"Maaf, Pak Herman. Pak Mario meminta agar anda ke ruangan nya."
Setelah duduk menunggu di temani secangkir kopi, Kaila kembali datang memanggil Herman.
Pria itu berdiri dan kembali mengikuti langkah Kaila dari samping.
"Sebelah sini, Pak. Tunggu sebentar, saya kasih tahu beliau dulu."
Sekali lagi, Herman harus berdiri menunggu di depan pintu ruangan Mario. Begitu sangat memuakkan menurut pria itu.
"Mari silahkan masuk, Pak."
Akhirnya dia bisa masuk dan Kaila kembali pergi bekerja.
Tanpa di suruh maupun di persilahkan, Herman langsung duduk di depan Mario yang saat ini sedang duduk di kursi kebesarannya.
Tidak ada yang berbicara setelah Herman duduk beberapa saat, Mario juga malas bertanya. Seperti nya pria itu sedang menunggu Herman berbicara lebih dulu.
Sedangkan Herman, pria itu sedang menunggu Mario menyapa atau sekedar berbasa-basi dengan dirinya. Tapi sepertinya tidak mungkin jika dia menunggu hal tersebut.
Tanpa mengatakan apapun, Herman segera mengeluarkan Amplop coklat yang memang khusus ingin dia berikan langsung pada Mario, tidak ingin lewat tangan orang lain.
"Silahkan di cek isinya," kata Herman memulai pembicaraan setelah mereka hanya pandang-pandangan dengan mata menyala dalam diam.
Dengan acuh tak acuh, Mario mengambil benda tersebut. Terlihat dirinya sangat kaget dengan isi di dalamnya. Pria itu juga dengan kasar mengeluarkan semua isi amplop tersebut.
Brak!
"Apa-apaan semua ini!" marah Mario dan Herman hanya bergeming di tempatnya duduk tanpa rasa takut sedikitpun.
Bugh.
Mario tidak suka dengan sikap menantang Herman dan langsung berdiri memberikan pukulan pada pria itu. Ia menarik kerak Herman lalu meninju wajah tampan meneduhkannya, pukulan itu sampai mengeluarkan darah di sudut bibir Herman dengan satu pukulan.
Herman tidak balas memukul sehingga hal itu menyadarkan Mario dan pria itu tidak melanjutkan aksi meninju nya.
Karena Herman hanya tersenyum meremehkan sikap kekanak-kanakan Mario sambil mengusap darah yang keluar di wajahnya.
"Rupanya Tuan Mario yang terhormat tidak berpendidikan seperti ini," ejek Herman.
Terlihat Mario mengepalkan tangannya erat mendengar sindiran tersebut.
"Apa maksud mu sebenarnya?!" tanya Mario penuh penekanan.
"Kau jelas tahu maksud tujuan ku," kata Herman sambil kembali duduk di kursi yang tadi dia duduki.
"Tinggal pilih, masih ingin menjadikannya milik mu atau berikan Ananda padaku."
Mario sangat marah dan ingin menghajar kembali wajah sok tenang itu, tapi Mario mengurungkan niatnya saat Herman kembali menerbitkan senyum nya.
"Kau...!"
"Tidak akan mendapatkan apapun," balas Mario yang masih terlihat jelas kemarahan di wajahnya. Ketenangan Herman membuat Mario naik darah.
"Yakin? Lalu ingin memiliki ke duanya dan menyakiti mereka berdua selamanya? Pikir Mario.... Pikir!"
Herman ikut berdiri dan sangat marah dengan ke egoisan Mario tersebut.
Herman ingin Ananda bahagia, maka jika tidak bisa bahagia bersamanya, biarkan Herman menghilangkan penghalang kebahagiaan nya.
Mario terdiam, apa yang Herman katakan tidak lah salah, jika Mario tetap ingin memiliki ke duanya. Maka tentu saja keduanya akan tersakiti selamanya.
"Berikan Ananda padaku. Kau bisa hidup bahagia dengan Monika tanpa menyakiti Ananda lagi."
Herman kembali bersuara dan menentukan pilihannya.
"Dia Istri ku, selama nya hanya akan menjadi Istri ku. Kau tidak berhak mengambil milik ku."
Tatapan Mario begitu tajam terlihat menatap Herman yang justru tersenyum kecut.
"Maka biarkan Monika menjadi milik ku. Aku pastikan dia tidak akan membuat Ananda menderita lagi."
