"Oeee..."
"Oeee..."
Lengkingan tangis dua bayi yang diletakkan di tanah tengah hutan itu, membela sunyinya malam yang dingin.
Nabella yang sebelumnya pingsan setelah persalinan, tersadar oleh suara bayinya yang seakan akan berniat membangunkannya.
Gelapnya malam membuat Nabella kesusahan melihat sekitar. Namun ia tahu kalau posisi nya berada di tengah pohon pohon yang tinggi.
Di antara tangisan bayi-bayinya, terdengar suara lolongan hewan buas.
Takut menjadi mangsa, buru buru Nabella meraih dua bayi nya saling bergantian, dengan tenaga mati-matian ia kumpulkan di tengah peranakannya yang masih nyeri pasca persalinan.
"Sstt, jangan berisik, Nak. Mommy mohon. Demi keselamatan kita."
Nabella bersembunyi di balik pohon besar. Ia melihat ada lima anjin* liar yang sedang mengendus-endus di sana. Untung kedua bayi nya seperti orang yang paham dengan keadaan genting yang diam seketika setelah dibisikin dan dicium keningnya penuh kasih sayang.
Namun tetap saja, jantung Nabella kini berdegup takut karena hewan liar itu masih belum menjauh.
Dalam hati, Nabella terus berdoa agar dijauhkan dari marabahaya sembari melirik wajah-wajah bayi merah di dekapan nya dengan derai air membasahi pipi.
Jujur, setelah dijual dan dibeli, keinginan untuk hidup sudah tidak ada lagi. Akan tetapi, setelah beberapa bulan mengandung dan sudah melihat rupa rupa bayi merah di dekapan nya, semangat untuk hidup kembali menyala dalam sukmanya.
Seperkian menit, hewan-hewan buas itu menjauh.
Nabella tak henti-hentinya mengucapkan syukur dengan bibir bergetar lirih.
Tak ingin membuang-buang waktu, Nabella tertatih tatih mencari jalan keluar tanpa arah tujuan. Ia hanya menggunakan insting nya sebagai Ibu yang harus menjaga baik bayi-bayinya.
Entah sampai kapan berjalan, Nabella tidak tahu. Rasa lelah kian mendera. Kakinya pun sudah sangat berat untuk melangkah.
Nafasnya memburu dengan bibir kian memucat.
"Nak, ada gubuk."
Sekilas Nabella bernafas lega. Semoga gubuk di sana terdapat seseorang yang bisa menolongnya. Akan tetapi, gubuk yang berada di depannya terlihat digembok.
"Tunggu di sini, Nak. Mommy akan membukanya."
Dua bayi yang terselimuti kain itu ditaruhnya di tanah yang tidak jauh dari posisinya. Lanjut, Nabella berusaha membobol gembok dengan bantuan batu berukuran sedang. Beberapa kali menghantam-hantamkannya, akhirnya membuahkan hasil.
Gegas, Nabella meraih kembali anak nya yang ternyata tertidur, lalu bergegas menutup pintunya agar terhindar dari hewan liar.
***
Keesokan harinya. Tangis dua bayi itu menggema di dalam gubuk. Bibir nya yang kecil mencecap kehausan. Sementara Nabella yang demam tinggi dengan busana yang dipakai nya terdapat noda merah darah persalinan yang sudah mengering, masih tidak sadarkan diri.
"Agam, apa kau mendengar suara tangisan bayi?"
"Iya, Dad. Suaranya berasal dari dalam gubuk kita."
"Daddy kira, efek umur sehingga salah dengar. Gam, apa itu manusia atau hewan buruan kita?"
"Meski saya belum pernah punya anak, tapi masih bisa membedakan tangisan bayi dan hewan. Kita cek, Dad."
Sepasang Ayah-anak yang hobi berburu itu, mengendap-endap meninggalkan mobil jeepnya dengan masing masing membawa senapan di tangan.
Kreeek...
Seiring pintu bambu itu dibuka, suara tangisan bayi di dalamnya kian membengkakkan telinga.
Sejenak dua lelaki berbeda umur tersebut tertegun saling pandang. Sejurus kemudian, berhamburan ke arah tiga manusia yang terlihat menyedihkan.
Pria bernama Agam itu tidak menyangka kalau hari ke empat berlibur nya di Desa kelahiran sang Daddy, bisa menemukan seorang wanita di tengah hutan bersama dua bayi.
"Masih hidup, Dad. Ayo bantu bawa bayi-bayinya." Agam meraup Nabella yang suhu tubuh wanita itu sangat-sangatlah panas menyentuh kulit nya.
***
"Saya mau bertemu Jeff dan Oma Emma."
Di sisi Zoya William, kedatangannya yang menggendong bayi saat ini di teras itu membuat Anna, kepala pelayan rumah besar keluarga Jeff, tertegun kebingungan. Pasalnya, setelah pembatalan pertunangan sepuluh bulan yang lalu, wanita glamor di depannya tidak pernah kelihatan berkeliaran di sekeliling Tuan mudanya lagi . Sekarang datang-datang dengan seorang bayi mungil yang tertidur.
"Kenapa kau hanya bengong? Cepat panggilkan Shane dan Oma Emma. Saya ingin memperkenalkan darah daging mereka yang menggemaskan ini."
"Ma-maksud, Nona?"
"Anna, aku tau kau di sini sudah dianggap keluarga oleh Shane dan lainnya, tapi bukan hakmu meminta penjelasan dari ku. Lakukan saja apa yang ku perintahkan."
