Sambil merobek kertas pesanan dari printer, Vlada mendesis kesakitan sambil memegangi pipinya yang merah ditampar Adeline.
“Sumpah, gue masih perjaka.” Kata Vlada cepat.
“Bohong.” Sahut Adeline cepat. “90% anak remaja 14 sampai 21 tahun sudah tidak perjaka.”
“Penelitian dari mana sih itu. Klien kakak ada yang di bawah umur?!”
“Ya nggak lah, mana ada anak ingusan dibolehin masuk ke club. Kecuali tipe yang ini bisa tipu-tipu.” Adeline menunjuk Admiral.
“Makasih DNA...” gumam Admiral sambil lanjut mengetik. Dia sedang membuat metode statistik untuk hasil risetnya di skripsi. “Kita semua bau minyak telon di hidung orang tua kita, walaupun sudah menginjak 60 tahun.”
“Sumpah aku tanya dari tadi nggak dijawab, itu alat apa?" ketus Widuri kesal tidak ada yang memperhatikannya. "Aku hanya tahu itu alat pijat untuk dewasa, tapi gimana cara pakenya? Di pentung-pentung begitu? Di pukul di bagian mana kok getar-getar gini? Apa nggak risih kalo kena kulitnya? Kalau alat pijat doang kenapa Vlada sampai ditampar sama Kak Elin? Memangnya itu barang ilegal?” kata-kata yang keluar dari mulut Widuri membuat Adeline langsung memeluknya.
“Kamu tak perlu tahu, nanti kalau sudah 40 tahun kakak baru berani kasih tahu kamu.” Sahut Adeline.
“Oh! Aku tahu cara pakainya!” seru Widuri dengan mata berbinar sambil mengangkat ‘benda’ itu. Bahkan wujudnya seukuran lengannya.
Semua langsung melotot dengan tegang.
“Gini Kan? Wah lumayan enak ya ternyata...” Widuri menempelkan benda itu di punggungnya. “Belakangan aku pegel-pegel kebanyakan duduk.” Ia pun mengangguk-angguk. “Lebih enak kalau dibikin ada pemanasnya juga kak.” Sahutnya kemudian.
Adeline dan dua adiknya hanya bisa menarik nafas gugup.
“Sekarang, Vlada!” tegur Adeline mengalihkan perhatian.
“Siap Boss!!”
“Gue bakal bantuin lo paking dan nganterin lo ke pabrik untuk bisa produksi beginian dalam jumlah masal, asalkan lo ngomong gimana caranya lo bisa menciptakan alat ini?! Siapa pengujinya hah?! Ngaku aja daripada lo ngehamilin anak orang nggak ngomong-ngomong! Paling tidak, gue harus siapin kompensasi dari sekarang.”
“Aku beneran masih perjaka.”
“Depan belakang masih perjaka?”
“De-depan belakang? Amit-amit... Iyaaaaaa masih perjaka kak!” lalu Vlada terdiam. Dia sedang berpikir apakah bersentuh secara intim bisa disebut masih perjaka?
“Tapi, kak, kalau pegang-pegang area sensitif masih bisa disebut perjaka nggak?” akhirnya dia memberanikan diri bertanya dari pada salah.
BLETAKK!!
Adeline melempar sepatu hak tingginya ke arah Vlada. “Lo nggak sepolos yang gue kira. Gue kecewa berat!”
“Ya masa gue solois terus, pubertas nih Kak.” Gumam Vlada.
Ia melirik ke Admiral. Admiral menggeleng singkat. Vlada langsung buang muka, Admiral menunduk.
“Nggak usah saling kode, ada masalah gue juga yang kena, kunyuk...” gumam Adeline curiga sambil menatap bergantian ke Vlada dan Admiral.
“Jadi gini kak,” kata Admiral akhirnya angkat bicara. “Yang jadi pengujinya alat bikinan Vlada tuh pacarku. Sekarang udah mantan, sih.”
