"Monik. Maksud Papa bukan begitu, Nak. Papa cuma ingin kamu bahagia. Herman juga pasti akan memperlakukan kamu dengan baik."
Monika menoleh pada Surya dengan wajah tak percaya.
"Memang nya Papa sudah tahu dia ini orang nya seperti apa?" tanya Monika membuat Surya terdiam.
Sejujurnya Surya juga tidak tahu Herman seperti apa. Ingin rasanya Monika berteriak di depan pria baya ini kalau Herman itu adalah pria bejad, brengsek, dan sungguh tidak ada kata baik!
Pertemuan mereka kemarin itu, Monika masih belum sadar siapa Herman. Tapi saat Mario memberikan gambar padanya tadi pagi, membuat Monika kaget dan tidak percaya kalau orang itu adalah pria yang saat ini masih setia duduk dengan tenang.
"Papa cuma ingin kamu melupakan Kekasih mu Mario itu, sayang. Dia bisa bahagia dengan Istrinya, biarkan Ananda juga mendapatkan kebahagiaan."
Monika terdiam, kata-kata yang masih sepenggal itu seakan membuat dirinya bukan siapa-siapa di depan Surya. Air matanya mengalir jatuh tak tertahan.
"Lalu bagaimana dengan aku, Pah?"
Menika meletakkan tangannya di atas dada mengasihani diri sendiri.
"Di mana aku harus bahagia jika tidak dengan Mario," lanjutnya.
"Monika, selama ini kamu mungkin tahu kalau Ananda itu tidak memiliki Ayah. Atau mungkin kamu tahu Ayahnya entah di mana. Papa juga baru tahu kalau Ananda itu_"
"Stop!"
Monika menahan Surya untuk berbicara lagi tentang Ananda. Tangan nya juga bergerak mencegah pria baya itu.
"Ananda. Ananda. Ananda! Kenapa semua orang hanya membicarakan wanita jalang itu! Kenapa?!" Monika berteriak histeris mengungkapkan kekesalannya pada wanita yang bernama Ananda.
Plak!
Senyap....
Sunyi....
Herman juga menatap tak percaya pada refleks yang Surya lakukan. Pria baya itu diam mematung.
Aliran darah Monika seperti terhenti, kakinya bahkan serasa berpijak bukan pada tempatnya, untung lah hari ini hak yang dia kenakan tidak terlalu tinggi. Jika tidak pasti dirinya sudah tumbang karena rasa sakit.
Bukan sakit karena tamparan itu, tetapi sakit di hatinya yang mungkin saat ini sudah remuk tak berbentuk.
Bahkan rasa sakit yang Mario berikan sebelumnya tidak sesakit pemberian Surya saat ini.
Di depannya, Surya menatap nanar pada telapak tangannya sendiri yang baru saja mendarat tanpa rem di atas pipi mulus Monika.
"Papa jahat...." lirih Monika tak berdaya untuk kembali berteriak.
"Sayang, maafkan Papa. Papa_"
Tangan Monika mencegah Surya untuk melanjutkan kata-katanya.
"Monik tidak mau mendengar ucapan Papa."
Suara pelan nya seakan meruntuhkan hati Surya, Monika juga langsung pergi tanpa berbicara apa-apa.
"Monika."
Surya hendak mengejar sang putri.
"Anda membuat semua makin rumit."
Tapi tiba-tiba Herman bersuara. Pria itu berdiri tegak dengan santai.
"Herman, bagaimana ini? Monika pasti semakin marah. Aku belum selesai menjelaskan semuanya."
Herman hanya mengangkat bahu nya tidak mau tahu apa-apa.
Pria itu lalu memberikan sebuah kertas untuk Surya dan meletakkannya di atas meja.
"Kamu urus saja yang ini. Aku akan mengurus Monika dengan caraku sendiri," kata nya lalu pergi meninggalkan Surya.
Surya mengambil kertas yang Herman tinggalkan, di sana tertera sebuah alamat. Namun melihat nama Istrinya membuat Surya langsung terkesiap.
________________________
"Non Monika, sudah pulang?" sapa Asih yang sedang membersihkan sofa dengan peralatannya.
"Iya, Bi," sahut Monika singkat membuat Asih bingung. Monika langsung berlari menuju kamarnya. Wanita itu mengunci pintu dari dalam lalu pergi membuang dirinya di atas ranjang.
Ia menyembunyikan wajah sedih nya di atas bantal, bahu nya terguncang karena tergugu dalam tangis. Cukup lama Monika seperti itu, getaran badan sudah mulai mereda, tidak lama kemudian Ia bangun.
