Cinta FitRi 12

Cuti dua hari Rio telah usai, kini pria yang akan menjadi ayah itu tengah bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia menyiapkan semuanya sendiri karena Fitri sedang tidak enak badan. Sebenarnya, sangat ingin menemani istrinya sampai sembuh namun, Rio sudah terlanjur janji dengan kliennya yang berasal dari negara Eropa.

Beruntung, Rio sudah menyiapkan seorang asisten perempuan untuk istrinya sejak tau sang istri tengah mengandung.

“Ela, kau temani istriku. Siapkan semua keperluannya. Aku percayakan padamu.” Kata Rio sambil menatap tajam perempuan tersebut. Ela hanya mengangguk pelan tanpa menjawab apa-apa.

“Mas, maaf ya. Aku gak bisa bikinin kamu sarapan.” Ujar Fitri merasa bersalah. Rio menggeleng pelan lalu mencium wajah istrinya.

“Kan kamu lagi sakit, sayang. Gapapa kok. Sekarang, fokus sama kesehatanmu dan anak kita yaa. Aku mau kerja dulu. Semoga bisa pulang cepat.” Kata Rio menenangkan hati istrinya. Fitri lalu membalas ciuman suaminya dan memeluknya.

Setelah bermesraan, Rio keluar dari kamar dengan sedikit berlari. Ia tidak ingin kehilangan klien plus uang berharganya.

“Bisa gawat kalau telat.” Gumamnya.

Fitri yang terbaring lemas diatas ranjang, mencuri pandang ke Ela yang sedang merapikan kamarnya. Ia penasaran dimana Rio mendapatkan ART yang cekatan dan bisa fokus bekerja seperti dia.

“Aku…. Harus ngomong gimana ya? Hhhmmm… masa tanya nama. Kan aku udah tau. Umur? Asalnya dari mana? Adduuh!”

Ela, wanita berusia 24 tahun itu merasa bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh majikannya. Namun, ia tetap fokus pada tugasnya. Ia berencana akan bertanya nanti.

“Hhmm… E-Ela.. itu… saya boleh…. Minta tolong?” Kata Fitri terbata-bata. Ela menatap Fitri dengan ekspresi heran.

“Apakah wajahku membuatnya takut?” Batinnya.

“Bu Fitri, kalau ingin sesuatu, katakan saja pada saya. Tak perlu takut dan ragu. Kan saya memang bertugas untuk menemani dan memenuhi kebutuhan anda, selama Pak Satrio tidak ada di rumah.” Jelas Ela.

Fitri diam sambil menundukkan kepalanya. Ela tidak berkata-kata lagi, ia pun melanjutkan pekerjaannya kemudian keluar dari kamar majikannya.

“Mentalnya benar-benar sudah dihancurkan. Sampai ketakutan begitu berbicara dengan ku. Cih! Keluarga macam apa mereka?!”

Di sisi lain, Rio yang sedang fokus bekerja dengan asistennya, tiba-tiba di ganggu oleh seorang gadis cantik yang beberapa hari yang lalu mendatangi rumahnya.

“Siapa kau?!” tanya Hendy, asisten Rio sambil menatapnya tajam.

“Aku calon istri Mas Rio.” Jawabnya santai seraya memandang wajah Rio dengan penuh kekaguman.

“Keluar! Dasar mur4h4n! Aku sudah punya istri dan hanya dialah istriku!”

Rio mengepalkan kedua tangannya dan menatap gadis itu dengan penuh amarah. Ia masih ingat kejadian itu, di saat istrinya di jadikan babu oleh ibunya dan gadis yang dihadapannya. Ia tidak akan pernah melupakan perbuatan keji mereka yang tidak akan ia maafkan.

“Jahat banget sama calon istri sendiri. Aku udah masakin–”

Brak!

Prang!

“GUA BILANG KELUAR!” Rio menggebrak meja kerjanya sampai gelas berisi minumannya jatuh. Nafasnya memburu, tanda bahwa ia benar-benar marah. Hendy, asisten sekaligus sahabatnya memberikan tatapan mengejek untuk gadis yang tidak tau malu itu.

“Awas aja! Aku akan ngadu ke–”

“Silahkan!” Ya, kali ini kesabaran Rio sudah habis. Ia tidak peduli jika akan bertengkar dengan ibunya.

