Ade Putri

“Berangkat kerja Kak?” Admiral akhirnya membantu Vlada mengemas paket.

“Iya, kakak harus mulai kerja jam 12 siang.” Adeline memeriksa isi tasnya memastikan kalau tidak ada barang tertinggal. “Widuri mana?”

“Ngaji.”

“Hari libur begini?”

“Justru hari Sabtu Minggu dia ngaji sekalian ikut Kajian. Katanya kalau absen sekali aja badannya sakit semua.”

“Dia udah ikut Ruqyah belom sih?”

“Sudah tapi ya tetap begitu... habis di ruqyah kayak orang lain. Bentar-bentar ketawa, bentar-bentar manja, malah pernah jadi jantan banget tingkahnya pakai benerin atap bocor segala.”

“Jin-nya ngamuk itu pas di ruqyah.” Desis Vlada sambil menempelkan stiker Fragile ke kotak di depannya.

“Kayaknya ada beberapa jin yang mendiami tubuhnya, jadi dia bisa ngeliat macam-macam.”

“Katanya sih itu qorin leluhur kita.”

“Ck!” Adeline memeriksa ponselnya. “Kalau si ‘leluhur’ muncul lagi, tanya dimana mereka sembunyikan emas dan harta peninggalan. Gue udah bosen hidup melarat.” Ia berkata sinis.

“Banyak yang lebih melarat dari kita. Setidaknya gue punya kerjaan.” Kata Vlada sambil menempelkan stiker alamat.

“Barang-barangnya laku pas Vlada ngadain live toko oren. Katanya ‘Ya Ampun Masnya Tampan rupawan’” Admiral menyindir sambil memonyong-monyonghkan bibirnya. “Sebut nama akunku Maaas.”

“Hm.” Adeline menatap Vlada sambil menipiskan bibirnya.

Vlada nyengir. “Ini tuh rejeki kita. Priviledge kaum glowing. Nggak mandi nggak sikat gigi berhari-hari juga nggak ada yang ngeh.” Ia melingkari bagian wajahnya.

“Kantong mata lo mengganggu banget, pakai concealer dong.” Sindir Adeline.

“konsilor apa’an bro?” bisik Vlada ke Admiral.

“Hm... councel itu kan orang suka menasihati ya, kayak konselor begitu. Mungkin lo disuruh ke psikolog?”

“Apa hubungannya kantong mata dengan psikolog?”

“Mungkin lo butuh curhat sama seseorang biar kantong mata lo ilang?”

Adeline menatap kedua adiknya yang bisik-bisik sok pinter sambil mencibir. Ia pun menggelengkan kepalanya. Ikhlas aja dikasih adik yang tingkahnya nggak jelas seperti ini. Yang penting mereka masih sayang padanya.

“Ah iya! Bulan depan Bude Pakde mau dateng.” Kata Admiral.

“Haa...ahh...” Adeline langsung mengeluh panjang.

“Ini ada beritanya di grup WA. Mereka kangen kita. Terus nanyain kerjaan Kak Elin lancar nggak?”

“Jawab : Lancar.” sahut Adeline cuek.

“Kerja dimana?” Admiral membacakan isi WA si Bude.

“Jawab seperti biasa aja.”

“Sekretaris atau asisten?”

“Sama aja.”

“Di perusahaan apa?”

“Yayasan Outsourcing.”

“Outsourcing... buat ani-ani.”

"Nggak usah jawab ani-ani dong, Admiiiinnnn.” Seru Adeline kesal.

“Itu bercanda kak.” Sahut Admiral sambil mengetik.

Lalu cowok itu diam sejenak. “Kak Elin...” ia pun menyeringai. “Sudah punya calon suami beluuuummmm?”

“Jawab aja sudah, biar nggak bawel.”

“Besok diajak pertemuan juga yaaaa...”

“Jawab aja, dia sibuk.”

“Pacarnya kerja dimanaaaaa?”

“Itu siapa sih yang tanya rese banegt?!” seru Adeline kesal sambil menghentak-hentakkan kakinya.

“Jawaaaab... silakan ditanyakan sendiri ke Kak Elin ya bude, hehe.” Desis Admiral sambil mengetik dengan wajah datar.

