"Salma, hari ini putri kita mau menikah. Apa diri mu sungguh tega tidak ingin mendampingi nya?" tanya Surya dengan wajah sendu.
Pagi-pagi sekali, pria itu sudah mendatangi kediaman kecil Salma. Bahkan dia sampai di sana matahari belum menunjukkan sinarnya. Walau Surya berkata seperti tadi, Salma seperti masih enggan untuk ikut pergi bersama Surya.
"Tolong lah Salma. Kamu tidak pernah melihat bagaimana putri kita hanya bisa tidur sambil memandangi foto mu saja. Bahkan setelah menikah nanti Herman akan membawa Monika ke Amerika," lanjut Surya dan dia melihat Salma menitikkan air matanya dengan pandangan menunduk.
Ia tahu Salma ini adalah wanita yang berhati lembut, namun semua peristiwa permasalahan mereka terjadi karena ke tidak pedulian Surya akan perasaan Istrinya itu.
"Baiklah, Mas. Aku akan ikut dengan mu, tapi setelah ini aku berharap kamu tidak terus menganggu ku lagi," ujar Salma kemudian.
Ia sedang berusaha menghilangkan dan menahan sedikit rasa sakit hatinya. Monika akan semakin membenci Salma jika di hari bahagia nya sang Ibu tidak mau juga hadir menemani.
Surya tidak mengiyakan ataupun menolak perkataan Salma. Wanita itu juga langsung meninggalkan Surya untuk siap-siap pergi melihat Monika sebelum pernikahan nya di langsungkan.
"Aku berharap kita masih bisa seperti dulu, Istriku," gumam Surya hanya bisa menghela nafas saat pintu rumah Salma telah di tutup.
Surya tidak marah atau kesal sama sekali, pria itu tanpa pergi di mana-mana tetap setia menunggu Salma walau harus berdiri di luar. Tidak mengapa, dirinya cukup sadar akan situasi yang dia ciptakan sendiri.
_______________.............._______________
"Non Monika cantik sekali," puji Asih yang memang memiliki umur tidak terlalu jauh dengan Monika. Dia sangat suka melihat Monika yang telah di rias pengantin.
"Makasih, Bi," kata Monika sambil tersenyum. Namun senyuman itu sangat berbeda dari senyuman milik Monika. Wanita itu jarang tersenyum, namun jika dirinya mengeluarkan senyuman nya, semua lebah akan bersarang di bibir itu.
Senyuman Monika saat ini sangat hambar, Asih ikut sedih melihatnya. Ia juga tahu kalau Monika terpaksa dalam acara hari ini.
"Mbak, tolong makeup in juga dengan Bi Asih, ya."
"Nggak usah, Non. Saya tidak perlu di bedakin," tolak Asih cepat saat mendengar Monika berbicara pada MUA penata rias untuk mempercantik dirinya.
"Saya kan pembantu, Non. Nanti kalau kerja dan berkeringat bisa luntur, Non," lanjut Asih lagi.
"Pasti bedanya tahan lama, Bi. Mbak, tolong ya."
Monika tidak mau menerima penolakan Asih, dia juga tidak peduli dengan Asih yang katanya cuma pembantu. Lagian cuma di makeup saja kok.
"Baik. Setelah pengantin selesai, baru Ibu ya, selanjutnya," ujar MUA pada Asih.
Asih hanya menjawab gugup saja. Padahal dia
di tugaskan dampingi Monika selama di makeup, mengambilkan atau mengerjakan apa yang Monika perintahkan. Tapi malah gini.
Akhirnya, tidak lama kemudian Monika telah selesai dan siap untuk bersanding dengan Herman untuk menyaksikan pria itu ijab kabul di samping nya.
"Ayo Bi. Giliran Bi Asih."
Wanita yang mengenakan kebaya cantik dengan ukuran yang sangat pas di tubuhnya itu menyuruh Asih untuk menggantikan tempat duduk Monika.
"Tapi Non, kalau Non sudah selesai saya mau ke dapur aja. Pasti kerjaan banyak," kata Asih tak enak.
"Bibi lupa? Papa kan suruh Bi Asih dan Bi Ijah untuk libur hari ini. Semua urusan pekerjaan hari ini di berikan sepenuhnya pada MUA yang sudah Papa sewa," jelas Monika sambil memelototi Asih seakan dirinya akan marah kalau wanita itu masih menolak juga.
Akhirnya Asih tidak menolak lagi. Monika menatap pantulan dirinya di cermin dengan posisi berdiri di belakang Asih dan penata rias.
Monika tidak percaya pernikahan nya sangat jauh dari kata yang selama ini dirinya impikan. Salma bahkan kemarin meminta maaf pada Monika karena tidak bisa datang dan bertemu dengan Surya.
