Haaaa!
Seorang pria dewasa menghela nafasnya kasar. Tubuhnya merasa sangat pegal setelah duduk berjam-jam di depan laptop yang ia anggap penting dan berharga bagi kehidupannya.
Kretek!
“Duh! Tangan ku rasanya kaku banget.” Keluhnya. Mata hitamnya yang menawan itu menatap ke arah jam meja yang setiap hari ia bersihkan. Sebuah jam meja bewarna abu-abu dengan hiasan kupu-kupu putih.
“Aku yakin…. Kamu masih hidup, adikku. Ya, kamu masih hidup dan saat ini sedang bersembunyi di suatu tempat. Aku yakin itu!”
Hiks!
Pria itu menangis sambil memandang jam itu. Kemudian, ia mengambil sebuah foto yang ia beri bingkai bewarna putih dengan hiasan bunga sakura.
“Kamu masih hidup, kan? Aku melihatmu tertawa bahagia bersama dengan seorang pria yang (semoga saja) mencintaimu. Datang lagi ya, adikku. Meskipun hanya bisa melihatmu di mimpi, Abang sudah merasa cukup.”
Setelah puas mengutarakan isi hatinya, pria itu lalu merapikan barang-barangnya kemudian keluar dari kamar.
“Abang! Kebetulan masih di rumah. Aku mau kasih liat sesuatu.” Kata seorang gadis yang merupakan adik terakhirnya. Satu-satunya saudara yang ia miliki sekarang.
Pria itu lalu berjalan menuruni tangga lalu duduk di sampingnya. Sambil tersenyum tipis, ia melihat adiknya yang dulunya masih kecil dan manja, kini telah menjadi seorang gadis dewasa yang mandiri dan pintar.
“Lihat ini.” Jari-jarinya menari di atas keyboard laptop, mengetik sesuatu kemudian memperlihatkan hasil kerjanya.
“Desain ku dibeli oleh seorang pengusaha kaya! Dia bilang, kalung dan cincin ini sangat identik dengan karakter mendiang ibunya.”
Pria itu masih tersenyum tipis, ia lalu mengusap kepala adiknya dengan lembut.
“Abang bangga sama kamu. Lanjutkan perjuanganmu dan jangan mudah putus asa. Ayah ibu pasti akan senang mendengar ini.” Ujarnya sambil terus berusaha untuk tetap tersenyum.
Sebenarnya, di dalam hatinya ia sedang merasa sedih…. Kesedihan yang sangat dalam karena kematian adik pertamanya secara tiba-tiba. Hal itu tentu membuatnya stres berat. Dan sampai saat ini, ia masih berharap bahwa adiknya masih hidup.
Pak!
Gadis itu memukul lengan kakaknya yang melamun. Pria dewasa itu lalu tersadar dari lamunannya, ia lalu menolehkan kepalanya. Adik bungsunya mencebik kesal karena abangnya tidak mendengar cerita bahagianya.
“Kenapa sih bang? Lagi ada masalah ya? Kok dari tadi ku liat Abang murung begitu?” Tanya sang adik. Pria itu tersenyum tipis kemudian menggeleng pelan.
“Enggak, Citra. Abang lagi kangen aja sama…. Faya.”
Deg!
Jantung Citra, sang adik bungsu seketika berdegup kencang. Tangannya terkepal kuat dan matanya memancarkan kekesalan dan kemarahan.
“Bang! Abang tuh seharusnya move on. Gak bisa begini terus, gimana sih?! Kejadian itukan sudah berlalu. Gak usah mikirin dia. Bukankah selama ini Abang kesusahan gara-gara Dia?” Ujarnya kesal.
Ziiiing….
Keheningan seketika menguasai ruang tamu yang cukup luas itu. Pria itu yang awalnya tersenyum tipis, kini berubah. Wajahnya memerah menahan amarahnya. Ia tidak terima adik kesayangannya, Faya di katakan seperti itu.
“Citra, ku harap ini terakhir kalinya kau berkata seperti itu mengenai Faya.” kata sang kakak seraya beranjak dari tempat duduknya.
Pria itu pun pergi meninggalkan Citra dengan hati yang dipenuhi kekesalan. Sedangkan gadis itu, masih duduk dengan wajah yang tercengang.. Didalam hatinya, ia mengutuk perempuan yang di panggil Faya itu.
“Sudah mati pun, kau masih mengganggu hidupku! Dasar j*l*ng!!! Gak jauh beda ya sama emaknya yang m*r*han.”
Malam hari tiba…..
Fitri yang sedang mengajak janinnya bicara sambil mengusap perutnya, dikejutkan dengan suara ketukan pintu. Hatinya seketika berbunga-bunga karena mengira itu adalah suaminya.