“Oh iya!!” Adeline menongolkan kepalanya sambil masang helmnya. “Nanti teman-teman gue dateng bantuin Vlada packing paket. Due date harus hari ini 100 piece terkirim kan ya?”

“50 harus terkirim hari ini, sisanya Pre-Order harus gue rakit dulu di bengkel. Gue butuh orang buat packing karena gue mau nge-rakit.” Kata Vlada.

“Teman-teman lo yang  mana?” tanya Admiral.

“Yang sesama ani-ani lah.”

Vlada dan Admiral tersenyum.

“Jangan main pegang ya, pasaran mereka sekali colek sejuta, nggak sengaja kesenggol 500ribu.” sahut Adeline sambil pamit berangkat kerja.

Vlada dan Admiral langsung segera menyibukkan diri dengan paketnya sambil mendengus.

**

Siang itu, di lain tempat...

“Ck!” Argan berdecak sambil mengernyit saat ia keluar dari mobil mewahnya. Terdiam beberapa saat ia pun menunduk dengan tangan berpegangan ke pintu mobil yang terbuka sambil memejamkan mata dan mengambil nafas. Ia sedang menahan rasa sakit di kakinya. Rasanya nyerinya sampai ke otak.

Dewa menghampirinya dan menyelipkan sebuah pil ke tangan Argan.

“Akhir-akhir ini mulai sakit lagi…” keluh Argan sambil menerima botol air mineral dari tangan Dewa.

“Kayaknya lo lagi banyak pikiran.” kata Dewa.

“Gimana nggak banyak pikiran, tiap hari ketemu setan…”

“Setan bisnis maksud lo? Gue dong yang lo maksud?” Canda Dewa.

“Dibutuhkan manusia setengah siluman untuk membasmi setan.”

“Ilmu hitam dibalas ilmu hitam…” kekeh Dewa.

Mereka berdua mengobrol sambil berbisik-bisik saat menyusuri koridor. Beberapa orang menyambut mereka untuk konferensi pers pembukaan pabrik baru yang bergerak di bidang plastik.

“Nggak usah terlalu dipikirin, bro.” Kata Dewa, “Cukup lakukan saja semua yang gue bilang.”

Argan merasa nyeri di kakinya perlahan hilang, obat pereda sakitnya mulai bekerja.

“Bukan masalah kerjaan yang gue pikirin. Tapi langkah lo yang terkesan main babat luluh lantak semuanya ini malah bukannya bakal cari musuh?!” bisik Argan sambil mencengkeram lengan Dewa.

“Hm,” Dewa hanya tersenyum tipis sambil menatap sekitarnya

“Mereka muncul semua, dari berbagai sudut.” Bisik Argan.

“Kasih gue instruksi, gue gerak berbarengan dengan pidato pembuka.” Kata Dewa sambil menepuk-nepuk bahu Argan.

Pria itu memisahkan diri dari Argan, lalu berjalan agak lambat sehingga orang-orang mulai berjalan mendahuluinya. Ia pun menyelinap ke sudut lain ruangan dan menghilang dari pandangan.

Sementara Argan kini dikelilingi beberapa bodyguardnya yang lain karena kerumunan wartawan mulai merapat.

Mata elangnya, yang memang terlatih untuk melihat jarak jauh saat ia menjadi pasukan khusus, melihat kilatan cahaya yang dari tadi mengincar dahinya.

Walaupun matahari sangat terang, tapi pakaian orang di depan sana itu seakan menyatu dengan warna gedung. Kamuflasenya hampir sempurna tapi mata Argan tidak bisa ditipu.

Tapi kini kilatan cahaya itu seakan lenyap dalam sekejab.

Argan tersenyum.

“Cepat sekali ya...” desisnya puas.

Dewa sudah ada di atas gedung. Membereskan kuman yang tadi menyebar, Sang sniper sudah dilumpuhkan.

Kawan lamanya itu menjaganya dari atas.

Tunggu, bisa dibilang, Argan lah yang menjaga Dewa dari bawah gedung.

Kini pertanyaannya, siapa menjaga siapa?

Argan merasa sangat capek, setelah ini di rumah ia harus berendam air dingin untuk meredakan sakit di kakinya.