Tapi Monika ikhlas akan apa yang terjadi setelah hari ini. Dia tidak mau egois lagi seperti sebelumnya. Dirinya akan menganggap semua ini sebagai balasan atas apa yang sudah dia lakukan selama ini pada orang lain. Yaitu Adiknya sendiri, Ananda.
"Monika, boleh Papa masuk?"
Ketukan pintu yang memang terbuka membuyarkan lamunan Monika dari menatap cermin. Wanita itu melihat Surya dan memaksa kan senyum nya agar sang Papa tidak merasa bersalah atas perkataan sepihak yang pria itu ucapkan kemarin sore.
Pernikahan Monika sederhana saja, semua tidak ada persiapan selain pihak MUA yang tidak bisa menolak permintaan Surya. Untung lah pihak mempelai tidak meminta banyak, hanya seperlunya saja.
Untuk orang-orang yang hadir juga cuma seberapa, Surya cuma memberitahu beberapa rekan yang memiliki kesempatan untuk datang. Karena mereka pasti juga sibuk, maka Surya tidak akan tersinggung jika tidak bisa hadir.
Hari ini Kantor juga sengaja di liburkan tanpa informasi di hari sebelumnya, sehingga para Karyawan yang sebelumnya hadir untuk kerja. Malah harus pulang dan bersiap menghadiri pernikahan Monika.
Tentu banyak yang patah hati karena kabar mengejutkan ini, terutama untuk Dodi yang seperti tersambar petir saat dirinya di minta untuk hadir di acara Monika.
"Don, sabar ya. Kamu memang tidak sebanding dengan Bu Monika."
Salah satu teman kerjanya yang turut akan ikut hadir di acara itu menenangkan Doni.
Saat ini mereka baru saja keluar dari Kantor, para karyawan lain juga berbondong-bondong peninggalan gedung perusahaan.
"Kamu sebenarnya mengejek ku atau apa sih?!" kesal Doni yang mendengar perkataan teman nya itu.
"Tapi itu memang kenyataan nya Don. Kita ini memang tidak ada apa-apa nya jika di bandingkan dengan Bu Monika."
Doni hanya bisa pasrah mendengar perkataan itu, teman nya benar, dia tidak ada apa-apa nya jika di bandingkan Monika. Akhirnya rekan kerjanya itu merangkul Doni dan mereka pun segera pulang sebelum terlambat menghadiri acara.
____________________
Kembali ke Monika, wanita yang telah tampil cantik itu mendekati Papanya. Surya memegang bahu sang putri, dirinya sungguh terharu karena harus menyaksikan dan mengatur sendiri pernikahan putrinya hari ini. Surya juga tersiksa jika Monika menikah dengan paksaan.
"Nak, kamu harus menjadi Istri yang baik. Segera lah pulang pada Papa kalau merasa tertekan di sana," ujar Surya sambil memandangi wajah putrinya yang teramat cantik dan sempurna.
Monika segera ber hambur menabrak dada Surya dan memeluk pria yang sudah membesarnya selama ini.
"Pasti Pah. Monika ikhlas dengan pernikahan ini, dan kalau Monika tidak sanggup lagi akan langsung pulang ke Indonesia," kata Monika dalam sela pelukan mereka. Surya menggangguk sambil mengelus kepala sang putri yang sudah di sanggul indah dengan pelan.
"Iya sayang. Maafkan Papa harus memaksa mu menikah dengan Herman," tutur Surya sambil mendongakkan kepala agar air matanya tidak jatuh. Monika tidak boleh melihat dirinya menangis di saat seperti ini.
"Oh iya, ada yang mau bertemu dengan mu," lanjut Surya
Mereka pun melepaskan pelukan hangat tersebut.
Surya kembali pergi keluar sedangkan Monika mengambil tisu dan mengelap pelan air mata yang sempat keluar dari matanya.
Semoga berkenan memberikan dukungan kepada penulis berupa like 👍 kalian.
Author sangat mengharapkan nya 🤗
Sebelum nya terimakasih pada teman-teman semua 🙏 🙏 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
🌞MentariSenja🌞
𝚜𝚊𝚍𝚊𝚛 𝚋𝚎𝚗𝚎𝚛𝚊𝚗 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝙼𝚘𝚗?
2024-08-02
1
🌞MentariSenja🌞
𝚊𝚙𝚊𝚔𝚊𝚑 𝚋𝚒𝚋𝚒𝚛 𝚖𝚘𝚗𝚒𝚔𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗𝚍𝚞𝚗𝚐 𝚖𝚊𝚍𝚞?
2024-08-02
1
Atha Diyuta
coba buka kmbali hatimu ditata yang baik biar kamu tenang
2024-05-29
0