Bab Enam

Setelah dari kampus, Nabila ingin langsung menuju restoran yang dia dan Gus Shabir janjikan. Saat akan memanggil taksi, sebuah mobil berhenti tepat di dekat dia berdiri. Gadis itu bertanya dalam hati, siapa itu.

Sang kemudi lalu membuka kaca mobil. Saat melihat siapa yang ada di dalam mobil itu, Nabila langsung tersenyum semringah.

"Kak Anin ...!" ucap Nabila dengan riang.

"Masuklah ...!" ajak wanita itu, yang tak lain adalah Anin, ponakan ibunya.

"Aku mau ke restoran bertemu dengan Abi, Kak," jawab Nabila.

"Biar Kakak antar, masuklah!" ajak Anin lagi. Nabila lalu berjalan menuju mobil dan masuk.

"Mobil baru, Kak. Aku kira siapa tadi," ucap Nabila sesaat setelah mobil melaju di jalanan.

"Mobil Arumi ini, tadi Kakak pinjam. Ada apa nih, tumben bertemu Abi?" tanya Anin sambil terus menyetir.

"Aku ingin bicara tentang lamaran. Ada seorang pria yang ingin meminang ku," jawab Nabila.

Anin cukup terkejut mendengar ucapan sepupunya itu. Dia lalu menghentikan mobilnya. Memandangi Nabila dengan senyuman. Wanita itu tak pernah berubah, selalu mengukir senyum manisnya.

"Kejutan sekali. Selama ini Kakak tak pernah lihat kamu dekat dengan siapa pun. Tiba-tiba sudah mau lamaran saja," ucap Anin dengan tersenyum. Tampak kebahagiaan terpancar dari wajahnya.

"Aku juga tak menyangka jika dia akan melamarku, Kak!" balas Nabila dengan tersenyum malu, mengingat lamaran yang dilakukan Bastian.

Anin mencubit kedua pipi sepupunya itu dan mengecupnya. Dia memang selalu begitu. Dengan Hana juga. Anin menyayangi semua anggota keluarga nya.

"Tak terasa, kamu sudah dewasa saja. Sudah mau menikah. Nanti kamu bisa minta apa pun sebagai hadiah pernikahan. Kakak dan Mas Keenan akan membelinya," ucap Anin gemas. Dia kembali mencubit pipi Nabila dengan pelan.

Anin teringat bagaimana perjuangan Hana untuk membuat putrinya tetap bahagia meski tanpa ayah. Dia bekerja di perusahaan Ghibran, walau sang Abang telah mengatakan akan membiayai semua kebutuhan Nabila, tanpa harus bekerja.

"Aku mau tiket bulan madu ke luar negeri," jawab Nabila dengan tersenyum.

"Itu hal yang gampang. Yakin hanya minta itu?" tanya Anin. Dia kembali melajukan mobil menuju restoran yang Nabila maksud.

Nabila tampak berpikir mendengar ucapan Anin. Dia lalu tersenyum. Tercetus satu keinginan.

"Apa benar Kak Anin akan memberikan apa pun yang aku mau?" tanya Nabila untuk meyakinkan.

"Tentu saja. Bukankah aku sudah katakan tadi!" ucap Anin lagi.

"Aku mau rumah atau apartemen," ucap Nabila sambil tersenyum.

"Nanti Kakak katakan dengan Mas Keenan. Di mana apartemen yang kamu inginkan?" tanya Anin lagi.

Nabila memandangi sepupunya itu dengan tatapan tak percaya. Dia hanya bercanda. Mana mungkin minta belikan apartemen sebagai kado. Bisa jadi bahan omongan keluarga besar mereka nantinya. Terutama bagi Annisa dan ibunya. Dia tahu jika mereka kurang menyukai ibunya.

"Aku cuma bercanda. Apa pun yang Kak Anin beri sebagai hadiah, aku akan terima dengan senang hati. Aku hanya minta doanya agar nanti rumah tanggaku bahagia seperti Kak Anin. Hanya sekali pernikahan aku lakukan," ucap Nabila.

"Aku pasti mendoakan semua yang terbaik untukmu, Dek," jawab Anin dengan tersenyum.

Nabila lalu memeluk lengan Anin. Di antara semua sepupunya, dia hanya dekat dengan Anin. Dengan Syifa dia tak begitu dekat. Apa lagi dengan sepupu yang lainnya.

