Bab Tujuh

Gus Shabir tampaknya cukup terkejut dengan pernyataan putrinya. Sama seperti Anin tadi, dia tidak pernah melihat Nabila dekat dengan seorang pria, dan ketika ada yang melamar itu merupakan kejutan.

"Kamu di lamar seseorang?" tanya Gus Shabir.

Nabila menjawab dengan menganggukan kepalanya. Dia tersenyum pada sang abi. Shabir tampak menarik napas berat. Banyak pertanyaan dalam kepalanya.

"Siapa pria yang melamar kamu? Selama ini kamu tak pernah mengatakan pada Abi jika sedang dekat dengan seseorang!" ucap Shabir.

Mungkin Gus Shabir berpikir jika putrinya menyembunyikan hubungan mereka darinya selama ini. Padahal Nabila memang tak pernah dekat dengan pria manapun termasuk Bastian.

"Aku memang tak memiliki teman dekat pria, Abi. Dia datang langsung melamar dengan Ayah dan Ibu," jawab Nabila.

Gus Shabir tampak menarik napas lega. Dia pikir sang putri memang tak pernah menganggap dirinya. Padahal walau mereka tidak tinggal satu atap, pria itu tetap memberikan kewajibannya untuk menafkahi sang putri.

"Siapa pria itu?" tanya Gus Shabir kembali.

"Dia sepupu ayah Alvin," jawab Nabila pelan.

"Apa ...?" tanya ketiga orang itu serempak. Mereka sepertinya terkejut dengan jawaban Nabila.

Nabila lalu memandangi satu persatu wajah mereka. Dia sudah menebak jika sang ayah pasti akan terkejut, tapi dia tak pernah menduga jika ibu tirinya juga melakukan hal yang sama. Bukankah ini tidak ada hubungan dengan dirinya.

"Tunggu dulu ...," ucap Abi Shabir. Pria itu tampak berpikir dan akhirnya melanjutkan ucapannya. "Jangan bilang kalau yang dimaksud adalah sepupunya Alvin yang bernama Bastian?"

Nabila menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Gus Shabir kembali tampak terkejut melihat reaksi sang putri.

Dia tampak berpikir. Shabir pernah bertemu dengan pria itu saat acara pesta temannya dan juga kebetulan teman Alvin.

"Abi rasa dia itu jauh lebih dewasa dari kamu. Apa kamu telah memikirkan semua ini?" tanya Shabir.

"Aku sudah memikirkan semuanya sebelum menjawab lamaran itu, Abi!" balas Nabila.

"Beda usia kamu terlalu jauh, sepertinya Abi tidak setuju! Abi takut nanti kamu menyesal setelah menjalaninya. Pasti akan banyak sifat dan sikap yang berbeda!" ucap Shabir.

"Abi, usia itu hanyalah angka. Aku yakin kami akan bisa menjalani semuanya nanti," jawab Nabila untuk meyakinkan pria itu.

Ibu tirinya yang dari tadi diam, sepertinya ingin mengatakan sesuatu. Dia merubah duduknya menjaga tegap dan menantang.

"Perbedaan usia antara kamu dan calon suami pasti akan menjadi perbincangan. Mereka berpikir, jika kamu tidak laku dan tidak ada yang mau sehingga menikah dengan perjaka tua. Atau jangan-jangan dia duda lagi!" ucap Tata sang ibu tiri.

"Tante, aku tak peduli orang mau bicara apa. Jika hanya masalah usia, aku rasa orang tidak akan berpikir hingga sejauh itu. Apa lagi usiaku masih muda. Bagaimana bisa aku dikatakan menikah dengan pria itu karena sudah tak laku sedangkan aku menikah di usia yang masih muda!" ucap Nabila sedikit emosi.

"Nabila, aku ini ibumu juga. Walau bukan kandung, kenapa kamu memanggil Tante. Dan bicara dengan nada tinggi. Aku hanya mencoba menasehati kamu, kenapa kamu begitu marah?" tanya Tata.

Tata menatap Gus Shabir dengan tatapan sendu. Seolah ingin mengadu jika dirinya sedih atas ucapan Nabila.

Gus Shabir tampak menarik napas kembali. Dia lalu menatap Nabila.

"Nabila, Abi sudah sering mengatakan jika kamu jangan memanggil Tante dengan istri Abi ini. Jika kamu bisa memanggil Alvin ayah, kenapa tak bisa memanggil Tata, ibu. Abi setuju dengan pendapat ibu kamu. Orang-orang akan berpikir yang bukan-bukan jika kamu tetap menikah dengan sepupu Alvin itu! Selain dia masih ada hubungan dengan ayah tirimu, usianya juga beda terlalu jauh denganmu!" tegas Abi Shabir.

