"Pergi? Pergi kemana? Ini apa yang lagi diomongin bapak ini, Runi?" Erna begitu bingung. Ia semakin penasaran saat melihat wajah sang putri yang memucat.
"Anda gak bilang saya harus pergi dari sini, Pak. Anda hanya mengatakan saya harus putus dengan Victor." Dagu Seruni bergetar.
"Seharusnya kamu tetap menjaga sikap kamu. Tapi kamu malah menghabiskan waktu bersama dengan Tuan Muda ke Mall milik Pak Emran. Beliau melihat semuanya melalui CCTV, dan beliau tidak menyukainya."
Air mata Seruni pun membasahi pipinya. Ia merasa sangat menyesal. Semua ini terasa tidak adil. Baru saja ia bahagia bisa menghabiskan waktu dengan Victor kemarin, sekarang keadaan berubah seratus delapan puluh derajat.
"Hari ini juga kamu harus pergi. Kemasi barang-barangmu." Tegas Sean.
"Sekolah saya gi..." Seruni terisak hingga ia tak bisa melanjutkan apa yang ingin ia katakan.
"Ujian kamu sudah selesai. Kamu hanya tinggal menunggu ijazah kamu keluar. Saya akan memastikan kamu mendapatkan ijazahnya."
Seruni beranjak dan berlutut di depan Sean. "Saya mohon, Pak. Beri saya kesempatan untuk bersama dengan Victor sampai acara prom night itu berlangsung. Seperti kesepakatan kita kemarin, Pak! Saya janji setelah itu saya akan menghilang dari hidup Victor! Saya mohon!" Mohon Seruni dengan sangat.
"Runi, ada apa sebenarnya?! Siapa Victor?" Erna semakin panik melihat sang putri yang menangis histeris sambil berlutut di depan pria asing ini dengan tangan tertangkup.
Sean beranjak dari duduknya. "Tidak ada negosiasi lagi. Sebentar lagi mobil yang akan membawa kamu dan ibumu akan segera datang. Bawalah seluruh barang-barang kamu dengan mobil itu. Lakukan sesuai perintah jika kamu tidak ingin penawaran Pak Emran menjadi lebih merugikanmu lebih dari ini. Saya pamit."
Sean pun pergi. Ia tak memperdulikan Seruni yang menangis meraung-raung. Erna yang tak paham pada situasinya hanya bisa ikut menangis seraya memeluk sang putri.
Setelah beberapa saat emosi Seruni mulai mereda. Ia menceritakan kepada sang ibu duduk masalah yang sedang dihadapinya. Erna begitu terkejut.
"Maafin Runi, Bu. Runi salah..." Seruni kembali terisak.
Erna merengkuh tubuh sang putri. "Kamu gak salah, Nak. Kita orang kecil memang tak bisa apa-apa jika orang-orang yang punya kuasa sudah berkehendak."
"Coba Runi gak pacaran sama Victor... Kita... gak harus pergi, Bu. Kita bahkan gak tahu kemana Pak Emran ngirim kita. Gimana hidup kita di sana bu? Gimana hutang kita?" Seruni begitu kalut.
Erna pun tak bisa berkata apapun lagi. Ia hanya bisa berdoa dan menyerahkan semuanya kepada Sang Maha Pelindung.
Dengan berat hati, Seruni dan Erna membereskan barang-barangnya ke dalam sebuah mobil box besar yang datang sekitar satu jam setelah Sean pergi. Satu mobil itu mampu menampung barang-barang mereka yang memang tidak banyak. Setelah semua barang masuk, Seruni dan Erna masuk ke mobil itu, di kursi penumpang depan.
"Kita akan dibawa kemana, Pak?" Tanya Seruni pada supir yang mengemudikan mobil itu.
"Loh, emang Mbaknya gak tahu?" Tanya supir itu kebingungan. Seruni hanya bisa menggeleng pelan.
"Saya diminta membawa barang-barang Mbak ini menyebrang ke Sumatera. Ada desa kecil di sana. Aksesnya cukup sulit, tapi katanya lumayan nyaman suasananya belum banyak orang yang tinggal."
Sebuah tempat dengan sedikit orang yang tinggal. Apa yang bisa dilakukan Seruni dan ibunya di sana untuk mencari nafkah? Bagaimana dengan kuliahnya? Apa Seruni harus mengucap salam perpisahan pada kampus impiannya selama ini yang berada di ibukota? Entahlah. Seruni hanya bisa pasrah. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya.
...***...