Ceklek!
“Mas kamu–”
Degh!
Fitri terkejut melihat sosok yang datang. Seseorang yang sangat ia takuti dan menghantui pikirannya datang.
“I-ibu… hhmmm…. Se-selamat da-”
Bu Vanessa datang dengan membawa dua buah paper bag berukuran sedang. Ia lalu memberinya kepada Fitri tanpa berkata apa-apa. Fitri lalu melihat isinya, ternyata makanan-makanan yang harganya tidak ramah di sakunya.
“Heh! Ngapain kau melamun di situ?! Cepat hidangkan semuanya! Sebentar lagi, ada tamu penting yang akan datang.” Titah sang ibu mertua yang terhormat.
Fitri terbelalak tidak percaya. Malam-malam begini, siapa yang hendak bertamu? Tiba-tiba pula! Ada-ada saja ibu mertua ni.
Namun, itu hanya ia ucapkan dalam hati. Mana berani Fitri bertanya terang-terangan. Salah sedikit saja langsung diinjak.
Beberapa saat kemudian, semua makanan yang didalam paper bag tadi terhidang dengan rapi. Tentu saja, Fitri melakukannya sendiri. Bu Vanessa hanya duduk santai, selonjoran enak di sofa ruang tamu. Menantunya yang berasal dari keluarga sederhana, dianggap babu.
“Su-sudah selesai, Bu. Apa ada yang–”
“Minumannya mana, Fitri?!” Bentak Bu Vanessa yang membuat Fitri menunduk ketakutan sambil meremas daster katunnya.
Tanpa berkata apa-apa, Fitri lalu membalikkan badannya lalu berjalan menuju dapur untuk menyiapkan minuman. Tangannya membuka pintu kulkas untuk mengecek minuman apa yang ia miliki.
“Kalau sirup Marzyong, mau gak ya? Aduh! Takut dimarahin lagi kalau nanya. Tapi… menurut Mas Rio, ini enak banget. Bikin ketagihan katanya. Selera Mas dan ibunya pasti gak jauh beda.” Batinnya sambil menatap botol sirup merah itu.
Ting tong!
Suara bel rumah terdengar, Fitri lalu keluar dari dapur untuk membukakan pintu. Namun, Bu Vanessa mencegah karena Fitri belum selesai membuat minuman. Akhirnya, Fitri kembali ke dapur lalu membuat minuman sirup yang enak.
Setelah selesai, ia lalu membawanya ke ruang tamu. Disana, ia melihat seorang gadis berparas cantik, bertubuh langsing dan tinggi. Gadis itu melihat Fitri yang datang dengan tatapan yang tidak ramah. Ia menganggap Fitri sebagai pembantu dirumah itu.
“Duuh! Calon menantu Mama. Duduk disini dan kita makan malam sama-sama yuk!” Kata Bu Vanessa seraya menggandeng tangan gadis itu.
Fitri melongo mendengarnya. ‘Calon menantu’?
“Mas Rio mau menikah lagi?” Tanya Fitri pada Bu Vanessa. Gadis cantik itu sontak mendelik tajam ke arah Fitri.
“Kamu siapa?” Tanyanya sinis. Baru saja Fitri membuka mulutnya, Bu Vanessa langsung menjawab cepat.
“Dia pembantu di rumah ini.”
“Tapi kok, dia manggil Kak Rio dengan Mas Rio? Bukannya Tuan?”
Bu Vanessa kemudian memberikan tatapan tajam yang membuat Fitri keringat dingin.
“Anak ini memang tidak tau sopan santun! Sudah bagus diberi kerjaan sama anak saya, malah berulah. Mama sebenarnya juga sudah muak dengan kelakuannya yang buruk tapi, Rio gak mau dengerin Mama.” Kata Bu Vanessa pada gadis itu.
Hati Fitri tercabik-cabik, ia merasa sudah tidak memiliki harga diri lagi. Seketika pikirannya dipenuhi dengan kata-kata negatif.
“Aku memang seharusnya tidak menerima lamaran Mas Rio.”
“Aku gak pantas untuknya.”
“Gadis itu sangat cantik dan pantas bersanding dengan Mas Rio. Apa…. Aku cerai aja ya? Aku bukan siapa-siapa di dunia ini.”
Huuuf!
“Maaf ya, Nona. Tadi saya berkata tidak sopan. Sekarang saya mau kembali ke dapur dulu. Permisi…”
Fitri langsung membalikkan badannya lalu berlari menuju dapur sambil menutup mulutnya. Ia sedari tadi sudah menahan diri untuk tidak menangis depan mereka.
“***Mas Rio, Tolong aku***…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments