Argan mengernyit sambil memperhatikan Dewa. Si ganteng lagi nyisir pakai spion depan mobil. Lalu ia sedikit mengacak-acak rambutnya agar menciptakan siluet badboy, lalu mengambil parfum dari dashboard dan menyemprotkannya ke beberapa bagian tubuhnya.
Sudah, hanya begitu saja ia berdandan, bahkan ia jadi lebih ‘bersinar’ dibanding Argan. Aura King memang beda ya.
Tapi dari dulu si Dewa a.k.a Tuan Muda Atmorajasa ini memang kurang suka bermewah-mewah. Senjata andalannya Kemana-mana adalah satu set sikat gigi travelling yang selalu tersedia di kantong celananya.
Kalau untuk berdandan, di tas kecilnya tersedia sabun muka, sunblock, pomade dan parfum saja. Kalau sedang ada di antah berantah, sabun muka ia jadikan shampoo sekaligus sabun mandi juga. Bahkan buat cuci baju ia pakai sabun muka. Bisa jadi buat mencuci dosa-nya, medianya juga sabun muka.
Ngomong-ngomong ‘Si Tuan Muda aseli’ ini barusan menyisir menggunakan sisir stainless yang ada di pisau lipatnya.
Kalau sudah tampan dari lahir jelas beda ya. Diceburin ke oli tetap saja menawan.
“Kenapa sayang? Ngeliatin aku terus…” desis Dewa sambil melipat kembali sisirnya dan memasukkannya ke kantong celananya.
“Nggak ada kerjaan, jadi ngeliatin lu aja.”
“Kerjaan sih banyak, lu aja yang lagi nggak mood.”
“Gue nunggu instruksi lo aja.”
“Lah dompet gue ketinggalan.” Keluh Dewa.
“Sejak kapan lo bawa dompet?” Tanya Argan. Jaman sekarang, semua ada di ponsel, sampai pembayaran juga pakai hape. Jadi sebenarnya Dewa jarang bawa dompet.
“Sejak kemarin gue ketembak, gue sadar kalau gue butuh nyimpen identitas diri biar nyokap gue tau kalau yang mati tuh gue.”
“Kan ada gue.”
“Kemarin kita ketembak bareng-bareng. Emang lo mau di nisan lo ketulis nama gue? Nanti di nisan gue malah ketulis nama lo.”
“Nggak ah, mending gue pake nama Fulan. Pakai nama belakang Atmorajasa udah pasti kuburan gue dihujat banyak orang, amit-amit.” desis Argan.
“Kan cuma lo yang tahu kebaikan gue.” Dewa menyeringai.
“Kebaikan lo tuh apa? Coba kasih contoh. Lo itu laki-laki terkejam yang pernah gue tahu, sembunyi di balik senyum Monalisa!”
“Yeee…” gumam Dewa. “Oh, ada satu kebaikan gue.”
“Apa’an?”
“Gue nggak ngomel walau pun sebenernya gue sebel juga lo terlalu sering ganti c ela na dalam. Gue lebih menjaga perasaan lu bro dibanding Mbak Ade.”
“Mau gue gampar?”
“Ampun, suhu.”
Lalu mereka terdiam sibuk dengan ponsel masing-masing, mengurusi pekerjaan mereka.
“Ini… pemain baru ceroboh juga gerakannya. Mau nyaingin gue apa gimana?” Desis Dewa sambil merengut.
“Siapa sih?”
“Ryan Widjaja dari Bestari Jaya.”
“Dia kemarin main libas BPR. Pede banget nggak liat-liat untung rugi.” cibir Argan.
“Hm…” Dewa mengernyit melihat pergerakan saham. “Wa, lo minta tim IT kita masuk ke sistem BPR itu ya, laporin OJK aja kalau ada yang nggak beres. Biar nih anak rugi dikit.”
“Ngapain? Biar aja dia gerak dulu.”
