The Lounge

Adeline melirik ke sampingnya. Dewa sedang menahan lengannya dan menatapnya tajam.

“Nanti dulu saya belum selesai bicara.” Desisnya.

“Sudah tidak ada yang harus dibicarakan, kan? Ini semua bukan urusan Pak Dewa.”

“Tentu saja ini urusan saya, tugas saya memastikan semuanya aman khususnya Argan, dan saya tidak tahu siapa kamu sebenarnya, sementara kamu berhubungan dengan Argan.”

“Mengenai saya, Semua sudah ada di CV saya.” Kata Adeline.

“Apa orang di CV itu benar-benar kamu?” bisik Dewa.

Adeline pun langsung membeku.

Ini gawat.

Begitu pikir wanita ini.

Tapi bukan Adeline kalau kalah begitu saja.

“Bapak benar... saya lebih baik dari pada yang tertera di CV itu.” Adeline menaikkan dagunya sambil menatap Dewa.

Ia pun menantang Dewa.

“Siapa pun saya, pekerjaan saya lebih baik dari semua karyawan di sini. Mungkin tujuan saya hanya uang, untuk hidup yang lebih baik, untuk makan keluarga saya, dan Yang Maha Kuasa menilai saya lebih butuh pekerjaan di sini daripada orang lain.”

Dewa menarik nafas panjang.

Bukannya ia tidak tahu siapa Adeline. Sejak ia melihat ke arah CCTV itu, seorang wanita selama sekitar 40 hari duduk di dekat starling berusaha tak terlihat sambil mengamati rumah. Dewa sampai menyamar jadi pembeli starling memakai masker, hanya untuk melihat siapa wanita itu. Dewa langsung tahu, ini 'wanita malam' yang sedang dicarinya.

Kalau si Ade Putri tidak muncul, Dewa hampir saja menghampiri Adeline dan terang-terangan bertanya.

Ia takut Adeline akan menghilang lagi.

Kini, yang perlu diketahuinya kenapa Adeline mengintai rumah ini selama itu? Kalau bukan karena tujuan yang penting, tidak mungkin ada orang yang selama 40 hari bolak-balik di sekitar rumah untuk mengamati keadaan.

Dan karena Dewa tahu siapa Adeline di masa lalu, seharusnya saat Adeline berhubungan dengan Argan, sudah tidak menjadi hal yang mengagetkannya lagi, bukan?

Lagi pula apa yang Dewa takutkan?

Argan mengalami disfungsi seksual, dan Adeline hanya numpang mandi di kamar mandi Argan. Selama ini tidak ada tindak tanduk kalau mereka saling menyukai.

Dewa tahu rasa ini, perasaan yang sedang menyelimuti hatinya.

Rasa cemburu.

Konyol sekali, pikirnya.

Sudah lama tidak jatuh cinta, tingkahnya malah kekanak-kanakan.

“Oke.” Desis Dewa sambil melepaskan Adeline.

Tapi tidak sampai di situ.

Tubuhnya mendesak Adeline ke dinding di samping pintu.

Dan keningnya menempel di dahi Adeline.

Untung saja Tubuh Adeline yang setinggi 178 cm dapat menandingi tinggi Dewa, jadi Dewa hanya perlu menunduk sampai hidung mereka bersentuhan.

Ia bisa merasakan, tubuh Adeline yang gemetar saat menghadapinya.

Wanita ini sebenarnya takut. Namun berusaha kuat.

Ironis.

“Saya akan berusaha mempercayai kamu.” Desis Dewa pelan. “Tapi-“

“Jangan percaya saya.” Sahut Adeline cepat. “Itu akan menjadi beban untuk saya.” Adeline mendorong Dewa,

“Dan jangan dekati saya lagi.” Adeline pun berjalan dengan langkah mantap ke arah luar rumah untuk masuk ke dalam mobil dimana Argan sudah menunggu mereka berdua.

**

Adeline masuk ke dalam mobil dengan kesal. Argan duduk di kursi depan sambil menoleh menatapnya.

Karena...

Mata Adeline sembab, dan baru saja terlihat menghapus air matanya.

Laki-laki itu takjub.

Pertama, Adeline tampak lebih cantik saat sedang rapuh.

Kedua... Dia bisa nangis juga? Kukira selama ini dia macam Terminator. Begitu pikir Argan.

Tapi Argan tidak menanyakan alasannya, karena ia langsung ingat kalau... Adeline mandi di kamar mandinya, dan Dewa masuk ke kamarnya.

Sudah pasti perpaduan suasana yang buruk.

Sudah dari awal penerimaan Adeline untuk jadi ART di sana, Argan curiga kalau Dewa tertarik ke wanita ini.

