Episode 15

Aku berjalan tanpa alas kaki diatas pasir pantai yang putih. Kaki ku sesekali basah oleh terjangan ombak air laut. Sejujurnya mood ku jadi nggak terlalu baik. Pantai mengingatkan ku pada anak gadis kecil ku yang merengek meminta untuk liburan ke pantai beberapa hari sebelum meninggalnya Nicky, tentunya sebelum aku kembali ke masa ini.

"Ibu. Aku mau ke pantai." Rengek nya setelah menonton animasi yang menggambarkan pantai.

"Iya, nanti saat ayah libur kita ke pantai ya." Kata ku untuk menenangkannya.

Setelah itu setiap hari anak itu bertanya kapan ayahnya libur karena sudah tak sabar ingin pergi ke pantai.

Namun sehari sebelum Mas Davi libur, hal tak diinginkan terjadi. Hari dimana Nicky meninggal juga aku hampir mati oleh Giska. Akhirnya ketika Mas Davi libur, aku menghabiskan waktu ku di rumah sakit. Dan sejak saat itu kedua anak ku tinggal bersama neneknya, hingga aku tak pernah bertemu dengannya sampai sekarang.

Lutut ku lemas, aku terduduk diatas pasir pantai yang basah oleh air laut. Air mata ku mengalir. Rasa rindu ini kembali mengusik jiwa ku.

Entah sampai kapan aku terjebak dalam masa ini. Jika aku harus mengulang hidup ku kembali, berarti harus menunggu beberapa tahun lagi untuk ku kembali bertemu dengan mereka.

Sejujurnya aku senang bisa mengulang hidup ku kembali. Aku jadi bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan yang sebelumnya, juga bisa mencegah terjadinya hal-hal buruk yang sebelumnya tak bisa ku cegah.

Namun ada kalanya aku merindukan kehidupan ku yang sebelumnya dimana aku telah menjadi orang dewasa, aku telah menjadi seorang istri dan juga seorang ibu.

"Hey." Panggil Nicky lembut sambil berjongkok dihadapan ku.

Semua karena laki-laki ini! Aku terjebak ke dunia ini lagi karenanya!

Aku menatap matanya tajam.

Namun aku tak bisa melakukannya. Aku tak bisa membencinya, bahkan aku tak bisa marah padanya.

Aku kembali menunduk dan menangis.

Nicky meraih ku kedalam pelukannya dan mengusap punggung ku.

"Maaf." Katanya seperti menyesal.

Aku terus menangis.

"Jangan nangis. Gue minta maaf. Gue nggak bermaksud..."

Tangis ku tambah menjadi.

Anak ini merasa bersalah melihat ku menangis. Padahal aku menangis bukan karenanya, tapi karena merindukan keluarga kecil ku. Bagaimana aku bisa mengatakannya? Aku akan terlihat seperti orang gila jika mengatakan yang sejujurnya kan?

Nicky terus memeluk ku hingga tangis ku mereda. Dia mengusap rambut dan punggung ku dengan lembut. Memberikan ketenangan bagi jiwa ku yang kesepian.

Aku melepaskan pelukannya perlahan, namun kedua tangannya tetap memegangi kedua lengan ku.

"Udah merasa lebih baik?" Tanyanya lembut.

Aku mengangguk.

"Gue nggak tau kenapa lo menangis. Tapi kalau gue udah keterlaluan tadi, gue minta maaf." Katanya lagi.

Aku menggeleng dengan cepat.

"Nggak. Bukan karena lo kok. Tapi pantai mengingatkan gue pada hal yang membuat gue sedih." Jelas ku.

"Kalau begitu, maaf udah bawa lo ke tempat ini." Katanya lagi.

"Berhentilah minta maaf. Lo jadi nggak keren karena terus minta maaf tanpa melakukan kesalahan."

Aku berjalan meninggalkannya.

"Gue laper." Kata ku sambil merengek ke arahnya yang masih terdiam dibelakang ku.

Kemudian laki-laki itu berlari kecil mengejar ku.

"Mau makan apa?" Tanyanya yang telah berhasil mensejajarkan langkahnya disamping ku.

"Emmm... Seafood bakar gimana?"

"Oke."

Kami pun mencari restoran seafood terdekat dan makan dengan baik.

***

Senin sepulang sekolah.

Setelah pelajaran selesai, aku keluar kelas ku dan mencari keberadaan Nicky dikelasnya namun tak ada seorang pun disana.