“Heh?!” Adeline makin kesal.
“Dengerin dulu jangan emosi.” Sungut Admiral. “Setelah masternya dicoba pacarku, katanya dia lebih suka yang bentuknya lebih besar dan getarannya lebih kencang. Dibuatlah prototype awal.”
“Bah!” seru Adeline. “Prototype gundulmu.”
“Setelah dapat masukan darinya, dibuatlah produk ini. Pacar gue sampai kejang-kejang sambil teriak-teriak pas uji coba kedua. Kakak coba aja dulu.”
“Coba?! Lu gila Ral!” bisik Vlada kaget. Sungguh, ia tak ingin melihat kakaknya sendiri melakukan itu-itu-an di depan mukanya.
“Sssst!” desis Admiral sambil meletakkan benda itu ke depan Adeline.
Adeline memicingkan mata, lalu mengambil segelas air.
Dan mencelupkan benda itu ke dalam air.
“Wow...” desisnya saat melihat gelombang yang muncul dan riak dari dalam air.
“Begitu ternyata cara ngetes-nya bro...” bisik Admiral ke Vlada.
“Lah, mana gue tahu...” balas Vlada.
“Lu kan yang jualan, gimana sih?!”
“Gue aja kaget benda gituan bisa laku...”
“Modal nekat dan keberuntungan aja lu, kagak riset dulu.”
“Heh!” sahut Adeline ke adik-adiknya. Mereka langsung pasang postur tubuh siaga. “Ini bakalan konslet gak?!”
“Gue udah banting dari atap, jatohin ke air, dilindes motor, kemasan luar aman, 7 lapis kayak rahim.” Sahut Vlada kaku kayak baca teks.
Sementara Adeline cukup terkagum-kagum melihat ‘hasil kerja’ Vlada di ‘alat pijat khusus’nya. “Hm... bisa jadi ladang cuan label Haram nih, gue jual aja ke club ya...”
“Jual... ke club?!”
“Bakalan banyak yang butuh di ‘agen’ tempat mamih.”
“Wooohhh!” sahut Vlada dan Admiral. “Ide bagus!”
Adeline hanya tersenyum sinis. Ini karena kebanyakan laki-laki yang menjadi kliennya masuk dalam kategori ‘tidak memuaskan’ alias cepat sekali durasinya. Istilahnya, noleh dikit udah jempalit. Jadi banyak wanita teman-temannya yang karena tanggung akhirnya menuntaskan hasrat diri dengan alat. Walau pun di lain pihak hal itu membuat mereka bagaikan mendapat uang dengan cara mudah.
“Tapi sebelum itu, gue mau mendiskusikan beberapa hal penting. Ini mungkin bisa jadi cadangan bisnis kita kalau-kalau gue masuk penjara.” Adeline melipat kakinya dengan anggun sambil mempersiapkan diri membicarakan mengenai pekerjaannya sekarang dengan adik-adiknya.
“Penjara?!” tanya Admiral tak mengerti.
“Maksud lo kak?” tanya Vlada.
“Jangan bilang kakak jadi istri ketiga pejabat anu di daerah anu.” Sahut Widuri.
Adeline mencibir mendengar adik bungsunya itu.
“Nggak, belom jadi istri pejabat. Kepikiran sih tapi kesempatannya belum ada.” Desis Adeline.
“Iya lah, mana ada yang mau cewek galak kayak gini, lo liat nih pipi gue sampai ungu ditampar...” bisik Vlada ke Widuri.
“Nggak begitu ya Cangcorang! Makan bergizi sana biar nggak kering!” seru Adeline merasa terhina.
Vlada diam menahan senyum gelinya.
“Jadi... kakak sudah keluar dari agen.” Kata Adeline serius.
“Alhamdulillah.” Sahut semuanya.
“Kakak sekarang jadi ART.”
“Astaghfirullah... buat majikannya.” Balas semua.
