Aku Tidak Mau Mati

Monika berjalan menyusuri lorong rumah sakit jiwa, sebelum nya dia sudah bertanya tentang Dilla pada pengurus di sana. Setelah menemukan tempat keberadaan Dila, Monika langsung masuk dan membuat orang di dalam terkejut.

"Monika! Tolong bantu aku keluar dari sini."

Dilla sangat senang melihat kemunculan Monika, wanita itu berharap Monika bisa melepaskan nya dari rantai yang mengikat kedua tangan dan kakinya di atas ranjang yang dia tempati.

"Untuk apa aku melepaskan mu. Sudah seharusnya tempat mu berada di sini," kata Monika sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Dilla sangat marah mendengar perkataan Monika itu, Ia berusaha memberontak berharap rantai tersebut bisa putus, tapi tidak mungkin dia sekuat itu.

"Lalu apa yang kau lakukan di sini? Pergi kau dari sini! Semua ini gara-gara diri mu, Monika. Aku berada di sini karena mu!" teriak Dilla namun Monika tidak peduli sama sekali.

"Harusnya aku yang marah padamu, Dilla. Kenapa Ananda masih hidup sampai sekarang."

Monika tidak suka Dilla malah menyalahkan nya, adapun dia berada di sana, itu karena ulahnya sendiri.

"Aku tidak peduli lagi dengan perempuan itu! Aku akan mengatakan pada Mario kalau kamu juga dalang dari apa yang terjadi dengan Ananda. Aku juga mau melihat mu di rantai seperti ku."

Dilla tertawa senang dengan isi pikirannya itu, Monika geram dan mendekati Dilla lalu mencekik leher nya.

"Aku akan membunuhmu sebelum itu terjadi!"

Kata-kata Monika penuh penekanan dan saat ini Dilla mulai kesulitan bernafas karena ulah Monika.

"Monika! Apa yang kau lakukan? Dia bisa mati."

Herman muncul lalu menarik tangan Monika dari leher Dilla, wanita itu terbatuk-batuk setelah cengkram keras Monika terlepas.

"Lepaskan, kenapa menghalangi ku untuk membunuhnya!"

Monika malah balik meneriaki pria yang ternyata adalah Herman.

Monika kaget dengan kemunculan pria itu, bagaimana kalau dia mendengar apa yang tadi Dilla katakan.

Herman langsung menarik tangan Monika dengan keras dan memaksa wanita itu untuk mengikuti langkah lebarnya. Mereka akhirnya meninggalkan Dilla yang saat ini masih syok atas apa yang terjadi. Dia tidak gila, tapi di tempat kan di rumah sakit jiwa. Orang tuanya bahkan tidak peduli dengan keberadaan nya sekarang.

"Lepaskan brengsek!"

Herman tidak peduli dengan penolakan Monika dan juga perlawanannya. Herman tetap membawa Monika keluar dari sana.

Pria itu bahkan memaksa Monika untuk memasuki mobilnya lalu mereka meninggalkan rumah sakit jiwa dengan cepat. Sedangkan mobil Monika, Herman menghubungi seseorang untuk mengambil nya.

Herman membawa Monika ke gedung pencakar langit Hero Grup. Itu adalah gedung perusahaan milik Kurniawan, Deddy Herman.

Banyak pasang mata para karyawan yang menyaksikan kejadian itu, Herman tidak peduli saat Monika terus saja ingin lepas dari tangan nya. Pria itu tetap menyeret Monika sampai di lantai paling atas dan kini mereka sudah berada di ruang terbuka.

"Herman, untuk apa kau membawa ku ke sini. Aku mau pergi."

Monika berusaha melarikan diri, Ia sangat takut saat menatap di bawah. Orang-orang terlihat sangat kecil dari atas sana, dada Monika berdegup kencang dan menelan Saliva nya dengan susah payah. Apa yang mau Herman lakukan.

"Apa yang sedang kamu coba lakukan pada Ananda?" tanya Herman dengan suara dingin nya yang menusuk.

Monika tidak bisa berbicara karena rasa takut akan keberadaan nya sekarang. Ia takut kalau-kalau badan nya tertiup angin dan membawa serta tubuh rampingnya.

"A_ ak_ aku."

Menika bergerak mundur karena Herman berjalan maju memojokkan tubuh Monika semakin berjalan di pinggir.

"Cepat katakan!" teriak Herman tepat di depan wajah wanita itu. Monika dengan cepat berkata.

"Aku ingin dia mati!"

Herman sangat marah dan tangannya bergerak mendorong tubuh Monika dari atas ketinggian gedung pencakar langit itu.

AH!

Teriakan Monika sangat keras, dia merasa badannya melayang namun sepertinya raga belum terlepas dari badannya. Wanita itu menutup rapat matanya ketakutan, mungkin sekarang dia sedang di udara dan siap mendarat di atas tanah lalu hancur berkeping-keping.

Di tengah ketakutan nya, Monika mengintip dan membuka sedikit sebelah matanya.

'Aku tidak jatuh?' batinnya lalu perlahan membuka kedua matanya.

Rupanya Herman tengah menarik tangan Monika dengan satu tangan. Wanita itu mengedipkan matanya tak percaya dan juga ketakutan bertambah besar dalam pupil matanya terutama wajah Monika.

Bagaimana tidak, sedikit saja dia bergerak atau Herman melepaskan tangan Monika. Maka nyawa wanita itu tinggal nama saja.