Memang CV yang diajukan Adeline memukau. Tapi kelakuannya tidak memenuhi syarat untuk menjadi ART.

Sementara kalau dipikir, pekerjaan Adeline yang perfeksionis malah cukup baik dibandingkan ART lain, masalahnya Argan tidak tahan sama mulutnya.

Ini sih kayaknya mereka sebenarnya punya hubungan istimewa... Argan jadi berpikiran seperti itu. Mungkin belum pacaran tapi hanya sebatas mesra yang tanpa ikatan. Karenakalau sudah resmi pasti Dewa akan bilang padanya.

Sahabatnya punya TTM.

Seketika ia merasa sendirian.

Sekaligus, merasa apakah semua ini akan berjalan baik? Apakah wanita di belakangnya ini tahu siapa Dewa sebenarnya? Dan bukankan memiliki seorang kekasih akan membuat fokus Dewa untuk membesarkan perusahaan yang dikacaukan ayahnya malah semakin memburuk?

Argan menatap ke kaca spion di depannya.

Adeline sedang menyapukan make up ke wajahnya.

Wanita ini bisa dengan cepat menguasai keadaan.

Dan saat itu, tercetus ide gila di pikiran Argan.

“Dek Kunti...” Panggilnya.

Adeline langsung mengernyit. Panggilan baru lagi? ‘Dek Kunti’ ?! Ya nama panggilan palsunya memang ‘Ade’ tapi nggak perlu ditambahi Kunti dong...

“Apa sih Boss?” gumam Adeline malas, ia bicara sembari mengenakan concealer.

"Lo punya pacar?" tanya Argan.

"Nggak, hanya teman kencan." kata Adeline sambil menyapukan kuas lipglossnya ke bibir. "Kenapa lu tanya-tanya?!"

Argan pun menyeringai. Untuk saat ini, ia akan mengerjai si Dewa yang sombong itu.

“Pacaran yuk?”

**

Setelah perjalanan yang menjemukan karena tidak satu pun dari mereka berbicara, akhirnya mereka tiba di Intercontinental Pondok Indah. Hotel mewah yang menawarkan berbagai pengalaman berkelas.

Dewa menghentikan mobil mereka di depan Lobby utama, mobil khusus Bodyguard di belakang mereka juga berhenti, salah satunya keluar dari mobil dan mengambil alih pengemudi, sementara Dewa, Argan dan Adeline masuk ke dalam hotel.

Mereka menuju The Lounge, sebuah restoran fine dining di dalam hotel.

Dewa seperti biasa memisahkan diri saat Argan dan Adeline berjalan ke sisi satunya.

Dewa sempat menatap Adeline dengan muram, lalu pria itu membuang muka dan memutuskan untuk mencari kursi untuk duduk di posisi yang bisa lebih mudah mengamati Argan. Di sana sudah ada beberapa Bodyguard lain, bukan rekannya tapi milik teman-teman Argan. Tapi mereka sudah sekali dua kali bertemu. Sesama ‘asisten’ Boss Besar.

Sementara Argan menggandeng Adeline untuk ke bagian kursi di samping jendela besar. Restoran itu sangat mewah, namun dari gerakannya yang tidak ragu, Argan merasa Adeline sering ke sini. Langkah kaki wanita ini mengindikasikan kalau ia hafal seluk beluk restoran ini.

“Tuh dia Tuan Besar Atmorajasa!” sahut beberapa orang pria yang kini berdiri menyambut Argan.

Adeline bisa melihat beberapa wanita juga ada di sana. Mereka duduk sambil menatapnya. Mmeperhatikan semua outfit yang dikenakan Adeline. Menilai profil masing-masing.

Sesama Ani-ani, Adeline langsung tahu.

Karena mereka bersentuhan dengan pasangan mereka dalam posisi canggung dan sekaan tak mengerti seluk beluk tubuh pasangannya.

Sementara Adeline, karena sudah beberapa kali memijat Argan, ia jadi tahu dimana harus menyentuh tubuh Argan agar pria itu nyaman.

Terus terang saja untuk satu jam ke depan perbincangan mereka menjemukan karena seputar bisnis.

Intinya, mereka berencana untuk berkongsi demi memenangkan sebuah tender pembangunan jalan Tol yang nilainya bisa triliunan.

Argan berbicara seadanya, ia tidak terlalu mengerti jalannya bisnis. Namun Dewa, seperti biasa, 'mengguidenya' lewat microphone kecil di telinganya. Dewa berjalan mondar-mandir di sekitarnya saat berbicara agar kata-katanya tersamarkan. Tapi sepertinya Dewa juga tidak tertarik dengan tawaran itu karena menurutnya bisa merugikan perusahaan mereka. Apalagi teman-temannya hanya pewaris yang kurang mengerti lini bisnis orang tua mereka sendiri.

