?" Jeevan menjawab dengan pertanyaan balik.
Di meja makan, Aleena menghidangkan nasi goreng seperti yang dikatakan Jeevan, lengkap dengan telur mata sapi. Dia juga membuat sushi, daging panggang, dan ikan goreng. Roti bakar dan selai juga tak lupa dia siapkan.
"Itu ... itu karena aku ingin berterima kasih pada Tuan Jee yang sudah mengizinkan saya tinggal di sini." Aleena tersenyum.
"Sushi?"
"Apa Tuan tidak suka sushi? Maafkan saya, tiba-tiba tadi saya ingin makan sushi ketika melihat tersedia bahan-bahan untuk membuatnya," terang Aleena dengan jujur.
Jeevan tak lagi menanggapi. Dia mencoba sushi buatan Aleena.
"Tidak terlalu buruk," komentar Jeevan.
"Benarkah?" tanya Aleena dengan antusias.
Aleena merasa senang kerena Jeevan mau memakan masakannya, meski komentar Jeevan tak dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baik. Itu sudah cukup bagi Aleena.
"Dari mana kau belajar membuat sushi?" selidik Jeevan.
"Itu ... sebenarnya aku belajar otodidak. Keluarga pamanku menyukai menu masakan Jepang, jadi aku mempelajarinya."
Aleena teringat bagaimana Zerlinda, sepupu Aleena, selalu memarahinya jika dia membuat sushi yang tidak enak. Meski Aleena telah berusaha dengan baik, tetap saja, Zerlinda akan mencari celah untuk menyalakan dan memaki Aleena. Dengan licik, Zerlinda suka memutar balikkan fakta. Membuat Aleena selalu menjadi orang yang patut disalahkan di mata paman dan bibinya.
"Jadi, kau benar-benar menjadi pembantu di rumahmu sendiri?" Jeevan menimpali.
Aleena hanya tersenyum kecut. Apa yang dikatakan Jeevan memang benar. Rumah itu seharusnya adalah milik Aleena, tapi pamannya telah mengambil alih semuanya dengan licik. Ya, semua keluarga paman Aleena memang tidak ada yang baik. Sementara, Aleena yang lemah tidak mampu berbuat apapun.
"Tuan Jee ... apa rencana Anda untuk hari ini?" Aleena mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Setelah sarapan, bersiaplah. Sudah saatnya kau bekerja."
"Apa Taun akan mengajak saya menjalankan sebuah aksi?" Aleena kegirangan.
"Apa kau memang gadis bodoh? Aksiku bukan sebuah uji coba. Sebelum dirimu memiliki kemampuan yang cukup, jangan harap aku mengajakmu!" tegas Jeevan.
"Hemmmm ... lalu, kemana Taun akan mengajak saya?" lanjut Aleena dengan rasa kecewa.
"Jika kau terbiasa banyak tanya, aku akan menjahit mulutmu!"
Aleena langsung menutup mulutnya dengan tangan kiri. Lalu tangan kanannya melambai, memberi isyarat agar Jeevan tidak melakukan ancamannya.
"Kemas juga makanan yang telah kau baut di kotak nasi. Akan terbuang sia-sia jika dibiarkan di sini!" perintah Jeevan.
"Baik, Taun Jee ... aku mengerti," jawab Aleena. Tanpa sadar, Aleena juga bergumam lirih, "kemarin kau juga masak sangat banyak."
"Apa katamu?" bentak Jeevan yang mendengar ucapan Aleena meski tidak jelas.
"Tidak, Tuan ... aku hanya berkata bahwa besok aku akan memasak lebih sedikit. Hanya untuk porsi kita berdua," kebohongan Aleena kembali mengudara.
"Cih ... waktumu 30 menit untuk bersiap. Lebih baik juga jika kau tahu cara berdandan yang benar. Alat make-up mu sudah kutaruh di kamar." Jeevan pergi meninggalkan Aleena yang terbengong mendengar ucapan Jeevan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘
ciaaaaaa .... nyediain alat make up jg ???????
waaaawwww .....
bner2 amazing .....
🤩🤩🤩🤩🤩
2020-12-02
0
Lovely
bunga bunga cinta jreng jreng... semakin merekah bersamamu....
2020-11-17
1
yuni utami
aleena...nemu durian runtuh yaa.
kmrn bersabar dg perlakuan buruk dari paman dan klg nya, skrg mendapatkn kebaikan dari mr jee.
2020-11-10
1