Suara Nona ini sangat sombong.
"Baik." Meski mengumpat di dalam hati, Anna pun beranjak menjalankan perintah. Benak nya terus bertanya-tanya, apakah bayi itu anak Shane?
Kebetulan, di hari Minggu itu sang Tuan Muda dalam keadaan bersantai di kolam renang.
"Tuan Muda?"
Shane yang hendak menyelam, tertahan. "Ada apa, Bibi Anna?"
"Di luar ada Nona Zoya."
Wajah Shane yang basah dan bersinar diterpa matahari, mendadak terlihat malas.
Bibi itu kembali menyambung ucapan nya, "Membawa bayi, Tuan."
Deg...
Bayangan sepuluh bulanan lalu, tiba tiba terbesit segar di ingatan Shane. "Kalau saya hamil bagaimana?" Pun, sepenggal ucapan Zoya tempo itu.
Jangan-jangan?
Buru-buru Shane menepi dari kolam.
"Suruh tunggu, Bi. Saya mau berpakaian dulu."
Tak butuh waktu lama, Shane yang terbilang ringkas, sudah rapi dan terlihat berjalan ke ruang tamu.
Di sana, Emma - Ommanya yang duduk di kursi roda tengah menimang seorang bayi dengan Zoya berada di samping.
"Shane, kau ini keterlaluan sekali. Sudah mengambil kesucian Zoya lalu membatalkan pertunangan. Lihatlah hasil perbuatan pecundang mu? Anak mu lahir tanpa kasih sayang seorang Daddy."
Baru berdiri di depan dua wanita yang berbeda umur itu, Shane langsung mendapat omelan Ommanya.
"Oma percaya itu bayi aku? Dia itu perempuan licik, Oma!" Mengingat jebakan Zoya tempo itu, membuat Shane tidak mau percaya begitu saja.
Bisa saja kan, bayi itu anak orang lain atau adopsian Zoya lalu mengakui bayi sendiri? Wanita-wanita bersifat manipulatif seperti Zoya inilah yang membuat Shane selalu berpikir negatif pada semua jenis perempuan. Ditambah kenangan buruknya terhadap ibu kandungnya sendiri yang semakin membuat Shane menyamaratakan penilaian buruknya terhadap wanita di luar manapun kecuali Omanya sendiri.
Zoya yang dihardik dingin, seketika menunduk sedih. Acting.
"Jaga ucapan mu, Shane. Sekarang Oma mau bertanya, pernah tidak kau merasa menidurinya?"
Shane kehilangan kata-katanya seketika. Namun tatapannya selalu dingin nan tajam ke Zoya.
"Shane..." Tahu-tahu, Zoya menyela. "Soal perbuatanku yang menjebak mu waktu itu, aku akui itu memang salah, Shane. Cinta ku padamu terlalu buta. Aku hanya ingin cepat-cepat dinikahi oleh mu tanpa berpikir panjang kau akan marah dan merasa jijik padaku. Oleh karena itu, aku bersedia menerima lapang dada pemutusan hubungan kita dan memilih mengasingkan diri meski dalam keadaan hamil pun. Sampai pada akhirnya, anak kita lahir dan melihat pertama kali wajah kecilnya, aku merasa egois jika dia tumbuh tanpa sepengetahuan mu yang merupakan ayah biologisnya. Lagi, aku cemas pada pertumbuhannya yang pasti akan kekurangan kasih sayang seorang Ayah jika aku terus mengasingkan diri."
Oma tertipu dengan cerita penuh nada sedih yang diucapkan Zoya. Namun bagi Shane yang hatinya memang beku seperti batu es, sama sekali tidak tersentuh.
"Nikahi dia, Shane. Jangan jadi pecundang seperti Mommy mu yang kabur meninggalkan mu saat keadaan Daddy mu terperuk. Kau kan tahu rasanya tumbuh tanpa adanya rasa kasih sayang orang tua yang lengkap?"
Kenapa harus mengungkit masa lalu. Andai yang berkata bukan Omanya, sudah Shane pukul sampai babak belur atau robek-robek mulut nya yang lancang itu.
"Saya butuh bukti kalau bayi yang berada di dekapan Oma itu adalah darah dagingku dengan cara tes DNA. Kalau dia berbohong, maka saya tidak akan memandang keluarga William. Sumpah demi apapun, saya akan memenjarakan mu, Zoya."
Diam-diam, Zoya menyeringai penuh kemenangan. Tentu saja bayi ini adalah darah daging Shane. Inilah kenapa dirinya harus berkorban waktu, tenaga, uang banyak untuk membeli seorang wanita dan segalanya, karena Shane memang sulit mempercayai orang. Harus ada bukti nyata.
"Kalau benar adanya bayi ini anak mu, kau harus bersedia menikahi Zoya," komentar Oma Emma.
Meskipun tidak menyukai Zoya dari ujung kaki sampai ujung rambut wanita itu, sebagai lelaki gentleman, Shane tetap mengangguk.
"Ya sudah, mendekat sini."
Shane menaikkan sebelah alisnya.
"Jangan kayak orang bego, buruan mendekat kemari."
Shane menuruti keinginan Omanya.
Ujug-ujug, bayi itu di taruh ke gendongannya.
"Oma__" Shane tertegun kaku sejenak. Sejurus, darahnya tiba tiba berdesir hangat saat bayi yang tadinya terpulas nyenyak membuka mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Ana
itu emang anakmu shane tapi dengan nabella😢
2024-05-14
0