**

“Pak Argan mau minum apa?” tanya seorang wanita tinggi yang cantik. Matanya berbinar saat melihat ke arah Argan.

Argan tidak suka wanita.

Semakin cantik semakin mual ia merasa.

Tapi ia juga bukan penyuka sesama jenis. Ia hanya tidak suka wanita.

“Apa saja asal bukan racun.” Desis Argan sambil lanjut membaca draft kerjanya.

Berbagai huruf yang di depannya seakan melayang-layang.

Apa itu Gentleman’s Agreement? Apa itu MoU? Otak Argan rasanya langsung panas.

“Ini Pak.” Sang asisten meletakkan segelas air putih di depan Argan.

Argan pun terpaku ke gelas itu, lalu ia mengernyit dan menatap di wanita di depannya. Air putih? Dari sekian banyak minuman, dan ia hanya diberikan air putih, di gedung sebesar dan semewah ini? Perusahaannya... ya bukan perusahaannya beneran sih, akan memberikan kontrak senilai triliunan dan dia hanya diberi segelas air putih?

Jiwa arogan Argan pun memberontak.

Argan pun Menatap Name Tag si asisten dengan sinis.

Tulisannya “Ade Putri”.

“Hanya air mineral yang kamu punya?” desis Argan sinis.

Wanita bernama Ade Putri itu langsung terdiam dan memandang Argan dengan tegang.

“Ka-ka-karena saya pikir Pak Argan sedang pusing. Minum air putih dapat membantu meringankan sakit kepala.” Desis wanita itu tergagap.

Argan pun tertegun.

Baru kali ini ia mendengar alasan yang masuk akal.

Di balik hal yang menurut dia bermaksud meremehkannya, ternyata alasannya malah sebaliknya, yakni rasa peduli.

“Maaf ya Pak Argan,” seorang laki-laki menarik lengan Si Ade Putri, “Dia orang baru, jadi masih harus banyak belajar. Kami akan menyediakan kopi terbaik dari Toba. Mohon menunggu sebentar ya Pak.”

Argan pun menoleh kembali ke draftnya lalu mengangguk, “Tidak usah. Air ini saja. Terima kasih.” Katanya sambil cemberut.

Si Ade Putri pun digeret oleh supervisornya keluar. “Mbak Ade.” Panggil Argan.

Semua orang menoleh dengan tegang.

Argan pun tersenyum tipis, “Saya memang sedang sakit kepala, terima kasih atas perhatiannya. Saya minum ya.” Katanya kemudian.

Si Ade Putri pun tersenyum terharu lalu menunduk dan segera keluar dari ruangan meeting.

Setelahnya Dewa masuk ke ruang meeting, ia sempat menatap wanita yang berpapasan dengannya barusan.

Ade Putri.

Dewa pun tertegun sejenak.

Lalu terkekeh pelan.

“Perkenalkan ini kepala Bodyguard saya, Dewa.” kata Argan saat melihat Dewa sudah masuk.

Semua di ruang itu menunduk hormat ke Dewa. “Untuk memperketat penjagaan, izinkan saya untuk mendampingi segala aktifitas Pak Argan ya, Bapak-bapak dan Ibu-ibu.” Kata Dewa memberi salam pembuka.

Tapi di sudut matanya, ia memperhatikan sosok wanita tinggi yang sedang berjalan menelusuri ruangan untuk menuju ke arah pantry, sosok yang sebelumnya pernah ia lihat.

Lalu Dewa pun menatap ke arah Argan, yang ternyata juga sedang memperhatikan si Ade Putri.

“Wah...” desisnya pelan. “Mau gue tes dulu nggak air mineralnya bro?” bisik Dewa.

“Nggak usah.” Sahut Argan.

“Dih, nggak biasanya... khehehehe.” Desis Dewa sambil terkekeh.

Ini bakal menarik! Batin Dewa sambil mengangguk bersemangat.

Terpopuler

Comments

Cicak Speed

Cicak Speed

otak gue udh mumed dluan ini Certanya akak huaaa si dewa di argan duh twins but not twins

2025-01-10

0

Renesme

Renesme

Pastilah...karya kak Author ngga ada yang ngga menarik

2025-02-01

0

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

jauh banget woy 🤣

2024-10-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!