Episode 14

Aku menunggu Nicky di depan pintu masuk gelanggang olahraga setelah memberinya ucapan selamat atas kemenangan timnya. Tak lama anak itu kembali keluar dengan tas selempang dipundaknya. Rambutnya basah dan wajahnya terlihat segar. Ah dia pasti habis mandi.

"Lama ya?" Katanya sambil mengusap rambutnya yang basah.

Ini anak wangi banget, sumpah. Dia pakai sabun dan shampo sebanyak apa sih?

"Lo mandi? Ditempat begini? Kenapa nggak mandi dirumah aja lebih nyaman." Kata ku sambil berjalan disebelahnya.

"Habis olahraga paling segar ya mandi. Kalau disekolah ada kamar mandi, gue pasti mandi tiap habis olahraga."

"Tapi kan ditempat begini biasanya kamar mandinya jorok?"

"Lebih jorok kalau nggak mandi setelah banyak berkeringat kan?"

"Jadi pagi ini lo udah 2x mandi?"

"Iya."

"Okay, itu menakjubkan." Kata ku yang telah kehabisan kata-kata.

"Ngomong-ngomong, hari ini lo agak berbeda." Katanya sambil melihat ku dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Beda apanya?"

"Beda, nggak kayak Riri yang gue kenal." Anak ini mulai menggoda ku.

"Emang Riri yang lo kenal gimana?"

"Emm.. Setahu gue, Riri itu agak cuek soal penampilan. Karena dari kecil hobinya memanjat pohon dan pagar, gue pikir dia nggak bisa pakai makeup apalagi gaun dan terlihat anggun selain dengan seragam sekolah."

"Jadi ini pujian atau sindiran?"

"Dua duanya."

Aku menendang kakinya pelan sambil menyipitkan mataku.

"Hari ini lo mulai banyak omong ya." Cibir ku.

Dia tertawa setelah meledek ku.

"Biasanya setelah pertandingan itu ada acara selebrasi kan? Kenapa sekarang nggak ada?"

"Harusnya ada, tapi tadi Pak Yudha (guru olahraga kami sekaligus pelatih basket) mendadak dapat telepon kalau istrinya mau melahirkan. Jadi kita sepakat untuk buat acara selebrasi di sekolah hari senin sepulang sekolah."

"Senin?"

Nicky mengangguk.

Ah gawat. Senin kan aku harus mengajak Nicky nongkrong di cafe bersama anak-anak tadi.

"Emm.. Kira-kira acaranya sampai jam berapa?"

"Mungkin sampai sore."

"Apa lo nggak bisa pulang duluan?"

Anak itu mulai menatap ku curiga.

"Gue kan kaptennya. Masa pulang duluan."

"Ah iya benar."

"Kenapa?"

"Nggak kok."

"Lo mau nunggu gue?"

"Apa? Ah iya."

"Okay, gue pastiin acaranya nggak lama-lama."

"Serius?" Tanya ku antusias.

Nicky mengangguk lagi. Aku tersenyum kegirangan. Dia beneran rela meninggalkan acara itu ditengah jalan demi aku?

"Sesenang itu ya?" Katanya menggoda ku lagi.

"Hah?"

Aku malah salah tingkah sendiri.

Tapi bukankah aku sangat jahat kalau menyuruhnya pulang duluan di acara yang penting baginya itu hanya untuk menemui anak-anak yang tadi tergila-gila padanya? Bahkan aku sempat meminta imbalan. Ah egois sekali aku. Apa aku bilang saja kalau besok aku mau mengajaknya bertemu dengan anak-anak itu? Bagaimana kalau Nicky menolak? Tapi kalau aku tak bilang, justru akan menjadi masalah. Bagaimana kalau Nicky marah?

Bahkan aku tak sempat meminta kontak anak-anak tadi. Aku ingin membatalkan saja rencana itu, aku sungguh egois memanfaatkan Nicky untuk kepentingan ku sendiri.

Aku melirik ke wajahnya, hari ini dia terlihat lebih bahagia dari biasanya. Padahal dia selalu baik padaku, sempat-sempatnya aku berfikir untuk memanfaatkan kepolulerannya.