“Nggak mau. Libas dia. Sekalian kasih pelajaran kalau main tuh pelan-pelan. Liat kiri kanan. Kalau nggak pernah bangkrut, berarti dia belum belajar.” kata Dewa.
“Elah. Kerjaan lu ngebully orang.” keluh Argan.
“Yang beginian jangan dikasih ampun Wa, Nanti kita masuk kalau dia butuh bantuan, biar dia ketergantungan sama kita. Kesannya kayak kita menolongnya.”
“Jadi biar lo dianggap pahlawan, lo jadi musuh dulu. Licik dasar.”
Dewa menyeringai, “Konsep kapitalisme itu, kalau kita mau orang beli ‘Vaksin’ kita, maka?”
Argan menghela nafas sambil bersandar ke kursi mobilnya, “...kita harus ciptakan virusnya, dan sebarkan.”
“Betul.” Sahut Dewa. “Gue ngambil dompet gue dulu. Kemarin gue taro di meja lo, di bawah laptop.”
“Dewa, lu harus biasakan manggil gue pake nama Argan. Belakangan lo sering keceplosan. Wa we wo wa we wo. Orang bisa curiga bro.” desis Argan saat Dewa mau keluar dari mobil.
“Mau diganti aja nggak nama panggilan kita? Gue manggil lo Darling aja gimana?”
“Gue manggil lo… Embah. Oke?” tantang Argan.
“Maaf Bro, gue mundur. Mulai sekarang lo Argan, gue Dewa. Valid sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Kecuali ada Force Major. ” Dewa cekikikan sambil menutup pintu mobil dan berjalan masuk kembali ke dalam rumah untuk mengambil dompetnya.
Tahu kan apa yang selanjutnya terjadi?
Ah! Masa nggak tau, ih sok polos.
**
Adeline keluar dari kamar mandi Argan sambil menghanduki tubuhnya.
Entah bagaimana ia tahu kalau Argan pasti sudah keluar dari kamar. Pria itu lumayan gentleman untuk tidak memanfaatkan keadaan. Dan sepertinya Argan juga tahu kalau Adeline tidak tertarik padanya.
Mereka saling Tidak Tertarik, bisa jadi saling membenci satu sama lain.
Sikap Argan ke Adeline justru membuat Adeline heran. Apakah pria ini benar-benar seorang Atmorajasa yang terkenal jahat itu?
Selain itu…
Di rumah sebesar ini, keberadaan orang tua Argan entah dimana. Mungkin memang benar Hartadi Atmorajasa diasingkan anaknya sendiri entah dimana.
Tapi kenapa?
Argan yang seperti itu bisa berbuat jahat ke orang tuanya sendiri? Apa yang dilakukan mereka berdua?
Adeline merogoh tas kertas yang berisi pakaian yang ia bawa dari rumah. Ia bawa satu set lengkap dengan sepatu dan tas branded duplikat buatan Vlada.
Enak juga punya adik jago malsuin barang, jahitannya benar-benar rapi. Nggak harus keluar duit banyak buat satu tas berlogo D.
Ia lepas handuknya, Adeline biarkan kain itu terjatuh di lantai. Sambil merentangkan gaun sederhananya, tanpa busana, ia berdiri di depan kaca besar.
Cklekk!
Dan Dewa pun masuk.
**
Beberapa detik berlalu mereka masih saling terdiam sambil bertatapan.
Sampai Adeline tersadar, dan akhirnya tanpa bersuara mengambil handuk di lantai dan menutupi tubuhnya.
Dewa…
Yah, Pria itu membuang muka dengan wajah yang langsung cemberut.
Tanpa berkata-kata, ia ke arah meja kerja Argan.
Lalu membuka laci di bawah meja, dan mengambil dompetnya.
Dan ia pun menunduk sambil bertumpu pada pinggiran meja.
“Mbak Ade…” desisnya serak.
“Y-y-ya Pak?” jawab Adeline gugup.