Dewa menginstruksikan ke Argan untuk menyudahi pertemuan mereka karena ujungnya malah buang-buang waktu, lewat microphone.

“Gue ngerasa pernah ngeliat pacar lu.” Kata salah seorang pria dengan dandanan rapi yang OTD. Matanya menatap Adeline dengan pandangan menyelidik.

“Yah dia memang mencolok, lo ngelirik di jalan juga bakalan keinget terus.” Kata Argan. Adeline tersenyum ke arah ‘teman Argan’ itu.

“Ah! Gue inget sekarang, bukan bermaksud menghina ya Mbaaaak?”

“Ade. Ade Putri.” sambung Adeline.

“Mbak Ade,” kata si pria rapi. “Saya melihat kamu di Club waktu itu. Di...” si pria melirik Argan yang kini menaruh perhatian terhadap perbincangan itu.

Dewa menghentikan langkahnya, ia hampir saja tersedak jus jeruknya.

Ini gawat kalau Adeline sampai ketahuan. Pikir pria itu.

“Di?” Adeline malah menantang pria itu.

“Di... kamar VVIP.” Si Pria tersenyum sinis.

Argan menaikkan alisnya.

Dewa menghela nafas panjang. Ketahuan, pikirnya. Ia kini langsung merancang strategi bagaimana membawa Argan dan Adeline pergi dari sana.

Sekali lagi, bukan Adeline namanya kalau kalah setelah dicoba dijatuhkan.

“Ah! Ya saya ingat, kita pernah One Night Stand ya. Saya ingat kamu satu ronde saja sudah ketiduran.” Kata Adeline tanpa ragu.

Beberapa hampir tersedak minumannya, sebagian lain terkikik geli.

Si pria rapi langsung tegang. “Itu karena saya sedang mabuk.” Ia membela diri.

“Yaaah, semabuk-mabuknya orang kalau memang dasarnya tahan lama ya pasti main sampai akhir lah. Ini saya merasa waktu itu kayaknya saya baru mulai sih eh kamu sudah keluar. Mana langsung pingsan pula. Tapi makasih ya transferannya khihihi.”

“Astaga...” semua langsung menyembunyikan tawanya.

“Saya memang memiliki banyak pacar sebelum dengan Argan. Seperti halnya Ani-ani yang kalian bawa. Saya juga kenal kok siapa saja Mami mereka, hehe.” Kata Adeline.

Semua wanita di sana langsung salah tingkah.

“Bedanya, saya benar-benar pacar Argan. Ya sayang?” Adeline duduk di pangkuan Argan.

“Hebat...” gumam Dewa dari microphone. “Dia bisa menguasai permainan.”

“Hm...” Argan dalam posisi sedang memijat dahinya.

Berikutnya pria itu merasakan sebuah tangan di lehernya, lalu naik ke dagunya.

Dan ia pun mendongak seiring dorongan jemari lentik itu.

Di sana, di matanya, ia melihat Adeline tersenyum ke arahnya sambil menunduk.

Argan tahu apa yang akan terjadi, namun ia tidak kuasa untuk menghindar.

Adeline sedang menjalankan perannya dengan maksimal. Kelebihan sekaligus kekurangan wanita ini. Ia tidak setengah-setengah melakoni peran.

Akting sebagai pacar pun, terasa sangat real, sungguhan.

Saat bibir mereka bertemu, semua terasa kabur. Sekeliling Argan bagai waktu terhenti.

Bibir lembab wanita itu yang tebal, terasa hangat dan empuk saat menyentuh bibirnya.

Reflek, Tangan Argan memeluk pinggang Adeline, dan ia mendorong wajah Adeline agar ciuman mereka terasa lebih erat.

Adeline mengeluarkan lidahnya, masuk ke dalam mulut Argan.

Argan bisa mendengar riuhan orang-orang di sekeliling mereka.

Tapi ia tak peduli.

Ia sedang menikmati momentnya dengan Adeline.

Di kejauhan, Dewa memperhatikan adegan itu dengan wajah sinis, lalu balik badan untuk keluar dari restoran.

Terpopuler

Comments

Any Wulandari

Any Wulandari

ada yg terbakar tapi tidak jadi arang/Grin/

2025-02-21

1

🥑⃟вуυηgαяι

🥑⃟вуυηgαяι

sukuuuurrr kek snjata mkan tuan huh??😅😅🙈

2025-03-19

0

Anonymous

Anonymous

ngiri ya wa...bilang bosss dong...

2025-02-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!