"Anna, kamu baik-baik saja? Apa pipinya sakit."
Dengan penuh perhatian dan kekhawatiran yang terlihat jelas dari wajah dan suara Herman, pria itu mengecek wajah Ananda.
"Sudah, tidak apa-apa kok. Hanya sedikit sakit saja," kata Ananda sambil tersenyum.
Tamparan Monika memang sakit, tapi tidak meninggalkan bekas, hanya sedikit merah lalu padam setelah tidak lama.
"Aku pulang ya, terimakasih untuk hari ini," lanjut Ananda.
Herman bisa melihat bahwa wanita itu ingin segera pulang, padahal dia belum puas menatap wajah perempuan itu.
'Sebegitu nya kah kamu ingin segera pulang, Anna' batin Herman.
Ia tahu setelah ini dirinya tidak akan mendekati Ananda lagi, dirinya berharap agar Ananda duduk bersama dengan dirinya lebih lama lagi.
"Aku antar ya," ujar Herman menawarkan diri untuk mengantar Ananda.
"Tidak usah, aku tadi baru aja habis pesan ojek," tolak wanita itu sambil memperlihatkan aplikasi hijau di mana sang ojek yang mengambil pesanannya sudah di jalan.
Akhirnya Herman hanya bisa mengiyakan dan menemani Ananda sampai ojek yang di pesannya datang.
"Aku berjanji akan menyingkirkan siapapun yang menghalangi kebahagiaan mu," gumam Herman sambil menatap kepergian Ananda yang sudah pergi dengan ojol. Tangan nya mengepal erat penuh tekad.
Herman merogoh kantong celana dan mengeluarkan Handphone, ia lalu berjalan menuju mobil sambil menghubungi seseorang.
"Sudah kamu ambil bukti-buktinya?" tanya Herman berbicara dengan sambungan telepon dan sudah berada di balik kemudi.
"Masih yang di hotel, sedangkan yang di Club nanti aku akan berbicara dulu dengan pemilik Club itu. Dia sedang tidak berada di tempat," jelas orang yang ada di sambungan itu.
"Tidak becus sekali kau ini! Jika dia tidak ada di situ maka datangi. Atau bila perlu datang kan dia dan segera ambil buktinya."
Herman berekspresi tidak senang dengan ucapan teman nya itu.
"Ayolah Herman, kau sendiri tahu aku punya kesibukan," rengek orang di balik telepon.
"Urus saja kesibukan mu itu. Awas saja kalau malam ini tidak kamu kirimkan padaku. Besok kamu tidak akan dapat pekerjaan di manapun lagi."
Sudah pasti orang yang mendengar nya akan kalang kabut mendengar ancaman Herman tersebut.
"Herman, tega sekali dirimu. Tolong mengerti lah, Istriku sedang banyak maunya semenjak hamil. Aku selalu keteter_"
Herman langsung mematikan sambungan telepon dan tidak mau mendengar lebih banyak lagi masalah orang itu. Itu urusan nya, bukan urusan Herman yang harus segera menyelesaikan semua urusan di Indonesia agar segera kembali ke Amerika.
Jika dia lebih lama lagi di negara itu, maka setiap kenangan yang dulu dia habiskan dengan Ananda akan terus menghantui malam-malam nya. Herman sungguh tidak suka dengan semua perasaan menyiksa ini.
_____________________
Pria tampan nan rupawan berdiri depan pandangan lurus memandang rumah kediaman Surya. Nampak asri dengan banyaknya pepohonan di sekitarnya.
Herman berjalan mendekati pintu utama rumah yang bisa di bilang mewah itu.
"Maaf Den, cari siapa ya?"
Herman yang tadi masuk gerbang terbuka dengan leluasa, namun setelah sampai di dalam seorang pria mendekati dirinya, lalu memberikan pertanyaan.
"Saya mau bertemu dengan Pak Surya," kata Herman.
"Oh, Tuan sebentar lagi pulang, Den. Aden mau tunggu atau bagaimana?" tanya Udin lagi. Dia adalah Satpam yang menjaga rumah besar itu. Dirinya tadi tidak melihat Herman melewati gerbang karena sedang pergi buang air.
"Saya akan menunggu."
Akhirnya Herman pun di antar oleh Udin untuk menuju tempat menunggu Surya. Udin juga meminta tolong kepada Ijah agar membuatkan tamu Tuan mereka minuman.
