Episode 12

Hari pertandingan basket tingkat provinsi telah tiba. Kebetulan pertandingannya dilaksanakan di gelanggang olahraga yang tak jauh dari rumah ku, jadi aku bisa kesana hanya dengan berjalan kaki.

Setelah mandi, aku memulas makeup ku senatural mungkin. Mungkin makeup ku akan terlihat sedikit mencolok karena pada zaman ini sedang mengikuti trend bergaya minimalis, yakni dengan gaya alis tipis dan melengkung. Sedangkan aku lebih suka membingkai alis ku yang cenderung tebal dan lurus seperti trend korean style tahun 2020an.

Aku juga mengenakan dress selutut dipadukan dengan suit cardigan dan juga sepatu sneaker putih dengan kaos kaki sebawah betis. Tak lupa juga aku membawa sling bag berisi dompet dan ponsel.

Saat aku tiba di gedung gelanggang olahraga, pertandingan sudah dimulai. Ternyata suasananya lebih ramai dari perkiraan ku, aku cukup kesulitan untuk masuk karena ramainya penonton. Akhirnya aku mendapatkan kursi paling belakangan untuk menonton pertandingan yang sudah berjalan hampir setengah permainan ini.

Di kehidupan ku sebelumnya bahkan aku tak pernah menonton apapun jenis pertandingan olahraga seperti ini jadi aku cukup canggung berada ditengah keramaian ini. Orang-orang bersorak ketika salah satu tim berhasil mencetak skor, aku hanya ikut bersorak tanpa tau tim mana yang berhasil mencetaknya.

Meskipun aku duduk di kursi penonton paling belakang, tak sulit untuk menemukan sosok Nicky yang tengah bermain basket mengingat tubuhnya yang paling tinggi dengan postur tubuh paling proporsional diantara pemain lainnya. Tapi apakah dia dapat menemukan ku yang hadir disini untuk melihatnya bermain?

*

Kilas balik

Nicky memutuskan untuk berangkat dan pulang sekolah menaiki bus transjakarta bersama ku sehari sebelum pertandingannya.

"Kenapa nggak bawa motor?" Tanya ku saat sedang menunggu bus menuju sekolah.

"Lebih aman naik bus kan?"

"Iya. Tapi desak-desakan."

"Setiap hari gue mau naik bus asal sama lo."

"Kenapa?"

"Kalau sendiri malas."

"Tapi kalau naik bus, lo nggak bisa datang ke sekolah paling pagi. Apalagi kalau berangkatnya bareng gue."

"Okay, sesekali kita naik motor."

"Kita?"

"Kenapa? Lo nggak mau berangkat dan pulang sekolah bareng gue?"

Sebelum sempat aku menjawab, bus kami pun datang.

Aku benci hari jumat, karena kondisi bus di pagi hari pasti sangat ramai dan sesak.

Aku memaksakan diriku untuk masuk bagaimanapun caranya. Namun Nicky menahan lengan ku.

"Ini terlalu ramai, bus selanjutnya aja." Katanya.

"Nggak bisa, kita bakal telat kalau nunggu bus selanjutnya." Kata ku sambil menarik tangan Nicky agar ikut masuk ke bus bersama ku.

Akhirnya kami berdua berhasil masuk ke bus itu. Benar saja, didalam bus tak ada celah untuk kami bergerak karena saling berhimpitan satu sama lain. Posisi ku saat ini adalah berdiri berhadapan dengan Nicky yang berusaha menahan dirinya agar tak menghimpit tubuhku yang terpojok didalam bus.

Aku dapat mencium aroma tubuh anak ini yang selalu wangi. Entah karena sabun yang ia gunakan atau pewangi pakaian dari bajunya, yang jelas ini bukan wangi parfum ataupun sejenisnya.

Hembusan nafasnya terasa diwajahku, aku mengangkat kepalaku untuk melihat wajahnya. Ternyata dia sedang menatap ku entah sejak kapan. Aku jadi tertantang untuk menatapnya juga tanpa ekspresi seperti yang ia lakukan.

Aku menatap matanya yang memiliki tatapan tajam, dia sama sekali tak berkedip. Lalu aku beralih ke kedua alisnya yang tebal dan hampir menyatu. Hidungnya yang mancung adalah hal yang sangat ku sukai darinya sejak kecil. Tunggu, apa ku bilang? Sukai? Ah iya, bagi ku Nicky adalah sosok yang sangat sempurna. Karena selain dia pintar, memiliki segalanya, dia juga ganteng dan tubuhnya ideal.

