Monika Sudah Siap Mati

"Ngapain kau di kamar ku?!"

Monika kaget saat melihat Herman menatap dirinya. Wanita itu segera menutup aset milik dengan kedua tangan, walau sejujurnya sama saja.

Herman malah melangkah lebih dalam mendekati Monika dan tidak peduli dengan mata melotot yang Monika keluarkan.

"Keluar dari kamar ku," usir Monika tapi Herman semakin mendekat dan berdiri tepat di mana letak handuk Monika tergeletak.

Pria itu lalu berjongkok dan mengambil kain tersebut lalu menutupi sebagian besar tubuh Monika dengan benda itu. Monika awalnya berniat untuk mengusir Herman, tapi rupanya pria itu tidak ada niat buruk sama sekali.

"Kenapa tidak pergi ke kantor."

Monika dengan cuek menarik paksa handuk yang masih belum pria itu lepas dari tubuhnya. Ia lalu berjalan dan duduk di atas kasurnya sendiri.

"Aku sakit, nggak enak badan," balasannya ketus.

Namun Herman tidak semudah itu percaya, karena dia tidak mengawasi Monika sejak terakhir pertemuan mereka.

"Kenapa melihat ku begitu, nggak percaya?!"

Monika menatap tidak suka pada ekspresi Herman yang seakan meragukan perkataan nya.

Monika lalu berdiri cepat dan meraih tangan Herman lalu meletakkan punggung tangan pria itu di atas dahinya sendiri.

"Tuh! Panas kan? Aku tidak suka jika kamu terus saja mengganggu ku," katanya dan menghempaskan kuat tangan Herman.

Pria itu memang merasakan badan Monika yang hangat, wajah wanita itu juga sedikit pucat. Mereka memiliki kecantikan yang hampir sama dengan Ananda. Jadi saat sedang seperti ini harusnya wajah mereka memerah.

Namun wajah Monika saat ini tidak terlalu bercahaya karena mungkin benar-benar tengah sakit.

"Ngapain kamu di kamar ku? Keluar sana! Siapa juga yang mengizinkan mu masuk seenaknya," marah Monika.

Monika berjanji akan memecat orang yang mengizinkan pria ini berada di kamarnya.

"Papa mu sendiri yang mengizinkan," kata Herman. Kurang lebih dia bisa menebak apa yang mau Monika lakukan. Herman mendapatkan perlakuan baik dari Udin sejak pertemuan pertama, maka tidak mungkin Herman membuat orang itu dalam masalah.

"Sekarang sudah kan? Bisa kau pergi sekarang dari kamar ku."

Sekali lagi Monika mengusir pria itu.

"Kamu sudah minum obat?" tanya Herman.

Dirinya harus memastikan Monika sehat dan tidak pernah sakit, agar Ananda bisa bangga kepada nya.

"Aku tidak punya obat dan tidak memerlukannya. Kamu tidak usah sok peduli," nada ketus kembali Monika lontarkan.

"Aku akan membelinya."

Herman langsung pergi setelah berkata seperti itu, Monika hanya menatap tak percaya pada pria yang baru saja mengganggu dirinya.

Sebenarnya Monika bukan benar-benar tidak bekerja karena sakit, tapi dirinya memang benar sakit. Hanya saja beberapa hari ini Monika selalu berada di dekat rumah sakit tempat keberadaan Ananda.

Siang ini setelah dia mandi dan makan siang akan kembali pergi di sana, karena Monika belum berhasil mendapatkan mangsa nya yang sudah dia tunggu-tunggu.

Wanita itu dengan cepat memakai pakaian nya, ia sangat terburu-buru. Jangan sampai Herman kembali datang dan menganggu apa yang akan Monika lakukan. Seperti kemarin, dalam keadaan badan yang masih kurang bagus, Monika pergi meninggalkan kediaman Surya.

Baru saja memberhentikan mobilnya tepat di samping wilayah rumah sakit, Monika langsung melihat kemunculan ananda. Ia tidak percaya akan keberuntungan ini.

"Kali ini kau tidak akan selamat lagi," kata Monika menatap nyalang Ananda yang mungkin ingin pergi dari rumah sakit.

Monika duduk di depan setir mobil dengan tekad yang kuat. Ia yakin tidak akan membiarkan mangsanya lepas lagi.

"Kau akan segera membusuk dalam neraka."

Monika menarik pegal gas dan menaikkan kecepatan di atas rata-rata. Mobil itu meleset dengan cepat meninggalkan tempatnya berpijak.

"Awas...!"

Dari kejauhan seseorang melihat sebuah mobil akan segera menabrak Ananda.

Pria yang baru saja keluar dari apotek itu segera berlari kencang dengan niatan ingin menyelamatkan Ananda.