Mungkin akan ada yang bilang, Udin ini sok-sokan Nerima tamu, padahal yang punya rumah tidak ada di rumah. Tidak seperti itu ya, Surya memang pernah berpesan pada mereka yang berada di rumah. Asal orang nya baik-baik, maka sambut dengan baik dan biarkan mereka menunggu Surya pulang jika memang ingin menunggu. Kurang lebih seperti itu kira-kira ya, jangan ada yang hujat Udin.
"Den, silahkan di minum dan menunggu Tuan pulang. Saya izin tugas," kata Udin setelah membawa Herman ke tempat yang biasa untuk menunggu kepulangan Surya.
Memang tidak jarang hal ini terjadi, jika sudah tahu alamat rumah Surya, berarti mereka memang ingin menemui Surya. Karena di kantor harus membuat janji dulu agar bisa menemui pengusaha sukses itu.
Ini adalah pertama kali bagi Herman datang di tempat itu. Tapi dia cukup takjub dengan apa yang dia dapatkan setelah sampai di sana. Tidak mengapa dia harus menunggu, kebetulan dia juga berada di luar rumah dan di sajikan pemandangan indah dari halaman rumah mewah Kediaman Surya.
Seperti yang Udin ucapkan, tidak lama kemudian mobil yang Surya kendarai pun sudah terlihat datang. Surya menghentikan mobil di tempat biasa. Terlihat Bapak dan anak keluar dari mobil.
"Din, masukin mobilnya di garasi, ya."
Udin mengambil kunci saat Surya menyerahkan benda itu kepada nya.
"Baik Tuan."
"Itu mobil siapa?" tanya Surya pada Udin.
"Pah, Monika masuk duluan ya," ujar Monika yang sudah nampak wajah lelah di air mukanya.
"Iya Sayang. Pergilah masuk dan Istirahat."
Monika mengecup singkat pipi Surya sambil tersenyum lalu berjalan memasuki rumah.
Dari kejauhan ada sepasang mata yang menyaksikan interaksi Anak dan Ayah serta pekerja nya itu.
"Itu Tuan, tadi ada yang mencari dan katanya mau tunggu sampai Tuan pulang," jelas Udin setelah mereka menyaksikan Monika pergi.
Pria baya itu menggangguk paham, ia lalu memberikan tas kerja nya pada Udin.
"Bawa masuk dan tolong buatkan saya minum."
Dengan patuh Udin mengambil barang Tuan nya itu.
Pekerja di sana semua baik-baik, karena majikan mereka juga sangat baik memperlakukan semua pekerja nya.
Surya pun mulai berjalan ke halaman yang sengaja di buat untuk tempat bersantai. Dia sudah melihat sosok pria muda yang saat ini mulai berdiri begitu Surya mendekat.
"Selamat sore Tuan Surya."
Surya mengangguk dan mempersilahkan tamunya itu untuk kembali duduk. Ia tentu ingat dengan wajah anak ini. Mereka bahkan baru bertemu siang tadi.
"Ada perlu apa ingin menemuiku sampai harus repot-repot ke rumah ini? Apakah ini soal kejadian tadi siang?" tanya Surya berturut.
"Sebelum nya maaf mengganggu waktu istirahat Anda Tuan. Ini bukan soal itu namun ada kaitannya."
Wajah baya yang masih terlihat segar itu mengernyit dan juga penasaran. Hal apa kah yang anak di hadapannya ini maksudkan?
"Saya ingin menikahi putri anda Tuan."
Surya terkejut mendengar ucapan tersebut.
"Apa maksud mu?"
Surya tentu tidak percaya, bukan kah orang ini adalah yang bersama Ananda tadi? Mengapa sekarang malah ingin menikah dengan Monika?
"Saya tahu Anda tidak ingin Monika terus terikat dengan Mario kan? Maka biarkan saya menikahinya."
Lagi, Surya kembali kaget. Bagaimana Herman bisa menebak apa yang Surya inginkan.
Semoga berkenan memberikan dukungan kepada penulis berupa like 👍 kalian.
Author sangat mengharapkan nya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Utayiresna🌷
3 iklan untuk kakak semangat selalu /Determined//Drool/
2024-06-29
0
Utayiresna🌷
cinta yang begitu hebat nya🥲
2024-06-29
0
Birru
semoga saja mau merestui
2024-05-23
1