Nabila tak bisa lagi berkata-kata. Lidahnya terasa kelu, dan tenggorokan tersekat. Dia mencoba menahan air mata agar tak tumpah membasahi pipi.

"Seperti tak ada laki-laki lain saja!" ujar Dira.

Gus Shabir menatap anaknya. Melihat air mata yang telah menganak sungai, dan siap tumpah membasahi pipinya.

"Maafkan Abi, Nak. Abi tak bisa menerima lamaran Bastian. Kamu jangan bersedih. Masih banyak pria lain di luar sana," ujar Gus Shabir.

"Kenapa emangnya dengan usia yang terpaut jauh. Aku dan Mas Keenan juga memiliki jarak usia yang jauh. Tapi kehidupan rumah tangga kami berjalan dengan lancar," ucap Anin, yang entah muncul dari mana.

Keempatnya langsung menatap ke arah sumber suara. Gus Shabir yang tampak paling terkejut. Menatap Anin tanpa kedip.

"Anin ....!" hanya ucapan itu yang keluar dari bibirnya

"Aku justru bersyukur menikah dengan pria yang usianya matang. Dia telah menjalani hidup lebih lama, sehingga lebih bisa mengerti. Dia juga memanjakan aku. Meratukan aku. Jadi alasan perbedaan usia Nabila dan pria itu yang cukup jauh bukan alasan bagi Mas Shabir untuk menentangnya!" ujar Anin.

"Masalahnya berbeda, Anin. Bastian itu sepupunya Ayah tiri Nabila. Jika suatu hari mereka bertengkar, seluruh keluarga pasti jadi terlibat. Makanya abi berpendapat lebih baik cari orang lain saja sebagai pendamping kamu!" ucap Shabir.

"Justru karena Paman Bastian, adek sepupunya Om Alvin, aku makin mendukungnya. Bukankah selama ini Om Alvin telah menunjukan pada semuanya jika dia sangat mencintai Aunty Hana. Aku rasa kepribadian pasti tak jauh berbeda!" ujar Anin.

Gus Shabir tampak menarik napas beberapa kali. Tak tahu harus memberikan alasan apa lagi sebagai keberatan pada lamaran Bastian.

"Apa kamu yakin jika Bastian tidak akan mengecewakan?" tanya Shabir.

"Aku tak bisa menjawab dengan kata pasti.. Semua yang terjadi di atas bumi ini atas kehendak-Nya," jawab Anin lugas.

Semua yang ada lalu terdiam. Tak ada yang bisa menjawab. Shabir tampak berpikir. Semuanya larut dalam pikiran masing-masing.

"Jika memang Anin berpikir Bastian adalah pria baik, aku akan merestuinya," ucap Abi Shabir.

"Mas, jangan hanya berpatok dengan ucapanku. Aku itu hanya memberikan pendapatku. Aku tak bisa menjamin semuanya akan berjalan sesuai keinginan kita!" ucap Anin.

Shabir mengangguk setuju dengan ucapan Anin. Tata yang menyadari tatapan mata Shabir sering ke arah Anin menjadi cemberut. Dia lalu mengajak suaminya pulang.

"Abi mau pamit pulang!" pamit Shabir.

"Jadi apakah Abi merestui hubungan kami?" tanya Nabila untuk meyakinkan.

"Ya, Nak. Abi merestui. Yang akan menjalani rumah tangga adalah kamu, jadi keputusan ada di tanganmu. Abi hanya mendoakan semoga ini memang yang terbaik untukmu!" ujar Shabir.

Shabir lalu pamit dan meninggalkan restoran bersama anak dan istrinya. Yang tertinggal hanya Anin dan Nabila.

Anin lalu menawarkan diri untuk mengantar Nabila pulang. Gadis itu sudah tampak lega. Tidak tegang seperti tadi lagi.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Cah Dangsambuh

Cah Dangsambuh

masih aja si sabir menatap anin trus lepas dari hana eeee dapetnya tata yg sepwrtinya ga pantes jadi istri sang gus pa lagi anaknya weleh ga karuan ngenes deh nasip sabir

2024-05-15

0

Lilik Juhariah

Lilik Juhariah

Oalah ini anaknya Hana tah

2024-05-15

0

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

ealah masih memendam rasa sm anin smpe lgsg bisa berubah pikiran..ndongkol g tuh istrinya hwhw

2024-05-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!