Sebenarnya, Rio merupakan anak yang penurut makanya sangat jarang berselisih dengan orangtuanya. Namun, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, ia ingin melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Sesuatu yang bertentangan dengan keinginan orangtuanya, menikahi perempuan yang ia cintai. Perempuan yang berasal dari keluarga sederhana.

“Haaaaah!” Helaan nafas panjang terdengar dari mulutnya. Otaknya yang sedang pusing dengan pekerjaannya yang menumpuk, ditambah dengan kehadiran sosok tadi.

“Permisi, Tuan. Maaf, saya mau membersihkan beling yang ada di kolong meja Tuan.” Kata seorang OB yang Hendy panggil tanpa Rio sadari.

“Ooh! Iya, Sebentar.” Rio lalu merapikan kertas-kertas yang berserakan di atas mejanya kemudian ia berpindah ke sofa. Sambil bersandar santai, ia membaca lagi kertas-kertas itu.

“Ngopi, Bos.” Memang sahabat yang baik. Hendy berinisiatif membuatkan segelas kopi untuk Rio. Rio lalu menerimanya dengan tersenyum tipis.

“Pusing banget kepala gua. Ada aja gangguan.” Gumamnya. Seketika ia teringat dengan istrinya yang sedang tidak baik-baik saja.

Ddrrtt!

Ela

“Bu Fitri baru saja selesai mandi. Kini ia ingin izin pada anda untuk berbelanja di minimarket. Sudah dua kali anda dihubungi tapi tidak ada jawaban.”

Rio pun langsung mengecek list panggilan tidak terjawab. Benar saja! Fitri sudah dua, bahkan tiga kali menghubunginya. Rio menepuk pelan keningnya kemudian menghubungi istrinya.

“Halo, Mas? Sedang sibuk ya?”

Rio tersenyum, hatinya terhibur mendengar suara lembut istrinya.

“Tadi iya, sayang. Kata Ela, kamu mau belanja ya?”

“Iya, Mas. Boleh gak?”

“Boleh dong! Uang belanjanya ada? Kurang? Mau di–”

“Enggak, Mas. Masih ada kok.”

“Kamu jangan lama-lama yaa. Kan harus banyak istirahat.”

“Iya, Mas. Makasih yaa. Kalau begitu, aku mau pergi dulu.”

“Iya, cintaku! Bye! Muach!”

Hendy geleng-geleng melihat sisi lain dari sahabatnya. Alay dan manja, begitulah Rio jika sedang bersama istrinya.

“Duuh enak banget yaah yang udah nikah, bucin sama istri. Sampai-sampai gak peduli tuh sama kerjaannya yang udah tergeletak di lantai.” Sindirnya.

Rio lalu menundukkan kepalanya lalu melihat kertas-kertas yang ia bawa tadi memang berceceran di lantai. Sambil tertawa, ia memungutnya kemudian menyusunnya kembali.

Dddrrrtt!!

Dddrrttt!

Handphone Rio bergetar lagi, tanpa melihat siapa yang menghubunginya, ia langsung menggeser tombol bewarna hijau.

“Halo say–”

“Rio!”

Rio terkejut mendengar suara ibunya. Ia lalu menjauhkan handphonenya kemudian melihat siapa yang memanggil. Benar saja, sang ibu yang menelponnya.

“Iya, Ma. Kenapa?” Kata Rio dengan lesu.

“Aah! Pasti mau ngomongin soal si k*mpret itu.” Gerutunya.

“Kamu apakan Sherina sampai menangis begitu?!” Tanya Bu Vanessa dengan suara yang keras. Rio menggosok telinganya yang terkejut mendapatkan serangan tiba-tiba. Moodnya seketika memburuk lagi.

“Aku gak ngapa-ngapain.” Jawabnya santai dengan pandangan yang tertuju pada kertas yang ia pegang.

“Dia bilang, kamu mengusirnya! Kamu ni gimana sih?! Masa calon istri–”

Prak!

Mendengar dua kata itu, ‘Calon istri’, Rio langsung membanting handphonenya kemudian kembali fokus pada kertas-kertas dokumen itu. Ia terlihat santai padahal sebenarnya sedang menahan amarahnya.

“Siapapun yang mengganggu hubungan ku dengan istriku, akan ku sisihkan. Ku hancurkan orang itu. TAK PEDULI SIAPA PELAKUNYA! Aku tidak bisa kehilangan Fitri. Dialah cinta pertama dan terakhirku. Tidak ada yang bisa menggantikan posisinya.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!