Mario tidak bersuara dan kembali terdiam, ia tidak mengerti mengapa tidak bisa memilih di antara mereka. Dia sangat mencintai Monika, tapi juga mulai memiliki perasaan yang sangat terikat dan selalu menarik nya pada Ananda.
"Diam mu ini aku akan menganggap nya kata, iya."
Herman sudah tahu maksud geming Mario, pria itu memilih tetap ingin memiliki Ananda.
Herman mulai melangkah meninggalkan tempat itu karena Mario tetap tidak mengatakan apa-apa, hanya tubuhnya yang masih tetap pada ketegangan dan amarah yang mungkin tengah ia tahan, kedua tangannya masih tetap mengepal kuat sambil memegang erat Amplop pemberian Herman.
"Tunggu."
Herman yang hampir keluar dan meraih ganggang pintu menghentikan langkah tanpa menoleh ke belakang.
"Tolong jaga dan jangan pernah menyakitinya," kata Mario masih tetap bergeming di tempat dengan arah pandangan yang masih sama.
"Aku akan memulangkan nya jika tidak bisa ku tangani lagi."
Seperti Mario, Herman juga berbicara tanpa kembali melihat lawan bicara, dan setelah mengatakan itu diri nya langsung keluar tanpa menunggu jawaban Mario.
Setelah berada di luar pintu, Herman menghela nafasnya lega.
"Anna, aku tidak ingin membiarkan dirimu menderita," gumamnya pelan dan meninggalkan tempat tersebut.
Namun, saat Herman hendak memasuki lift untuk turun ke bawah. Ia melihat Monika keluar dari benda tersebut. Cepat-cepat Herman bersembunyi agar Monika tidak melihatnya, apalagi wanita itu berjalan ke arah Herman. Herman sudah bisa menebak jika Monika ingin menemui Mario.
Wanita itu berjalan anggun memasuki ruangan Mario, dia tidak tahu jika ada orang lain yang juga baru menemui pria itu.
"Sayang."
Monika tersenyum saat melihat kekasihnya tengah duduk di kursi kerjanya yang besar. Pria itu bahkan tidak melihat Monika dengan baik saat Monika datang.
"Mario, aku kangen kamu. Beberapa hari tidak bertemu membuat ku rindu."
Monika kini sudah duduk di pangkuan Mario. Tetapi lelaki itu dengan pelan dan acuh tak acuh menjauhkan diri.
"Sayang, kenapa menghindari ku?"
Monika merenggut dengan kesal dan menatap tidak suka dengan sikap yang Mario berikan.
"Aku tidak suka sisa orang lain," kata Mario sambil menatap pemandangan luar.
Apa maksud dari ucapan Mario itu?
Monika berjalan maju mendekati Mario.
"Kamu bicara apa Mario?" tanya Monika.
Namun wajahnya terlihat cemas dan khawatir.
"Aku sudah tahu semuanya. Maka pergilah dengan cara baik-baik," kata Mario dingin.
Monika hanya tertawa pelan seakan tidak tahu apa-apa. Tapi percayalah, hatinya seperti di himpit benda berat saat kalimat itu keluar dari bibir Mario.
"Mario, jangan menakuti ku," ucap Monika dan dengan pelan ingin meraih tangan Mario tapi di tepis oleh pria itu.
"Pergilah sebelum aku berubah pikiran."
Mario tidak peduli dan dengan wajah sedih kembali menatap keluar.
"Mario," lirih Monika.
"Kamu mengusir ku," ucapannya pilu.
"Apa salahku padamu, Mario. Apakah karena wanita jalang itu? Jawab aku Mario! Padahal dia itu telah menyelingkuhi mu."
Mario menoleh ke arah wanita itu. Tahu apa dia tentang Ananda.
"Sudahlah Monika. Kamu jangan mencoba untuk memutar balikkan fakta."
Sejujurnya Mario tidak ingin berdebat dengan Monika, dia masih kecewa padanya.
"Tidak Mario, kemarin aku melihatnya dengan pria lain di restoran. Mereka tampak mesra bergandengan tangan, Ananda menyelingkuhi mu."
Mario mengepalkan tangannya, dia sudah tahu semua itu tapi tetap tidak suka mendengarnya.
"Ananda itu wanita licik Mario, dia tidak baik. Dia itu cuma jalang yang bermuka dua."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Birru
kmu juga monik kamu sangat licik selalu menyakiti anna
2024-05-23
1
Atha Diyuta
wooy jalang teriak jalang
2024-05-20
1
Atha Diyuta
ya gimana yaa,gak gtu juga si harusnya tp smoga niatmu baik yaa her
2024-05-20
1