Ah, daripada hal ini membuat hati ku mengganjal, lebih baik ku katakan sajalah.

"Nicky."

"Hmm?"

"Lo lihat anak-anak yang tadi duduk disebelah gue?"

"Gue nggak merhatiin. Kenapa?"

"Mereka penggemar lo."

Nicky cukup terkejut dengan kalimat ku.

"Penggemar gue? Kok bisa?"

"Kok bisa?" Ucap ku mengulang kalimatnya.

Kok bisa dia bilang? Dia nggak ngaca apa? Dia sadar nggak sih kalau dirinya itu.... ah sudahlah.

"Hmm. Kok bisa?" Nicky mengangguk dan menanyakannya sekali lagi.

"Mereka terus berteriak 'Aaaaaa... keren banget kak Nicky.' 'Sumpah, dia ganteng banget.'" Kata ku sambil menirukan suara anak-anak itu.

"Terus?"

"Terus gue pamer aja kalo gue teman baik lo dari kecil."

"Terus?"

"Terus mereka iri."

"Begitu ya?"

"Iya. Karena gue pikir mereka anak orang berada, jadi gue bilang ke mereka kalau hari senin sepulang sekolah gue bakal ajak lo buat ngobrol sama mereka di kafe dengan syarat mereka harus bawa lipstik keluaran terbaru satu anak satu untuk gue sebagai imbalan." Ucap ku agak menyesal.

"Hey! Teman macam apa yang memanfaatkan teman baiknya sejak kecil hanya untuk lipstik?" Nicky protes dengan kesal.

"Maaf." Kata ku cemberut.

"Lo mau lipstik? Ayo kita beli. Ambil sebanyak yang lo mau!" Nicky menarik tangan ku sambil mengerutkan alisnya karena kesal.

"Nggak." Aku menahannya.

Dia menatap ku dengan wajah kesal. Ah dia marah rupanya.

"Maaf karena gue egois dan nggak mikirin perasaan lo. Gue buat keputusan tanpa minta pendapat dan izin dari lo. Gue akan bilang ke mereka kalau lo nggak bisa datang karena acara selebrasi." Kataku sambil menunduk.

Nicky memegang kedua bahu ku dan menghembuskan nafasnya berat. Kemudian ia mengangkat dagu ku, aku pun memberanikan diri untuk menatap matanya yang sedang menatap ku dalam-dalam, seperti akan memakan ku.

"Riri. Terima kasih karena udah jujur. Tapi tolong dengar ini baik-baik. Gue nggak suka berinteraksi dengan siapapun tanpa kepentingan yang jelas. Jangan sekali-kali menyuruh gue untuk menyapa siapapun. Apa bisa dimengerti?" Katanya dengan tegas dan dibuat selembut mungkin.

Aku mengangguk pasrah sambil menatap matanya dan tak bisa berkutik. Apa ini? Jantung ku berdebar tak karuan. Jiwa kepemimpinan anak ini benar-benar patut diacungkan jempol. Caranya bicara membuat siapapun tak mampu untuk melawannya. Diluar itu, ketegasan Nicky sangat membahayakan jantung rupanya.

"Kali ini lo gue maafin. Tapi lain kali lo harus menanggung akibat kalau berani mengganggu ketenangan gue lagi!" Ancam Nicky sambil mengusap kepalaku.

Aku hanya bisa diam tanpa melawan. Biasanya aku lebih galak darinya, namun jika dia sudah marah seperti itu aku malah tak berdaya. Aku hanya takut dia akan menjauhi ku lagi jika aku terus melawannya.

***

Entah bagaimana kami bisa sampai di pantai. Setelah percakapan tadi aku lebih banyak diam. Nicky pun nggak banyak mengajak bicara dan hanya membawa ku ke tempat ini.

Meskipun melihatnya marah sangat mengerikan, tapi anehnya aku tak takut pergi bersamanya. Aku yakin dia tak akan melakukan hal yang buruk padaku, aku hanya takut dia menjauh dari ku lagi.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!