Cinta FitRi 19

“Ela, apakah aku terlihat jelek?” Tanya Fitri yang baru saja keluar dari kamar barunya.

Ela yang sedang mengelap vas bunga, menoleh. Ia melihat majikannya berwajah sendu di pagi hari yang cerah.

“Bu Fitri tetap cantik seperti biasanya.” Jawab Ela sambil tersenyum.

“Kamu tidak berbohong, kan? Jujur saja, Ela.”

Ela menghela nafasnya berat. Memang benar, badan Fitri melebar karena kehamilannya sudah memasuki bulan ke-enam. Wajahnya juga sedikit membengkak karena pipinya yang tembam namun, kecantikannya tidak berkurang.

Fitri sangat rajin merawat wajahnya meskipun sesekali merasa malas. Terkadang, Ela juga membantunya melakukan treatment untuk menjaga kecantikannya yang natural.

“Bu Fitri, Kapan sih saya bohongin Anda? Kan memang benar, anda masih cantik seperti biasa.”

Jawaban Ela kali ini sepertinya sudah meyakinkan hati Fitri. Ibu hamil itu kemudian berjalan masuk ke dalam kamar barunya yang sudah pindah ke lantai bawah. Rio tak mau ambil resiko, ia tidak ingin hal buruk terjadi pada keluarga kecilnya.

Didalam kamar, Fitri menyisir rambutnya yang Rio potong sedikit supaya memudahkannya. Dengan tersenyum ceria, ia memikirkan apa yang akan ia buat untuk suaminya.

“Ela, aku ingin lanjut merajut. Hari ini, kamu saja yaa yang masak. Oh ya! Menu hari ini, sudah ku catat dan ditempel di pintu kulkas yaa.” Kata Fitri sambil tersenyum. Belum saja Ela merespon, ia sudah masuk duluan kedalam kamarnya lalu menutup pintu dengan rapat.

“Kesempatan! Ini kesempatan emas untuk menghubungi orang itu.” Batin Ela sambil menatap kamar Fitri yang tertutup rapat.

Ardi menatap foto yang diambil oleh temannya, Fadil secara diam-diam. Foto seorang perempuan yang dianggap sudah meninggal.

“Faya…. masih hidup. Aku yakin ini wajahnya. Dia tinggal di mana ya? Aku tak sabar ingin menemuinya dan memeluknya lagi.”

Tok tok!

“Ardi.” seorang pria paruh baya mengetuk pintu kamarnya. Ardi segera berdiri dari tempat duduknya kemudian membuka pintu kamarnya.

“Ayah sudah pulang? Ayo masuk.” Ardi menyambut kedatangan ayahnya yang baru saja pulang dari luar kota dengan perasaan senang.

“Ayah dengar, kamu sedang sibuk ya?”

“Iya, tapi saat ini sedang istirahat sebentar. Nanti aku akan melanjutkan pekerjaan ku lagi.”

Ardi, anak yang pendiam tapi tidak bila dengan sang ayah. Ia berubah menjadi anak yang cerewet dan ceria. Sejak dulu, Ardi memang kurang dekat dengan ibunya.

“Waaaah! Ardi memang hebat ya. Ayah bangga padamu.” Kata Dirga setelah mendengar semua cerita anaknya. Seketika pandangan tertuju pada sebuah foto yang diberi bingkai cantik.

Foto seorang perempuan yang ia juga kenal.

“Kamu… sangat menyayangi Fania, ya.”

“Iya, aku sangat menyayanginya. Dia adalah seseorang yang membuatku sampai bisa di titik ini.” Sahut Ardi.

Sang ayah lalu menatap wajah anaknya dengan tatapan sendu.

“Ayah merasa sangat bersalah karena tidak pernah bisa membelanya. Selama ini, ayah sangat takut akan diceraikan oleh ibu. Maka itu, ayah selalu diam jika ibu dan Citra ber–”

Dirga menghentikan kata-katanya karena terkejut dengan perubahan ekspresi wajah anak sulungnya.

“Ayah… sudah ku bilang, kan? Penyesalan datang diakhir. Sudah tidak ada gunanya ayah berkata seperti itu. Faya… Fania sudah sangat menderita dari dulu. Dia yang tidak salah apa-apa, disalahkan terus menerus. Ayah tau tidak kalau dia pernah mencoba untuk melenyapkan nyawanya sendiri? Karena dia putus asa dan bingung dengan orang-orang yang terus menyalahkan keberadaannya di dunia ini.”

“Ayah tidak pernah membelanya, menghiburnya dan hadir di hidupnya. Ayah… aku kecewa. Aku kecewa ayah berkata seperti itu sekarang. Saat Fania sudah tidak ada disini lagi.”.

Suara Ardi berubah serak, pria itu menangis. Hatinya sedih jika membahas tentang perempuan yang bernama Faya alias Fania itu. Sang ayah hanya diam seribu bahasa. Perkataan anaknya tidak salah, selama ini dia memang takut akan diceraikan oleh istrinya makanya tidak melarang melakukan apapun. Termasuk menyiksa perempuan itu..

“Lebih baik kalian letakkan dia di panti asuhan atau kembalikan ia pada keluarganya. Daripada tersiksa disini.” Kata Ardi sambil mengepalkan kedua tangannya.

“Ayah pernah memimpikannya. Dia sedang duduk bersama seorang pemuda, entah siapa dia. Tersenyum manis padanya dan tertawa. Mereka terlihat bahagia, lalu tiba-tiba seorang anak kecil menghampiri mereka dan bermain dengan mereka.” Kata Dirga dengan kepala yang tertunduk.

Ardi terdiam sejenak kemudian memegang pundak ayahnya.

“Aku juga beberapa kali bertemu dengannya di mimpi. Dia terlihat sangat bahagia. Saat aku memanggilnya, dia tidak mendengar. Dan seperti yang ayah ceritakan. Ada pemuda itu. Mereka terlihat sangat bahagia. Fania… dia terlihat lebih cantik dan manis.”

Dua pria beda usia itu membicarakan perempuan bernama Fania, tanpa mereka sadari seseorang menguping di balik pintu dengan tangan yang terkepal dan wajah yang memerah. Orang itu sangat membenci Fania yang menurutnya telah merebut keluarganya.

“*Kalaupun masih hidup, akan ku buat dia menderita lagi sampai merasakan kematian*.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!