"Anna!"

Brak!

Bruk.

Tapi dirinya tidak sekencang itu dalam berlari, jarak nya sangat jauh dari Ananda dan tidak bisa mencegah tabrakan.

Senyum penuh kemenangan terbit di bibir Monika. Dia tidak takut lagi dengan ancaman yang pernah Herman berikan, Monika sempat terkejut melihat Herman rupanya ada di sekitar sana. Tapi tidak mengapa, lebih cepat lebih baik. Monika sudah siap mati.

Jika Mario tidak bisa menjadi miliknya, maka Ananda juga harus mati dan tidak boleh ada kesempatan bersama dengan Mario.

"Semoga tenang dalam neraka," doanya.

Monika melihat dari spion, kondisi Ananda langsung tergeletak tak berdaya.

Monika segera melanjutkan mobilnya setelah menyaksikan Ananda tidak ada harapan untuk bangun. Ia berharap wanita itu segera mati tak tertolong.

"Ananda! Anna? Bangun."

Herman langsung berlari memangku kepala Ananda. Herman tidak menyangka akan menyaksikan kejadian itu.

Herman melihat mobil yang tadi telah menabrak Ananda. Herman tidak buta dan juga tahu kalau semua ini di sengaja.

Mobil itu sendiri yang menabrak Ananda, bukan karena Ananda berada di tengah jalan.

"Kurang ajar!" geramnya sambil menatap tajam plat mobil itu.

Dirinya tahu siapa di balik semua ini, dengan wajah tegang Herman hanya ingin menyelamatkan Ananda dulu, dia akan mengurus Monika nanti.

Orang-orang yang ada di sekitar sana berjalan mendekat untuk melihat kondisi korban.

Sebagian yang menyadari bahwa pelakunya telah melarikan diri, mengejar mobil itu tapi kecepatannya seperti angin sehingga tidak bisa menahan pelaku.

Herman tidak peduli dengan kerumunan, dia langsung mengangkat tubuh Ananda dan di bawanya berlari ke rumah sakit.

Untung saja Ananda belum jauh keluar sehingga tanpa butuh waktu lama akan langsung mendapatkan penanganan.

Ddrrtttt....

Saat sedang menunggu kabar Ananda, Herman di kejutkan dengan dering ponsel Ananda, karena saat ini Herman sedang memegang tas wanita itu. Herman melihat nama dan dia merasa sakit saat membaca nama *Suamiku* tertera di sana.

Sampai dering nya berhenti, Herman tidak mengangkat sama sekali. Tetapi penelpon terus saja menghubungi tanpa henti, terpaksa Herman menekan ikon hijau.

"Anna, kenapa lama sekali menjawab panggilan ku, apa yang kau lakukan sampai mengabaikan dua panggilan dari ku?"

Herman mendengar nada Mario seakan tidak suka karena panggilan nya tidak di jawab.

"Aku bukan Anna," sahut Herman sambil melihat sebentar pintu IGD.

"Siapa kau?"

Mario melihat nomor tujuan, dan itu benar nomor ponsel Ananda. Kenapa ada suara pria yang menjawab panggilan nya.

"Kenapa kau yang menjawab, di mana Istri ku?" lanjutnya.

"Istri mu kecelakaan, segeralah ke rumah sakit. Dia masuk IGD."

Setelah mengatakan itu Herman langsung mengakhiri panggilan. Ia memandangi pintu IGD seakan menembus di dalamnya, namun Herman sadar dan meninggalkan tempat itu. Ia berjalan menuju resepsionis.

"Ada yang bisa di bantu, Pak?"

tanya resepsionis yang sedang bekerja.

"Tolong berikan tas ini pada orang yang bernama Mario. Nanti dia datang, pasien atas nama Ananda," kata Herman.

Resepsionis itu mengangguk dan mengiyakan, ia mencatat dan menyimpan tas Ananda dengan baik. Herman lalu keluar dan matanya seperti goa yang menyedot.

Entah apa yang pria itu pikirkan, yang jelas saat ini dia sangat marah atas apa yang terjadi pada Ananda. Mungkin orang akan mengira kalau dia seperti itu karena panggilan dari Mario tadi.

Terpopuler

Comments

🌞MentariSenja🌞

🌞MentariSenja🌞

🐠🐠🐠🐠🐠 𝚖𝚎𝚕𝚞𝚗𝚌𝚞𝚛...

2024-08-01

1

Birru

Birru

Monik dibutakan oleh cinta sehingga tega menyakiti anna..

2024-05-26

1

Atha Diyuta

Atha Diyuta

2 iklan mluncur smngt ka

2024-05-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!