Musuh Bebuyutan

Tok Tok Tok!

“Pak Argan?” sahut Bu Siti pelan.

Sebelumnya dia mengetuk 3x di pintu Argan.

Namun tidak ada jawaban setelah ditunggu beberapa detik.

“Anuuuu... Saya membawa Maid baru, Pak. Rekomendasi Pak Dewa, namanya Ade-”

BLAKK!!

Pintu itu langsung terbuka dengan cara dibanting keluar.

Wajah dengan dahi berkerut muncul dari balik pintu jati besar itu, membuat Bu Siti dan Adeline langsung mundur, takut terkena hantaman pintu.

“Rekomendasi siapa?!” Tanya pria tinggi besar yang berasal dari dalam kamar itu.

“Rekomendasi… Pak Dewa.”

Si Pria menatap Adeline dari atas ke bawah. “Dewa? Masa?”

Lalu ia pun memicingkan matanya karena tak yakin wanita cantik di depannya ini adalah rekomendasi sahabatnya. “Saya nggak butuh pelayan pribadi.”

Dan ia pun menutup pintunya kembali.

Dengan cara dibanting, tentu saja. BRAKK!!

“Itu Pak Argan?” Cibir Adeline ke arah Bu Siti.

Bu Siti mengangguk sambil pasang mimik khawatir.

“Dia bilang nggak butuh pelayan pribadi? Memangnya selama ini siapa yang mencuci bajunya?”

“Ya saya.” jawab Bu Siti.

“Tega banget dia nyuruh-nyuruh Bu Siti yang sudah tua ini… sudah renta masih saja tak bisa istirahat dikasihnya pekerjaan bersih-bersih debu, kalau asma gimana?! Disuruh nyuci baju pula! Nyapu ngepel, durhaka banget si Argan nih nggak pernah punya ibu kayaknyaaaaa!!”

“Hush hus hus sssshhh!!” Seru Bu Siti sambil membekap mulut Adeline.

“Heh!” Argan pun membuka pintu kamarnya lagi sambil menipiskan bibirnya tanda kegeramannya. “Kamu ngomong apa barusan?!”

Adeline menggeleng. Mulutnya masih dibekap bu Siti.

Argan pun menuding Adeline, “Awas kamu ya, hati-hati kalau bicara. Saya minta tolong Bu Siti karena tidak ada yang bisa dipercaya di rumah ini. Jelas nggak? Lagi pula hampir semua kebutuhan saya, saya lakukan sendiri. Jadi saya tidak butuh Maid. Mengerti?”

“Saya juga nggak mau ngelayanin situ. Sana lakukan semua sendiri. Tuan muda merangkap anak kos ini sih. Apa-apa sendiri. Kasihan amat hmpphhh hmmpp!!” Kembali Adeline digeret oleh Bu Siti sambil dibekap mulutnya.

“Bu Siti yakin dia direkomendasikan Dewa? Kok nggak ada adabnya? Mulutnya kayak cewek di platform esek-esek.” Kata Argan. “Sebenarnya kamu di sini untuk jadi pembantu atau pela cur?”

“I can be anyone depends on situation.” Sahut Adeline sambil mengangkat bahunya. (arti : gue palugada, hehehe).

Argan langsung melongo.

Bu Siti hanya kebingungan melihat ke arah Argan dan Adeline karena dia nggak bisa bahasa Inggris.

“I’m multitasking, in case any unexpected condition i have to survive. We live in a mad world.” Tambah Adeline lagi. Dia sengaja pakai bahasa Inggris agar pan tatnya selamat dari selapetan Bu Siti. (Gue multitasking kalo kejebak di kondisi yang tak terkira, gue kan harus bertahan hidup, Cuy. Kita nih hidup di dunia yang gila.).

“That is definitely different side, dasar cewek gila. You’re not welcome here.” (Nggak gitu konsepnya, cegil. Pokoknya lo nggak diterima di sini).

“Aren't we the same? like you who survived by getting rid of your father, maybe you look a like an angel but you’re definitely a devil.” (Bukankah kita sama saja? Seperti kamu yang bertahan hidup dengan menyingkirkan ayahmu, kamu bisa saja tampak seperti malaikat tapi kamu sebenarnya iblis.)

BRAKK!!

Sebuah tangan besar langsung mencengkeram leher Adeline dan mendesaknya ke dinding.

Bu Siti sampai berteriak kaget karena panik.

“Kamu tahu apa, betina?” geram Argan. “Udah dipikir waktu kamu ngomong begitu? Memangnya saat itu kamu tahu apa yang terjadi? Kejutan banget kalau kamu memang tahu berarti kamu harus ikut kami singkirkan.” Bisik Argan. Cengkeramannya di leher Adeline mengencang.