“Lagi ngapain di kamar Argan?”
“Saya…” Adeline mengeratkan pegangannya pada handuk yang membelit tubuhnya, “Habis mandi Pak.”
“Habis mandi?”
Adeline mengangguk.
“Aneh sih.” Sahut Dewa.
“Aneh?”
“Argan kan nggak bisa…” Dewa tidak melanjutkan kalimatnya. Lalu memutuskan untuk mengganti pertanyaannya. “Kenapa mandi di kamar Argan Mbak? Kok mencurigakan. Kalian habis ngapain?”
Pertanyaan Dewa membuat mata Adeline membulat.
Ah! Jadi karena itu Dewa langsung bete? Apakah pria ini cemburu dan pikirannya jadi ‘macam-macam’?
“Kalian? Maksudnya saya dituduh macam-macam sama Argan, begitu?” Tanya Adeline kesal.
“Ya apa lagi?” Desis Dewa dengan tatapan tajam.
Menurut Adeline, kalau sudah begini ya sudah susah diyakinkan. Ia juga jadi serba salah jadinya.
“Saya hanya pinjam kamar mandinya.” Kata Adeline. “Lagi pula Argan sedang bersama Pak Dewa di luar sana. Apa salahnya? Saya sudah diberi izin.”
Kita tahu dia bukan diberi izin tapi dia maksa dikasih izin, bukan? Hehe.
“Kamu tidak bisa seenaknya begini.”
“Lagipula, Pak Dewa sedang apa di sini?”
“Ambil dompet.”
“Dompet Pak Dewa ada di kamar Argan? Kenapa tidak disimpan di kamar sendiri? Bapak sama saja anehnya dong.”
Ya itu karena kita semua tahu kamar ini sebenarnya adalah kamarnya Dewa, bukan?
Sebenarnya yang nggak punya kamar, dan tidak punya barang pribadi, malah justru Argan ya. Hehe.
“Sudah biasa, kami satu kesatuan dulu. Justru kamu… orang asing yang dengan lancangnya memakai kamar mandi majikan. Kalau bukan karena ada hubungan istimewa, apa lagi?”
Adeline menarik nafas panjang. “Saya tidak ada… sudahlah!” ia mengibaskan tangannya, malas ribut-ribut.
Di pikirannya, ‘terserah saja kalau Dewa mengira dia dan Argan berbuat ‘itu’. Toh itu bukan urusan Dewa juga’. Begitu pikir Adeline.
“Terserah Pak Dewa saja lah mau berpikiran apa. Kalau memang benar, bukan urusan situ juga…” Adeline membuka handuknya dan berniat mengenakan pakaiannya untuk acara. “Maumu saja lah menduga macam-macam. Nggak ada ruginya buat saya juga kok. Jadi simpanan Boss lah, jadi penggoda lah. Sudah biasa bagi saya dituduh ini-itu.”
Sudah biasa.
Dari dulu selalu begitu.
Semua selalu meremehkan Adeline.
Semua biasa menuduh Adeline.
Seharusnya tidak masalah bagi Adeline.
Tapi…
Kenapa tatapan Dewa saat ini begitu menghujam jantungnya?
Wajah kecewa Dewa yang seperti ini malah membuat hatinya begitu sakit.
Adeline membuka tubuhnya di depan Dewa.
Ia mengenakan pakaiannya sambil menyembunyikan raut wajahnya yang muram.
“Ayo, nanti terlambat.” Desis wanita itu sambil menenteng tasnya dan berjalan ke pintu kamar.
Namun gerakannya terhenti akibat lengannya ditarik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
🥑⃟вуυηgαяι
ku mau pura² polos biar g dkata suhu😩
2025-03-19
0
Anonymous
mau apa tuh....kok tangannya ditarik.../Hey/
2024-10-05
0
🍌 ᷢ ͩ🏘⃝Aⁿᵘ Deέ
waduhhhh...😄😄😄
2024-09-08
1