Adeline mencibir kesal. Maksudnya suatu hal yang sial bagi si majikan kalau Adeline sampai jadi ART di satu keluarga? Adik-adiknya ini kurang ajar semua. Begitu pikir wanita itu.
“Tobat kak, kasihan Tuan dan Nyonyanya. Mereka bisa jantungan tiap hari diomelin kakak. Bukannya bersih-bersih malah nyuruh-nyuruh sih ini.” Sahut Admiral sambil geleng-geleng kepala.
“Lo selesaikan aja skripsi lo nggak usah banyak bicara. Mana nomor dospem lo sini nanti gue yang ngadepin!”
“Manja lu.” Goda Vlada ke Admiral.
“Nggak usah buka paha ke dosenku kak.” Sahut Admiral cepat.
“3 bulan kagak di acc, gue ke kampus lo.” Ancam Adeline.
Admiral menarik nafasnya lalu pasrah.
Adeline lalu mengernyit dan membulatkan tekatnya untuk kembali bercerita, adik-adiknya harus tahu apa saja yang ia lakukan agar semua bersiap-siap. “Kakak akan jadi ART... di rumah keluarga Atmorajasa.”
“Eh...?” desis semua. "Atmo... rajasa yang itu?" seketika tubuh Admiral terasa lemas, dan Vlada tampak lebih suram dari biasanya
Adeline mengangguk. “Kakak sudah diterima di sana. Gaji bulanannya lumayan besar,”
“Aku masih bisa membiayai keluarga ini, kakak nggak usah jual diri ke pembunuh orang tua kita.” Geram Vlada.
“Kakak jadi ART di sana untuk mempelajari gerak-gerik Argan Atmorajasa. Kakak akan membunuhnya.”
Semua langsung diam dan tegang.
Seketika, berbagai pikiran buruk berkelumit di otak mereka.
Bagaimana kalau begini, bagaimana kalau begitu.
Mendadak semua terasa lebih sulit sekarang.
“Dengar ya Adik-adikku. Kakak tahu Ayah dan Ibu meninggal karena ulahnya sendiri. Tapi... mohon maaf nih, Atmorajasa sudah memiliki banyak harta, apa sih susahnya melepas sebidang tanah saja untuk orang tua kita? Sampai harus membiarkan kita terlantar seperti ini?”
“Mindset kakak kayaknya konslet.” Gumam Vlada. “Kalau mereka biarkan, orang-orang seperti ayah dan ibu akan merajalela. Lagian yang salah kan mafia tanahnya.”
“Tetap apa pun argumen kamu, kakak tetap benci Atmorajasa. Yang harusnya mereka sasar adalah mafia tanahnya, bukan orang tua kita dong! Semua di dalam keluarga itu akan kakak buat menderita, bahkan mati!” seru Adeline. “Kamu tahu tidak kalau Bank tempat Ayah dan Ibu berhutang ternyata juga milik mereka? Mereka itu pebisnis kotor!”
“Tidak ada yang tahu siapa yang salah,” desis Admiral. “Di mataku semua pihak salah.”
“Kakak bersedia dipenjara demi dendam ini. Kakak tidak sudi melihat senyum para Atmorajasa di atas mayat Ayah dan Ibu!” seru Adeline.
Admiral, Vlada dan Widuri terpaksa bungkam. Kalau kakaknya memiliki kemauan, pasti akan dilakukannya. Lagi pula, dulu itu mereka tak mengerti permasalahan serta birokrasinya. Bahkan sekarang pun semua terasa acak-adut di benak mereka. Yang mereka tahu sekarang, Adeline akan menjatuhkan dirinya ke jurang untuk hal yang tak pasti dan kecil kemungkinan akan bisa naik kembali.
“Lalu... apa rencana kakak?” tanya Vlada.
Widuri tidak bisa bicara apa-apa, matanya mulai berkaca-kaca.
Tak sanggup rasanya mendengar kata ‘penjara’ menghiasi dahi kakak perempuan kesayangannya ini.