Victor kembali menghubungi Seruni, namun ponselnya masih tidak aktif. Ia cemas sekali. Sejak pagi Seruni tak bisa dihubungi.
"Lo nyariin gue?"
Sontak Victor mendongak. "Eh, iya Shel. Lo tahu gak Seruni dimana? Gue hubungin dia dari pagi tapi HPnya gak aktif terus."
Shelly pun duduk di samping Victor, di pinggir lapangan basket. "Gue juga gak tahu. Anak-anak juga pada nungguin dia. Pada pengen sarapan kue dan nasi bakarnya dia. Tapi dianya gak dateng-dateng."
Perasaan Victor semakin tidak enak. "Kemana ya dia..." Gumamnya cemas.
"Kak Victor, Kak Shelly, mau gak kuenya? Ini gratis loh." Tiba-tiba seorang anak kelas 10 yang Shelly tahu adalah tetangga Seruni, datang membawa kotak makanan berisi kue-kue yang sering Seruni jual.
"Loh? Ini bukannya kue-kuenya Seruni?" Tanya Shelly keheranan.
"Iya. Tadi tetangga-tetangga Kak Seruni pada dibagi kue-kue ini sama ibunya Kak Seruni. Aku juga dibekelin ini sama ibu aku."
"Kuenya dibagiin? Kenapa?" Tanya Shelly. Victor sama penasarannya dengan Shelly.
"Kayaknya mereka mau pindah. Aku juga gak tahu sih, cuma tadi pas aku pergi sekolah, emang ada mobil box besar gitu dateng ke depan gang rumah. Terus ibunya Kak Seruni juga kayak pamit gitu sama semua tetangga sambil ngasih kue-kuenya."
Sontak Victor dan Shelly merasa sangat janggal. Victor pun beranjak.
"Vic, mau kemana?" Tanya Shelly.
Sambil terus berlalu Victor menjawab, "nyari Seruni.
Mobil Victor pun berhenti di bahu jalan depan gang rumah Seruni. Ia berlari memasuki gang. Di depan rumah Seruni Victor mengucap salam.
"Mas, Bu Erna dan Seruni gak ada." Seorang tetangga samping keluar dari rumahnya dan mengabari Victor.
"Kemana ya, Bu?" Tanya Victor segera.
"Tadi pagi mereka tiba-tiba pindah. Gak tahu kemana, semua barangnya udah dibawa."
"Tiba-tiba pindah gimana maksudnya, Bu?" Victor panik bukan main.
"Kayak mendadak gitu, Mas. Tadi Bu Erna sama Seruni seperti biasa lagi nyiapin kue-kue buat mereka jualan. Tiba-tiba ada orang dateng pakai setelan jas gitu. Udah orang itu pergi, mereka langsung bagi-bagiin kuenya ke tetangga-tetangga sambil pamit kalau mereka mau pindah."
Orang dengan setelan jas? Victor mulai mencurigai ini ada kaitannya dengan sang ayah. Ia pun pamit pada ibu itu dan segera membawa mobilnya untuk menemui Emran di kantornya.
Setelah menunggu Emran selesai menghadiri rapat, Victor dipersilahkan masuk ke dalam ruangan sang ayah.
"Ayah, apa yang ayah lakuin sama Seruni?" Victor bertanya langsung ke intinya. "Ini perbuatan Ayah 'kan?"
"Iya. Ayah mengirimnya pergi jauh dari sini." Ujar Emran dengan dingin, tanpa merasa bersalah.
"Pergi?! Pergi gimana maksud Ayah?!" Emosi Victor meluap.
"Pergi menjauh dari putra Ayah. Kamu tak akan pernah bertemu dengannya lagi." Nada bicaranya tenang, namun penuh penegasan. Seakan apa yang sudah diucapkannya tidak akan bisa diubah lagi.
Victor mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat menahan amarah.
"Ayah sudah memperingatkan kamu untuk segera putus dengannya. Tapi karena kalian tidak mendengarkan peringatan Ayah, maka terpaksa Ayah melakukan ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Erni Fitriana
pak emran beruntung gak punya urat susah...jadi sekali ngomong n nyuruh pindah orang sat set y pindah....punya urat kaya enak y pak😊😊😊😊😊
2024-06-25
1
Soeharti Rifangi
kasihan kamu runi ,apa org miskin tdk berhak utk pacaran dg org kaya ,picik bgt pikiran mu emran ..semoga kamu dpt balasannya kakek tua
2024-04-30
1
Asep Saepudin
smga d tempat yg baru seruni mndpt kbhgian
2024-04-30
1