Adeline sampai tercekat kehabisan nafas disertai nyeri yang amat sangat di jalur pernafasannya. Matanya mulai berkunang-kunang karena kurangnya asupan oksigen.

Tapi...

Bukan Adeline kalau menyerah.

Secara cepat ia cengkeram lengan besar Argan, ia seakan bergantung di lengan yang mencengkeram leher kurusnya, lalu ia posisikan tubuhnya setengah melayang dan kakinya yang sudah terlatih strip-tease ia lenturkan ke arah pinggang Argan. Ia belut tubuh Pria itu, secara otomatis pegangan Argan mengendur.

Saat itulah Adeline menumpu sikutnya ke punggung Argan dan berbalik.

BRUAGG!!

Ia banting tubuh besar itu ke lantai.

“Ya Tuhanku!! Astaga Pak Argan!!” Bu Siti menjerit-jerit histeris.

Adeline setengah berlutut di lantai dengan tangan terkepal ke atas, “Yess! Kemampuan gue masih paten!” dia bangga kepada dirinya sendiri yang tangguh

Tapi...

Berikutnya dia tertegun saat tubuh besar itu mengeluh kesakitan di lantai.

Adeline pun segera menyadari kesalahannya.

“Anjir...” gumamnya.

Eliiiin lu bego banget sumpah otak kadal kopong kayak kerupuk kulit! Lu kan di sini mau ngumpulin duit 2 eeeem dan ngebunuh ni orang! Kalo lo dipecat gagal udah semua rencana begooooo! Dia mengumpat ke dirinya sendiri.

”A-a-anuuu Duh, Pak Argan masa gitu aja jatoh sih Pak, Badan Bapak kan segede King Kong 2 meter cuma saya kelitikin aja kok kepleset sih...” desis Adeline sambil meringis.

“Di kelitikin apanya, kuntilanak pirang?” gerutu Argan sambil berdiri. “Kamu nih siapa sebenarnya? Nggak mungkin kamu cuma sekedar Maid!”

“Hehe.” Terdengar kekehan dari tengah mereka.

Mereka langsung menoleh ke samping.

Dewa dengan senyum Dewa Apollonya bagai menyinari semua ruangan. “Serius lo jatoh Gan? Kheheheh...” Dewa tampak menahan agar tidak tertawa terbahak tapi sangat kelihatan kalau dia geli banget. “Gue dateng di saat yang tepat, padahal gayanya Mbak Ade tuh sederhana loh, tinggal muntir ke belakang aja.”

“Dia orang suruhan lo Wa?!” seru Argan semakin emosi.

“Yep!” sahut Dewa tegas.

“Buat apa?!”

“Buat elu lah.”

“Gue nggak butuh!”

“Lo butuh Gan, percaya deh. Mbak Eli... eh, Mbak Ade ini spesial kok. Dia bisa segalanya. Cuma perlu... diawasi aja sebentar. Hehehe.”

“Terus, apa gunanya dia buat gue, Hah?”

“Maid, sekaligus perawat. Pijetannya Mbak Ade enak kok.” Kata Dewa.

“Hah? Tahu dari mana?” Sahut Adeline.

Dewa diam sebentar, ia sedang berpikir.

Tahu dari mana? Ya jelas karena sudah pernah merasakannya kan? Tapi mana mungkin Dewa ngomong begitu. “Dari... bentuk tangan dan kemampuannya menjatuhkan Kingkong setinggi 2 meter. Khehehehe.”

“Ngawur lo.” Gumam Argan dan Adeline berbarengan. Iya berbarengan, dalam hal ini mereka satu suara.

“Hm,” Dewa masih mesem-mesem nggak jelas. “Bu Siti, sampai di sini saja ya. Berikutnya urusan saya” Dewa pun menepuk pundak Bu Siti.

“Haduh Pak Dewa saya khawatir, kayaknya Mbak Ade harus dikerangkeng.” dengus Bu Siti.

“Wah sayang banget. Justru saya pilih dia karena dia pekerja keras dan kayaknya kokoh terhadap hujatan si Argan.” Dewa menyeringai.

**

“Bapak-bapak sekalian, saya mohon maaf,” Adeline langsung membungkuk meminta pengampunan di hadapan Dewa dan Argan setelah Bu Siti pergi dari sana.

“Bodo amat…” gerutu Argan.

“Kami maafkan kok, untung kamu cantik.” Kekeh Dewa dengan nada bercanda.

“Cantik tapi go blok...”sahut Argan.

“Cantik dan tangguh. Udah biasa menghadapi prahara ya Mbak Ade. Lumayan juga untuk lulusan sekolah perhotelan.”

“Lo serius yang kayak gini diterima? Kurang ajar begini, dia berani banting gue, bentar lagi nih rumah bakal dia bakar kayaknya!” protes Argan

Adeline langsung berpikir ‘itu ide bagus, penyamaran jejak. Dengan mayat si Argan di tengah ruangan.’