“Sambil jadi ART, kakak akan mencuri.” Senyum Adeline penuh kelicikan.
“Haaaaaah...?!
“Pokoknya sampai tabungan kalian cukup memulai hidup baru. Targetnya untuk kalian dapat satu orang satu miliar. Mereka banyak harta. Kakak akan mengambil sedikit-sedikit. Kalian jual dan masukkan ke tabungan pribadi kalian. Untuk Widuri, nebeng dulu ke Admiral seperti biasa, ya. Kakak tidak akan menggunakan tabungan kakak kecuali untuk gaji masuk saja.”
Admiral mengutak atik ponselnya dan membaca profil keluarga Atmorajasa.
“Hm... ada grup telegram yang memang pernah mengulas wacana keluarga ini. Kalau cari di mesin pencari tidak akan dijabarkan dengan detail karena memang seperti layaknya konglomerat mereka ini menjauhi publik.”
“Bagaimana?” tanya Adeline penasaran.
“Saat ini setelah Hartadi Atmorajasa pensiun, yang menggantikannya memimpin empire adalah Anak sulung mereka yang kembali dari Bisnisnya di Hongkong. Gaya kepemimpinannya dianggap arogan oleh netizen. Semua yang menghalangi bisnisnya akan disingkirkan. Perubahannya besar-besaran, termasuk birokrasi dan manajemennya. Saat itu sepertinya yang berurusan dengan ayah dan ibu ya si sulung ini. Namanya Argan Dewa Atmorajasa. Benar yang ini, Kak? Si Argan-Argan ini?”
“Sepertinya benar, kakak akan jadi ART khusus yang menangani Argan ini dan adiknya, namanya Rinjani.” Kata Adeline
“Hm...” Admiral membaca komentar yang panjang di grup telegramnya. “Tampaknya, di kalangan wanita, yang terkenal di keluarga itu malah bukan Argannya.”
“Siapa?”
“Ada kepala bodyguardnya, namanya Arya Ganendra Dewantara. Katanya dia teman si Argan saat jadi pasukan khusus pemberantasan pemberontak di Papua. Katanya ganteng banget.”
Adeline senyum-senyum, “Cowok paling ganteng yang pernah gue liat.” Desis wanita itu.
“Seganteng apa kak?” Widuri mengernyit.
“Kamu waktu itu pernah mengidolakan Power Rangers hitam yang edisi Cosmic Ranger?” tanya Adeline.
“Change Perez?” tebak Widuri
“Iya, yang ini lebih manly.”
“Woooh ganteng banget dooong!” seru Widuri takjub
"Dia dipanggil Dewa di sana, wujudnya emang kayak Dewa beneran sih, hihihi!" kikik Adeline.
“Perempuan...” Admiral dan Vlada geleng-geleng kepala, prihatin.
“Ekstrim banget ya dari militer bisa jadi pebisnis.” Adeline berdehem kembali ke topik.
“Background keduanya memang tentara, tapi setelah dibebastugaskan, si Argan ini ke Hongkong untuk mengurus bisnis, dan si Dewa jadi bodyguardnya. Setelah Pak Hartadi pensiun, Argan dipanggil kembali ke Indonesia.” Admiral kembali membaca berita, “Dan ada yang menarik, ada gosip.”
“Yaitu?”
“Si Dewa ini... pernah tertembak di kakinya. Tepatnya di paha atas, di bawah pinggul. Hal itu berdampak ke... masalah disfungsi sek sual nya.” Admiral menyeringai sambil merendahkan suaranya.
Adeline ternganga.
Pupus sudah harapannya menggoda si Dewa.
Percuma kalau ganteng tapi...
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Endang Sulistia
auto searching ...
2024-12-22
0
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
fix itu cuma gosip
2024-10-28
0
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
tenang yg ganteng ituh dah kepincut ma kakakmu 🤭
2024-10-28
0