Lalu apa aku pernah jatuh cinta dengannya? Tentu saja pernah. Puncaknya pada saat aku menyaksikan dirinya menangis karena orang tuanya bertengkar hebat dan akhirnya berpisah saat usia kami yang masih remaja. Disana aku ikut menangis menyaksikan betapa hancurnya Nicky pada saat itu. Dan sialnya setelah itu anak ini malah tak mau bertemu dengan ku lagi. Bayangkan betapa frustasinya aku yang tiba-tiba dijauhi oleh orang yang ku sukai hanya karena menjadi saksi atas kejadian terburuk baginya itu.

Beberapa minggu bahkan beberapa bulan aku terus mencoba untuk bicara dengannya, namun ia bahkan seperti tak mau melihat wajah ku. Aku sempat berpikir, mungkin karena dia tau bahwa aku suka padanya jadi dia mengabaikan ku. Mungkin dia tak mau aku menyukainya. Dan disitulah cinta monyet ku berakhir.

Aku selalu berharap, semoga persahabatan ku dengannya kembali seperti sebelumnya. Namun beberapa kali aku melihat wajahnya yang seperti menatap ku dengan benci saat melihat ku. Akhirnya aku memutuskan untuk mengabaikannya, mungkin ini yang dia inginkan. Sebelum akhirnya aku tau alasannya kenapa dia bersikap seperti itu.

Aku tak percaya, setelah bertahun-tahun seperti orang asing, aku memberanikan diri untuk menghampirinya dan menyapanya lagi. Ternyata dia juga menginginkan hal yang sama, yaitu kembali bersahabat dengan ku lagi.

Namun kali ini rasanya sangat berbeda, mengingat usia kami yang sudah sama-sama menginjak dewasa, bagi ku tak ada hubungan persahabatan yang tak didasari rasa suka antara laki-laki dan perempuan.

Aku dapat merasakan dengan jelas tatapan mata anak ini yang menyiratkan bahwa dia tak ingin menjauh lagi dari ku. Aku pun tak ingin munafik untuk mengatakan bahwa aku tak menyukainya.

Namun aku kembali ke masa ini bukan untuk jatuh cinta dengannya kan? Aku hanya perlu menyelamatkannya dari Giska dan juga kematian.

"Hey, mau mati ya?" Bisik ku sambil melotot ke arahnya yang terus menatap ku secara intens.

"Kaki gue lo injak!" Katanya memelototi ku juga.

Ah iya. Aku melihat kearah kaki ku yang ternyata menginjak kakinya. Segera ku angkat kaki ku dari kakinya.

"Maaf." Kata ku sambil memalingkan wajah ku yang bersemu merah menahan malu.

Kami turun di halte bus dekat sekolah dan masih harus lanjut berjalan kaki sekitar 500 meter lagi.

"Besok gue harus berangkat pagi-pagi banget. Apa lo mau nonton pertandingan?" Tanya Nicky yang sedang berjalan disebelah ku.

"Emm.. Acaranya jam 8 ya? Gue nggak bisa janji. Karena weekend itu waktunya gue bangun siang." Kata ku tanpa rasa bersalah.

Aku melihat dia sedikit kecewa dengan jawaban ku, namun dia tetap mengangguk.

"Nggak bisakah lo bilang 'Ayolah, masa sahabat lo ini mau tanding lo nggak mau lihat?'

Nggak bisakah lo ungkapin isi hati lo!

Setidaknya kalimat yang harus lo Ucap itu 'Pokoknya lo harus datang! Gue udah berusaha keras latihan selama ini, lo harus lihat gue mengharumkan nama sekolah kita!'

Susah banget ya bilang begitu?" Aku mengomel sembari menatapnya sinis.

"Gue mau lo datang. Nggak bisakah lo datang lihat gue bermain?" Katanya pelan.

"Iya. Itu yang mau gue dengar. Lemah banget sih jadi cowok!" Aku masih terus mengomel.

"Lo makin aneh ya. Kalau mau datang ya datang aja. Kenapa harus gue paksa?" Protesnya.

"Yaaa karena gue suka dipaksa." Jawab ku asal.

"Hah?" Anak itu menatap ku dengan tatapan aneh.

"Kenapa?" Tanya ku ketus.

"Aneh." Dia menggelengkan kepalanya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!