“Mbak Ade,” panggil Dewa.

“Ya Pak?” Adeline langsung kembali ke realita dan menegakkan tubuhnya.

“Saya jelaskan sedikit tugas Mbak Ade yang berhubungan dengan Argan ya.”

Adeline melirik Argan dengan sinis, namun tak disangka Argan juga sedang melirik Adeline dengan kesal. Mereka berdua saling memicingkan mata seakan saling menantang.

“Mbak Ade tahu teknik pijat refleksi?” tanya Dewa. Adeline langsung menoleh padanya sambil pasang wajah ramah mode on.

“Tahu. Dasarnya aja sih.”

“Begituan diajarin di sekolah perhotelan?” sindir Argan.

“Kursus kok.” kata Adeline meralat.

“Dia nggak profesional.” sahut Argan ke Dewa.

“Gan kita nggak bisa bolak-balik nyuruh orang untuk membereskan masalah lo. Berita akan tersebar.” Dewa berbicara dengan nada pelan ke Argan.

“Terus menurut lo kalau sama ‘yang ini’ nggak bakalan kesebar?!” Argan menunjuk Adeline.

“Dia musuh banyak orang. Nggak punya teman.” Dewa mengangkat bahunya.

“Tahu dari manaaaa?!” seru Argan dan Adeline, lagi-lagi berbarengan.

Lagi-lagi Dewa diam, seakan berpikir untuk mencari alasan.

“Tahu dari… teknik bantingan. hihihi.”

“Bercanda mulu si ganteng, lama-lama gue perkoas lo.” gerutu Adeline pelan.

“Tuh kan masa yang model beginian punya teman? Circlenya dikit bro.” kekeh Dewa.

“Jadi jobdesk saya apa?!” sembur Adeline tak sabar.

“Saya perlu kemampuan Mbak Ade untuk men-treatment Argan, terutama di area kaki dan pinggul. Dia pernah cedera akibat peluru nyasar dan berdampak ke kesehatannya. Saya melihat kemampuan Mbak Ade lumayan juga, apalagi dari teknik beladiri yang barusan. tentu saja semua ini rahasia.”

“Itu saja jobdesk saya? Gampang banget…”

“Ya ditambah bersih-bersih kamar, merahasiakan semua kebiasaan buruk Argan, mengurusi laundrinya, pakaiannya saat kerja-”

“Bonus saya nambah ya.” potong Adeline.

“Juga mobil pribadi untuk bolak-balik, tentunya. Tapi Mbak Ade harus siap 24/7 kalau-kalau kami membutuhkan.” tambah Dewa.

“Hm…” Adeline langsung mempertimbangkan untung ruginya.

“Gue beneran-” Argan masih mencoba protes.

“Dicoba dulu Argan. Masa lo nggak percaya gue?” Rayu Dewa. Ia merangkul pundak Argan sambil memamerkan senyuman dewa-dewinya.

“Dan satu lagi permintaan saya.” kata Adeline. “Sebagai kompensasi karena saya juga harus mengurusi Bu Rinjani yang manjanya ampun-ampunan.”

“Hah?!” dengus Argan kesal.

“Coba saya dengarkan?” kata Dewa masih kalem.

“Hm…” Adeline tersenyum. “Saya mau ciuman dari Pak Dewa setiap pagi.”

Ting!

Giliran sekarang Dewa yang diam sambil tertegun. Pikirannya langsung kosong gelinding keluar otak kayaknya.

“Vulgar banget sih isi otak lo.” gumam Argan sambil mengernyit jijik menatap Adeline.

“Kalau sama dia jelas, gue nggak munafik. Tapi kalo sama lo, awas aja kalo ngedeket gue lempar dari balkon… gue tahu kelemahan lo, jelas nggak?!” sahut Adeline mengancam Argan.

“Nggak bakalan gue mau deket-deket lo. Awas aja kalo pijetan lo nggak enak, gue iket kebalik di kolam koi.” Argan balik mengancam Adeline.

“Gimana Pak ciumannya?” tanya Adeline kembali ceria ke arah Dewa dan memutuskan untuk tak acuh ke Argan.

“Hm… saya tolak ya. Maaf. Saya takut khilaf.” Dewa mengatupkan kedua tangannya.

“Sukurin.” gumam Argan sambil balik badan dan lanjut tidur lagi di ranjangnya.

Terpopuler

Comments

🥑⃟вуυηgαяι

🥑⃟вуυηgαяι

ahahahaha Dewa mamam tu ciuman tiap pagi😅😅🙈

2025-03-18

0

glade🌊

glade🌊

btw ini poto siape ya thor dibawah?

2025-04-16

0

Cicak Speed

Cicak Speed

ngakak woyy pas argan bilng sukurin

2025-01-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!