Cinta FitRi 14

“Bu Fitri.. sudah waktunya makan siang.” kata Ela menghampiri Fitri yang sedang merajut kaos kaki bayi di balkon. Fitri masih belum terbiasa dengan kehadiran Ela. Maka itu ia banyak diam dan jarang sekali berbicara padanya karena ada sesuatu yang menahan dirinya untuk berbicara.

“Hhhmmmm…. I-iya. Mba Ela makan aja duluan.” Sahut Fitri dengan kepala yang tertunduk. Ela, ART yang selalu menemaninya merasa kesal. Ia tidak suka orang-orang yang memiliki sifat penakut.

“Bu Fitri mau makan apa?” Tanya Ela lagi. Kini ia duduk di lantai untuk melihat ekspresi majikannya, sekaligus untuk mengetahui apa yang membuatnya ketakutan seperti itu.

“E-ela. Kamu jangan duduk di lantai. Duduklah di kursi ini.” Fitri menepuk kursi yang berada di samping kirinya. Ela memperhatikan mata Fitri beberapa detik, kemudian berdiri lalu berjalan meninggalkannya.

“Sebegitu takutnya anda? Sampai saya yang sudah berbaik hati pada anda, masih membuat anda ketakutan.”

Sedangkan Fitri yang ditinggal begitu saja, kini memikirkan apa yang membuat Ela kesal. Ya, ia berasumsi bahwa ia telah membuat Ela marah. Tidak mau menambah masalah baru, Fitri akhirnya berjalan menyusul Ela ke dapur.

“Ela, Ma-maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu kesal.” Kata Fitri yang takut Ela mengundurkan diri. Ela semakin kesal mendengar kata-katanya meski begitu, ia berusaha untuk bertingkah seperti biasa.

“Bu Fitri, saya tidak kesal. Tak perlu minta maaf ya. Saya hanya ingin segera menghidangkan makanan kesukaan anda.” Sahut Ela tersenyum.

“Duh! Capek banget mental ku. Lebih berat mengurus orang seperti ini daripada tikus-tikus itu.” Gerutunya dalam hati.

Fitri yang terbiasa mengerjakan semuanya sendiri, ikut membawa makanan-makanan tersebut ke atas meja ruang tamu. Lalu, ia mengajak Ela untuk makan bersamanya namun, Ela menolak karena ia tau. Rio akan segera datang untuk makan siang bersama istrinya.

Tin Tin!

Benar saja, Rio datang. Suara mobilnya yang khas membuat Fitri senang. Wanita hamil itu beranjak dari meja makan untuk menyambut kedatangan suami tercinta.

“Mas! Kamu datang tepat waktu.”

“Iyalah! Mas Rio gitu… hahahaha!”

Rio berjalan menuju dapur untuk mencuci tangannya. Kebetulan Ela berada di sana juga. Perempuan itu mendelik ke arah Rio dengan wajah kesalnya.

“Kenapa?” Tanya Rio santai.

“Gak ada!” Sahutnya ketus.

“Awas aja si bos satu ini! Ku c1nc4ng itunya baru tau rasa! Lihat tampang tengilnya. Menyebalkan!” Gerutunya..

Setelah mencuci tangan, Rio langsung menghampiri istrinya yang sedang menyiapkan makanan untuknya. Di piringnya, sudah tersedia nasi berbentuk bulat dengan sayuran tumis dan beberapa lauk.

“Kamu pinter banget hias makanan. Aku jadi makin sayang deeh.” Ujar Rio seraya mencium pipi istrinya.

“Ah gak begitu, Mas. Aku cuma mencetak dengan mangkuk.”

Rio memperhatikan tangan Fitri yang terluka. Fitri menyadarinya kemudian menjelaskan bahwa ia sedang belajar merajut dan luka-luka itu berasal jarum yang ia gunakan.

“Mau ku panggilkan guru? Biar kamu gak kesulitan.”

Fitri tersenyum lebar dan ia mengangguk cepat.

“Terimakasih, Mas! Aku sangat senang. Kalau aku sudah jago merajut, aku akan membuatkan mu sesuatu.”

“Apa itu?”

Fitri meletakkan jari telunjuknya di bibir Rio.