Sebenarnya bisa saja Monika menarik dirinya untuk bisa berdiri tegap, tapi dia takut mereka malah jatuh berdua. Karena saat ini hanya kedua pasang kaki mereka yang bertumpu dengan baik, tepatnya Herman saja. Karena kaki Monika sudah condong mengikuti badannya.

Tubuh Herman juga tidak sepenuhnya berdiri tegak, pria itu sepertinya sengaja berpose seperti ini agar menakuti Monika.

"Kau ingin kita berdua mati? Hah! Cepat tarik aku," marah Monika namun tatapan dingin Herman belum berubah sama sekali.

"Bagaimana jika aku juga ingin kamu mati seperti yang mau kamu lakukan pada Ananda?"

Monika membeku, perasaan takut menghinggapi dirinya saat melihat mata serius Herman.

"Aku tidak mau mati. Cepat tarik aku, Herman."

Herman hanya tersenyum mengejek melihat ketakutan wanita itu. Jika dia takut mati, bagaimana bisa dirinya memikirkan untuk mengakhiri hidup orang lain.

"Nyawa tidak semudah itu di dapatkan. Berikutnya tidak akan mudah untuk mendapatkan nya."

"Aku berjanji tidak akan pernah memikirkan nya lagi," kata Monika cepat.

Monika sangat ketakutan karena saat ini dia berada di tengah udara. Apalagi tangan Herman seakan ingin melepaskan nya.

Dalam sekali tarikan, tubuh Monika segera terangkat dan telah berdiri dengan kakinya sendiri. Wanita itu segera berjalan ke tengah agar tidak terulang kejadian seperti tadi lagi.

Dia juga langsung berlari ingin segera turun ke dasar.

"Tunggu."

Monika berbalik ke arah suara tersebut.

"Aku terus mengawasi mu. Selanjutnya tidak ada kesempatan ke dua."

Monika tidak peduli dengan ancaman itu, dia dengan kesal meninggalkan Herman, untuk segera meninggalkan gedung keramat yang hampir mengambil nyawanya.

___________________________

Semenjak kejadian di atas gedung Hero Grup, Monika tidak kelihatan batang hidung nya untuk ke Kantor dan bekerja. Akhirnya Herman tidak tahan lagi, dia takut Monika kembali berulah dan berbuat hal buruk pada Ananda.

Pria itu kemudian mendatangi kediaman Surya di saat jam istirahat. Pria baya itu belum kembali dari luar kota, sudah lumayan lama dia meninggal kan rumah. Kalau saja dia tahu, kalau semua kesibukannya di sana adalah ulah Herman. Sebenarnya Herman tahu, kesibukan di sana akan berakhir. Jadi besok mungkin Surya sudah akan pulang.

"Selamat siang, Den. Mau bertemu dengan Tuan? Beliau sedang ada perjalanan di luar kota," jelas Udin saat kembali melihat kemunculan Herman di kediaman itu.

"Tidak, Saya mau bertemu Monika," ujar Herman.

"Oh, silahkan di tunggu, Den. Kebetulan Non Monika ada di rumah."

Udin ingin kembali mengarahkan Herman untuk menunggu seperti sebelumnya.

"Tidak perlu. Langsung antar Aku menemuinya."

Herman sudah sangat kesal jika harus kembali di suruh untuk menunggu.

"Tapi_"

"Ini."

Herman memberikan Handphone nya pada Udin. Ia melihat rasa was-was pria itu sehingga Herman segera menghubungi Surya yang mungkin saat ini masih sibuk.

"Bicara dengan Tuan mu. Dia tidak akan keberatan kalau aku masuk," lanjut Herman melihat raut tanya Udin.

Dengan hati-hati pria itu mengambil alih ponsel Herman. Ia lalu berbicara dengan Surya dan itu memang suara sang Tuan. Akhirnya Udin percaya dan mengantarkan Herman untuk melihat Monika.

Sebelum itu, Udin sempat bertanya pada Asih di mana tepat keberadaan Monika saat ini.

"Ini kamar nya, Den. Saya izin tinggal untuk kembali bertugas," pamit Udin setelah Herman sudah berdiri di depan pintu Monika.

Setelah Udin menghilang dari pandangan, tanpa permisi Herman langsung membuka pintu kamar seorang wanita yang kebetulan tidak terkunci.

Pria itu terpaku melihat bayangan di depannya yang tidak di sadari oleh pemilik kamar. Saat ini wanita itu tepat melepaskan handuknya dan mungkin ingin memakai baju setelah mandi. Terlihat dari handuk kecil yang juga masih terlilit di atas kepala wanita itu.

Herman hanya berdiri dan bersandar di samping pintu dengan posisi tangan menyilang di depan dada. Ia tidak berniat untuk pergi atau menghindari hal itu.

Wajah dingin nya menatap tajam bentuk tubuh yang pernah dirinya rasakan untuk pertama kali. Monika bahkan masih dengan kefokusan nya tanpa melihat ke pintu, Ia membuka lemari dan memakai pakaian dalam nya di depan kaca besar di dalam kamar tersebut.

Terpopuler

Comments

🌞MentariSenja🌞

🌞MentariSenja🌞

/Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2024-08-01

1

Birru

Birru

pemandangan yang tak terduga /Tongue/

2024-05-26

0

anjurna

anjurna

Yang aku takutkan. Tapi Herman malah nggak menghindar🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️

2024-05-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!