Acara selebrasinya diadakan dimana ya? Kok aku samasekali nggak lihat tanda-tanda akan ada acara disini?

Aku bertemu salah satu anggota tim basket yang pernah ku temui juga tempo hari.

"Hey!" Panggil ku karena tak tau namanya.

"Kenapa?" Katanya menghampiri ku.

"Hari ini ada acara selebrasi atas kemenangan tim kalian kan? Dimana acaranya?"

"Ah, itu diadakan dicafe dekat rumah Pak Yudha. Nggak jauh kok dari sini. Lo mau ikut?" Katanya.

"Ah enggak. Gue pikir acaranya disini, tapi gue nggak lihat tanda-tanda akan ada acara disini. Btw lo lihat Nicky nggak?"

"Ini gue lagi mau cari dia dikelasnya."

"Dia udah nggak ada dikelasnya."

"Kalau begitu kenapa lo nggak coba telepon aja dia?"

"Emm, gue nggak punya nomornya hehe."

"Hah. Gue pikir kalian sedekat itu." Anak itu menertawai ku.

'Hey! Memang kami dekat dari kecil tau!' Teriak ku dalam hati.

Kalau dipikir-pikir aneh juga ya, aku tak pernah menanyakan nomor teleponnya, begitupun dia. Dulu kami memang sempat punya nomor telepon satu sama lain, namun setelah hubungan kami memburuk aku mencoba untuk menjauh darinya dan menghapus semua kontaknya. Begitupun aku yang beberapa kali ganti nomor telepon karena kedaluarsa akibat lupa isi pulsa.

"Nick. Lo dimana?" Kata bocah itu sambil memegangi telepon seluler di telinganya.

"Ah iya, cewek lo juga nyariin nih."

Cewek apanya? Aku melotot.

"Oh, okay." Katanya lalu menutup telepon.

"Nicky ke cafe duluan untuk booking, katanya lo selesain dulu urusan lo dan tunggu dia didepan sekolah." Ucapnya lagi padaku.

"Okay. Oh iya, gue bukan ceweknya tuh." Kata ku.

"Oh belum ya? Iya gue ngerti gue ngerti. Gue duluan ya." Katanya dan berlalu pergi.

Belum? Apa-apaan bocah itu.

"Ehem." Tiba-tiba tiga orang anak perempuan, kalau tidak salah sekelas dengan Nicky menghampiri ku.

"Lo Rivanza kan?" Kata salah satu bocah itu mengintimidasi ku.

Aduh apalagi ini. Aku memutar bola mataku malas.

"Kenapa?" Kata ku cuek.

"Selama 2 tahun lebih gue setia menunggu Nicky, tapi Nicky nggak pernah melihat gue sedikitpun. Sekarang apa ini? Ada anak yang biasa-biasa aja berani ngejar-ngejar Nicky." Kata anak yang berada ditengah-tengah itu.

Jadi anak ini suka sama Nicky ya? Ku akui dia lumayan cantik. Bahkan lebih cantik dari Giska.

"Apa yang kemarin kalian lakuin sepulang pertandingan? Gue melihat mereka, May!" Ucap salah seorang temannya diantara 3 orang itu.

Aku tertawa renyah.

"Jadi lo suka sama Nicky ya? Hmm.. Lumayan juga. tapi kenapa Nicky bisa nggak notice lo ya?" Kata ku padanya.

Anak itu melotot mendengar ucapan ku.

"Berani-beraninya lo nertawain gue?" Anak itu mencoba melayangkan tangannya ke udara.

Namun dengan sigap aku meraih tangannya.

"Apa? Mau coba main kekerasan?" Kata ku kemudian membanting tangannya.

"Kalau Nicky crush lo, tunjukin diri lo sebaik mungkin didepannya. Jangan bikin dia ilfeel dengan sikap lo yang begini! Dan satu lagi gue kasih tau, saingan lo itu bukan gue, tapi anak dari kelas IPS bernama Giska!" Aku memperingatinya dengan tegas sementara mereka hanya diam.

"Kali ini kalian gue maafin. Lain kali gue akan bilang ke Nicky atas kelakuan kalian kalau berani mengganggu gue lagi!" Ucap ku mengikuti kalimat khas Nicky sambil berjalan meninggalkan mereka.

"What? Kenapa cara bicaranya mirip banget Nicky?"

"Jangan-jangan dia saudaranya?"

"Atau adik kembarnya?"

"Nggak mungkin, mereka dekat baru baru ini kok."

Dapat ku dengar mereka sedang menggerutu.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!