~Happy Reading~
⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳⏳
Aleena masih tak percaya dengan apa yang dia alami. Saat ini, dia sedang menaiki kereta bawah tanah super canggih yang dulunya dia kira hanya ada di film-film action atau fantasi belaka. Lebih tidak percaya lagi, laki-laki yang berada bersamanya saat ini adalah Mr. A. Seorang pencuri kelas kakap yang beritanya dia baca beberapa minggu lalu dalam koran usang di tepi jalan.
Sesekali Aleena melirik Mr. A yang berada di dekatnya. Si pencuri yang telah memberinya ide untuk bertahan hidup di tengah kota yang keras, menjadi gelandagan yang malang, tanpa ada yang dia kenal.
Aleena juga melihat darah segar yang masih merembes di lengan baju Mr. A. Rembesan darah itu terlihat semakin banyak. Sejenak diliriknya juga wajah Mr. A. Meski wajahnya berada di balik topeng, tapi Aleena merasa bahwa tak sedikitpun rasa sakit yang diderita Mr. A atas lukanya. Dia terlihat begitu tenang tanpa mengeluh atau mengaduh.
"Kenapa melirikku seperti itu?" tanya Mr. A dengan nada datar.
"Tidak apa-apa, Mr. A ... aku hanya melihat darah di lenganmu saja," jawab Aleena dengan canggung.
Mr. A tak menyahut lagi. Pandangannya menatap ke depan. Sedikit pun tak melihat ke arah Aleena yang sudah salah tingkah.
"Apa kau ... tidak merasa sakit?" pertanyaan bodoh Aleena terlontar dengan ragu.
Mr. A tak kunjung mengeluarkan suara untuk menjawab pertanyaan Aleena.
Sebuah luka tembak, harusnya itu sakit, bukan? Darah yang keluar juga banyak, tetapi kenapa dia masih terlihat begitu tenang seolah tak ada luka di lengannya? Rasa penasaran di hati Aleena semakin membuncah.
Mr. A memandang Aleena dengan dingin dan tajam. "Apa kau ingin mencobanya? Sepertinya kau penasaran bagaimana rasanya terkena luka tembak," ujar Mr. A sambil mengambil pistolnya, mengarahkan ke lengan Aleena.
"Tuan, tolong jangan membuat saya takut. Anda bisa menyimpan pistol Anda. Saya tahu, rasanya pasti sakit. Saya tidak berani mencobany. Tolong, kasihani saya yang malang ini," ucap Aleena dengan cepat.
Jantung Aleena berdetak tak beraturan dengan cepat. Rasa takut benar-benar menyelimutinya. Dia tidak menyangka bahwa Mr. A akan mengarahkan pistol kepadanya untuk menanggapi pertanyaan bodoh yang dia ajukan. Berdasarkan berita yang dia baca, Mr. A juga terkenal dengan kesadisannya. Dengan ringan tangan mampu mengorbankan siapapun yang menghalangi jalannya dalam beraksi.
Setelah memasang wajah memelasnya dan memohon, akhirnya Aleena kembali dapat bernapas dengan lega. Mr. A berkenan menyimpan kembali pistol yang tadi diarahkan untuk menembaknya.
Sungguh pertanyaan pembawa sial. Hanya sebuah pertanyaan basa-basi tapi hampir membuatku merasakan tertembus peluru. Gerutu Aleena dalam hati.
"Turun dan ikuti aku tanpa banyak bertanya!" perintah Mr. A setelah kereta berhenti.
Aleena hanya mengangguk. Dia mencoba tetap tenang meski hatinya dipenuhi berbagai pertanyaan dan rasa takut. Dia tidak tahu dimana dia berada saat ini. Perkiraannya, tempat tujuannya pasti adalah "markas" Mr. A.
Dengan waspada, Aleena mengamati sekeliling sambil mengekor langkah Mr. A. Mereka menyusuri tangga, masih di bawah tanah. Setelah beberapa menit berjalan kaki, akhirnya mereka sampai di depan sebuah pintu. Mr. A mulai memasukkan kode rahasia untuk membuka pintu tersebut.
"Jika kau berani macam-macam, aku pastikan kau akan mati mengenaskan!" ancam Mr. A begitu pintu terbuka.
"Tidak, aku tidak akan berbuat sesuatu yang merugikan Mr. A. Anda tenang saja. Aku adalah pengagum Anda. Aku pastikan, mulutku terkunci rapat. Apapun yang kulihat, tidak akan kubocorkan pada siapapun," janji Aleena sambil melangkah masuk. Pintu langsung tertutup begitu Aleena berada di dalam.
Aleena hanya bisa memandang takjub dengan apa yang dia lihat di ruangan tersebut. Matanya enggan berkedip. Tubuhnya mematung tak mampu bereaksi.
Ruangan yang baru dimasuki Aleena seperti brankas raksasa. Ada banyak rak kaca yang berjajar rapi. Seperti etalase di toko. Di dalamnya, terdapat berbagai benda berharga. Patung emas, mahkota, pedang, perhiasan-perhiasan khas Mesir kuno, dan benda-benda berkilau. Lebih tepatnya, itu adalah berlian.
Mr. A telah menaruh terompet curiannya di tempat yang sudah dia persiapkan. Kemudian pandangannya tertuju pada Aleena yang masih berdiri mematung. Wajahnya terlihat bodoh dengan mata terbelalak lebar.
"Apa yang kau lihat hingga tak berkedip?" tanya Mr. A setelah duduk di sebuah sofa di tengah ruangan tersebut.
"Ini menakjubkan," jawab Aleena jujur.
"Semua barang ini memang menakjubkan, karena itu aku menginginkannya!"
"Tapi, untuk apa semua ini? Kau menjadi buronan karena benda-benda ini," ucap Aleena tanpa sadar.
"Apa tidak memberimu hak untuk berbicara!" Ambil kotak di dalam laci itu! perintah Mr. A sembari menunjuk ke arah sebuah laci yang menempel di dinding.
Aleena menurut meski tidak tahu apa isi kotak yang diminta Mr. A untuk diambil. Setelah membuka laci berukuran sedang yang ditunjuk Mr. A, Aleena melihat ada dua buah kotak di dalamnya.
"Ambil kotak yang besar," perintah Mr. A lagi.
Aleena masih menurut. Bergegas mengambil barang yang diminta Mr. A tanpa bertanya apapun. Dia lalu membawa kotak tersebut ke dekat Mr. A dan ikut duduk di dekatnya.
Mr. A memandang Aleena yang dengan berani duduk di sampingnya. Sebuah senyum tipis tiba-tiba menyembul di sudut bibir Mr. A.
Aleena terperangah. Tanpa di duga Aleena, Mr. dengan cepat melepas baju yang dia kenakan.
"Hai, apa yang kau lakukan?" tanya Aleena seraya berdiri dan berbalik badan. Membelakangi Mr. A.
"Pikiranmu terlalu mesum gadis kecil!"
Aleena merasa tercekat mendengar ucapan Mr. A. Seketika dia merasa bahwa pikirannya terlalu kotor. Hal itu didukung dengan kenyataan bahwa isi kotak yang diminta Mr. A adalah obat-obatan dan peralatan bedah. Aleena tersipu malu. Dia terlalu jauh berpikir.
"Bukankah kau bilang ingin mengobati lukaku? Tapi sepertinya kau lebih suka tercengang dengan ekspresi bodohku," sindir Mr. A.
"Tentu aku akan membantumu, Mr." Aleena kembali mendekati Mr. A. "Apa kau yakin tidak perlu ke rumah sakit?" tanya Aleena dengan ragu.
"Ambil pelurunya dengan ini, aku akan membuat sedikit sayatan di dekat pelurunya bersarang," ucap Mr. A sambil memberikan sebuah alat pada Aleena.
Aleena menerimanya dengan tangan bergetar. Dia sungguh tidak yakin dengan apa yang akan dia lakukan. Mengeluarkan peluru. Dalam benak Aleena, tindakan itu harusnya dilakukan oleh dokter di ruang operasi. Bukan oleh seorang gadis bodoh sepertinrya.
"Jika kau ragu dan takut, aku akan melakukannya sendiri," ujar Mr. A yang membaca keraguan dalam pikiran Aleena.
"Ti ... tidak, bukan begitu. Aku akan melakukan sesuai perintahmu."
Aleena meyakinkan dirinya sendiri ketika melihat Mr. A sudah menyuntikkan sebuah cairan ke lengannya yang terluka. Aleena menebak itu pasti semacam obat bius. Beberapa saat kemudian, Mr. A membuat sayatan dengan pisau kecil, membuat lengannya kembali mengeluarkan darah. Anyir semakin tercium di hidung.
Aleena menahan mual di perutnya. Dia berusaha tetap menjaga matanya terbuka. Konsentrasi dan fokus. Dilihatnya peluru yang bersarang di lengan Mr. A dengan samar.
"Ambil pelurunya sekarang!"
Aleena tak mengeluarkan suara. Dengan sedikit gemetar dan menahan napas, Aleena mengapit peluru di lengan Mr. A dan menariknya keluar. Berhasil. Aleena bernapas lega.
"Sekarang ambil jarum dan benang itu. Lalu jahit lukanya!" Perintah Mr. A lagi.
"A ... apa? Menjahit luka?" Aleena tergagap.
"Iya, tentu saja," jawab Mr. A enteng sambil menyeka darah yang keluar dengan kapas.
"Tapi aku tidak pernah menjahit luka, aku takut jika ...."
"Anggap saja seperti menjahit baju," potong Mr. A.
Aleena kembali tercengang mendengar ucapan Mr. A. Ini adalah soal menjahit daging dan kulit. Bagiamana mungkin disamakan dengan menjahit kain? Keheranan Aleena mengambang dalam pikiran.
"Cepat lakukan! Aku akan mengarahkanmu!" Mr. A mengulang perintahnya.
Dengan gugup, Aleena melakukan apa yang dikatakan Mr. A. Matanya memejam saat pertama menusukkan jarum ke kulit Mr. A.
"Buka matamu, wanita bodoh! Kau tidak bisa menjahit dengan mata tertutup!" hardik Mr. A.
"I ... iya, maafkan aku ...." Aleena kembali membuka matanya.
Meski ragu, Aleena tetap mengikuti langkah demi langkah apa yang diinstruksikan Mr. A. Dalam hati, dia terus berdoa agar apa yang dilakukannya benar. Dia menyimpan ketakutannya. Bukan lagi takut karena pertama kali menjahit luka, tetapi takut jika tindakannya justru memperparah luka Mr. A.
"Apa ini tidak akan bermasalah? Bisa saja lukanya terkena infeksi," ucap Aleena memberikan diri setelah selesai menjahit.
"Oleskan ini dan balut lukanya dengan perban!" perintah Mr. A tanpa peduli dengan ucapan Aleena.
Aleena kembali menurut dengan patuh. Dia juga tidak tahu obat apa yang dia oleskan. Ingin bertanya, tapi takut tidak mendapat jawaban.
"Kau boleh pergi besok pagi," ucap Mr. A setelah Aleena selesai membalut lukanya.
"Mr. A ... bagiamana jika aku tidak mau pergi?" ucap Aleena sembari menatap laki-laki di dekatnya dengan penuh harap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Lovely
Keren keren...bunga bunga lope sudah nampak😍😍
2020-11-15
0
Nia
😨😱 sebenernya udh sering liat adegan bedah mandiri begini di drakor atau film. tp ttp aj pas baca kok ngeri ya 😂 jgn lupakan alkohol 70% Lee...
2020-11-02
2
Berdo'a saja
😔😔😔😔😔😔
2020-10-27
1