“Rahasia dong.”

Sejam kemudian, setelah Rio bermanja-manja dengan istrinya, ia akhirnya bersiap untuk kembali ke kantor.

“Aku akan lembur, Sayang. Jadi, jangan menungguku. Maaf ya.” Ujar Rio yang membuat hati Fitri tercubit. Namun, ia tidak mau egois. Fitri tau, Rio lembur untuk memenuhi kebutuhannya dan calon anak pertama mereka.

“Gak apa-apa, Mas. Kan ada Ela. Mas fokus sama kerjaan aja biar cepat selesai.” sahut Fitri dengan senyum yang dipaksakan. Rio lalu menciumi wajah istrinya lalu berpamitan.

Setelah mobil Rio keluar dari area perumahan, Fitri masuk kedalam. Namun, baru dua langkah berjalan, seorang wanita paruh baya menyapanya.

“Fitri, sudah lama gak ketemu ya.” Kata wanita itu.

“Bu… Ida, ya?” Tanya Fitri yang ragu.

“Iya. Ya ampun, Fitri. Saking seringnya di rumah, kamu sampai lupa sama tetangga sendiri. Saya di sebelah mu lho.”

“Ah, iya. Ma-maaf, Bu Ida. Saya—”

“Tetangga kayak gak punya tetangga! Ngapain aja sih Fit di rumah melulu. Emangnya gak bosen? Bergaul dong sama tetangga. Sombong amat!” Celetuk seorang ibu yang melewati Fitri dan Bu Ida, dengan tentengan yang banyak.

Fitri ingin menyahuti perkataannya namun, sulit. Lidahnya kaku seketika dan pikirannya kacau.

“Maaf.” Hanya satu kata itu yang ia bisa ucapkan.

“Ngomong aja gak ada suaranya!” Kata ibu judes itu. Setelah berhasil membuat Fitri menangis, ia berjalan dengan acuh sambil memamerkan tentengannya yang tidak murah.

“Gak usah dipikirin. Si Jenna emang gitu. Tukang pamer dan sombong.” Kata Bu Ida menghibur Fitri.

“I-iya Bu.” Sahut Fitri seraya mengusap air matanya.

“Aku bukannya sombong tapi, gak terbiasa ngobrol sama orang lain.” Batinnya.

Tiba-tiba, Fitri merasa kepalanya pusing. Ia lalu berpamitan dengan Bu Ida kemudian berlari masuk kedalam rumah. Tak lupa, ia mengunci pintu.

“Bu Fitri, ada apa? Kenapa anda terlihat pucat?” Tanya Ela yang sedang mengelap jendela. Fitri tersenyum lalu menggeleng pelan. Dengan langkah yang pelan, ibu hamil itu menaiki tangga menuju kamarnya.

Sementara di bawah, Ela diam-diam menelpon Rio dan menceritakan apa yang telah terjadi pada Fitri.

~``~~````~~~

Di sisi lain, Ardi, pria dewasa berusia 30 tahun itu tersenyum bahagia karena seorang owner perusahaan besar benar-benar memakai jasanya. Padahal, ia bukanlah seorang designer terkenal dan bukan juga orang yang memiliki nama besar.

“Rezeki orang yang bekerja keras.” Gumamnya. Ia berencana untuk membuat pesta kecil-kecilan di rumahnya untuk merayakan kebahagiaannya.

“Ada apa nih? Dari tadi anak ibu senyum-senyum sendiri.” Kata sang ibu melihat anak sulungnya yang hendak berjalan menuju kamarnya.

“Ardi dapat rezeki nomplok. Ada pengusaha sukses yang memakai jasa ku.”

“Waaah! Anak ibu yang satu ini memang tidak pernah mengecewakan. Selamat ya, Nak.”

Ardi tersenyum, ia lalu memberitahu ibunya tentang rencana pesta kecil-kecilan untuknya.

“Aku yang akan memasak semuanya. Ibu, tolong siapkan saja peralatannya.”

“Iya.. apa sih yang enggak buat Ardi. Semoga kamu makin sukses ya. Jangan kayak anak itu yang selalu menyusahkan kita.”

“Apa?!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!