Matanya telah bengkak dan memerah, perlahan Monika meraih sebuah bingkai di samping ranjangnya, Ia mengelus gambar yang ada di dalam foto tersebut.
"Aku merindukan kalian," kata nya sambil mengusap pelan seorang wanita yang sedang menggendong bayi dan Monika kecil tersenyum ceria mendekap wanita itu dari samping. Surya juga ada di dalam gambar itu, sungguh gambaran keluarga yang harmonis.
"Kenapa Mama sama Adik harus ninggalin Monik?" Monolog nya seorang diri.
Air matanya kembali keluar, Ia selalu sedih jika sudah menatap gambar tersebut. Walau demikian, dirinya tidak pernah bosan untuk melihat nya setiap saat.
Andai dia tahu kalau Adik yang dia sebut itu adalah wanita yang saat ini sangat di benci nya. Entah seperti apa perasaan Monika nanti.
Monika kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur, dengan tangan yang masih setia mendekap bingkai keluarga kecil mereka. Ingatan nya samar-samar mengingat hari-hari kecilnya bersama sang Ibu.
Monika tidak pernah tahu masalah apa sebenarnya yang membuat Ibu nya pergi. Setiap kali bertanya pada Surya, pria itu selalu hanya meminta maaf dan mengatakan bahwa semua ini adalah kesalahannya sebagai seorang suami.
Itulah sebabnya mengapa Monika sangat di manja, semua itu sebagai bentuk penyesalan dan upaya untuk tidak melakukan kesalahan yang sama seperti kepada Istrinya dahulu.
Monika memaklumi, mereka juga tidak putus selalu mencari keberadaan orang-orang yang pergi itu. Nihil, tidak ada kabar sampai sekarang. Monika juga sering kali berniat menjodohkan Surya dengan para wanita yang menurut nya cocok, lantaran kasihan pada Papa nya itu yang selalu merasa bersalah.
Ia kira dengan hadirnya cinta baru, akan membuat Surya lebih tenang dalam malam nya. Nyatanya Surya selalu menolak.
Begitu besar kasih sayang mereka, sampai kejadian hari ini sangat lah menyakitkan bagi Monika, sangat sakit merusak raga nya. Surya yang selalu memanjakannya bahkan telah memberikan lupa pada hati Monika.
"Wanita itu harus segera mati," ucap Monika segera bangkit dan turun dari ranjang.
Ia meletakkan bingkai pada tempatnya dengan hati-hati. Lalu Monika menghubungi seseorang melalui pesan Teks.
Ia teringat kata-kata Surya tadi untuk Ananda. Pasti Herman yang bercerita seperti itu pada Surya, begitu pikir Monika. Wanita itu berencana akan memberikan jebakan untuk Ananda.
"Kita lihat saja Ananda. Aku sudah tidak sabar menunggu kabar terbaru," kata nya sambil tersenyum.
Jari-jarinya dengan lihai kembali menari di benda pipih itu.
"Ananda akan pergi ke Taman XXX. Urus sisanya, jangan sampai ada jejak," kata nya melalui sambungan telepon.
"Tapi apa yang harus aku lakukan?"
Rupanya Monika sedang berbicara dengan Dilla.
Author menganggap tokoh Dilla ini bodoh. Untuk pembaca, terserah mau menganggapnya seperti apa.
"Dilla, kamu jangan main-main dengan ku. Sudah ku katakan agar kamu membunuh nya saja. Apa kek? Pokoknya awas saja kalau kamu sampai gagal," ancam Monika.
Dilla hanya mengiyakan dengan suara takut lalu panggilan pun terputus. Monika hanya tersenyum membayangkan apa yang dia rencanakan berhasil.
Semoga berkenan memberikan dukungan kepada penulis berupa like 👍 kalian
Author sangat mengharapkan nya 🤗
Sebelumnya terimakasih 🙏 🙏 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
🌞MentariSenja🌞
𝚊𝚗𝚍𝚊𝚒 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚝𝚊𝚑𝚞 𝚔𝚕𝚘 𝙰𝚗𝚊𝚗𝚍𝚊 𝚒𝚝𝚞 𝚊𝚍𝚒𝚔𝚖𝚞
2024-08-01
1
🌞MentariSenja🌞
𝚓𝚊𝚕𝚊𝚗𝚐?????....
2024-08-01
1
Birru
nanti menyesal loh monik.. kalo ternyata anna masih saudramu
2024-05-25
0