Aisha dan Gibran juga begitu baik dengan dia dan sang ibu. Sehingga Nabila merasa dekat hanya dengan mereka. Sering dia tak datang jika ada pertemuan keluarga. Mengenai neneknya yang di cap sebagai pelakor masih sering mereka sindir.

Setengah jam perjalanan akhirnya mereka sampai di restoran yang di tuju. Anin dan Nabila sama-sama keluar dari mobil.

"Terima kasih, Kak. Aku masuk dulu!" pamit Nabila.

"Ini untukmu!" ucap Anin. Dia memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu. Setiap bertemu Nabila, dia memang selalu memberikan uang jajan.

"Ini banyak banget, Kak," balas Nabila. Menyadari uang yang diberikan Anin cukup banyak.

"Sudahlah, ambil untuk membeli kebutuhan wisuda," ujar Anin.

"Sekali lagi terima kasih, Kak. Aku masuk dulu!" pamit Nabila.

Dia lalu masuk ke restoran dan mencari keberadaan sang Abi. Tadi Gus Shabir mengatakan jika pria itu telah menunggu di restoran.

Nabila memandangi ke sekeliling mencari abinya. Setelah beberapa saat akhirnya dia melihat keberadaan Abinya. Seperti dugaannya, pria itu datang bersama sang istri dan putrinya yang masih duduk dibangku sekolah menengah pertama. Usianya masih empat belas tahun, tapi sikapnya sedikit angkuh. Dia tak akan mengulurkan tangan untuk bersalaman jika bukan Nabila yang memulainya.

"Assalamualaikum, Abi, Tante, Dira!" ucap Nabila begitu berada di dekat meja tempat keluarga abinya berada.

Nabila lalu menyalami tangan Abi dan ibu tirinya. Adiknya itu berpura-pura bermain dengan ponselnya saat Nabila mengulurkan tangan, hingga Shabir menyenggol bahunya, barulah gadis itu menyambut uluran tangan Nabila.

Nabila duduk terpaksa duduk di samping Dira. Suka tak suka, dia berusaha biasa, karena memang butuh dengan Abinya. Inilah alasan dia melarang ibunya Hana untuk ikut. Takut Hana tahu sikap Dira dan langsung mengeluarkan pendapatnya. Ibunya masih seperti dulu, jika tak suka, akan langsung mengatakannya.

Gus Shabir mengatakan jika makanan telah dia pesan. Beberapa saat duduk, makanan datang. Mereka lalu menyantapnya.

"Apa yang ingin kamu katakan, Bila?" tanya Abi Shabir membuka obrolan.

"Aku ingin memberikan undangan ini untuk Abi. Satu minggu lagi aku akan wisuda," ujar Nabila. Dia lalu mengulurkan undangan ke Abi-nya. Shabir menerima dengan tersenyum bangga.

"Anak Abi memang hebat. Sudah wisuda saja," jawab Gus Shabir.

"Terima kasih, Abi!" balas Nabila.

"Biasa aja kali. Hebat itu jika lulus kuliah kedokteran dengan waktu singkat," ucap Dira. Namun, pandangannya tidak lepas dari ponsel ditangan.

Shabir hanya diam, tak menanggapi atau memarahi sang putri. Padahal jelas itu sangat menyinggung perasaan Nabila. Gadis itu pun berusaha acuh dengan ucapan adiknya itu.

"Abi, sebenarnya selain memberikan undangan itu, aku ada maksud lain," ujar Nabila pelan.

Gus Shabir lalu memandangi sang putri dengan tatapan tajam dan menyelidiki. Dari kemarin malam, dia penasaran memikirkan apa sebenarnya yang ingin putrinya katakan.

Nabila menarik napas dalam. Dia ingin mengatakan tentang lamaran itu, dan mencoba merangkai kata agar sang Abi tak merasa dilangkahi Alvin. Gadis itu tak ingin ada kesalahan pahaman antara kedua ayahnya itu. Mereka berdua sangat Chik

"Abi, ada hal yang lebih penting ingin aku katakan," ucap Nabila akhirnya.

"Hal penting seperti apa yang ingin kamu katakan. Sepertinya sangat serius?" tanya Gus Shabir.

"Aku ingin mengatakan pada Abi, jika aku baru saja di lamar seorang pria!" kata Nabila.

...----------------...

Terpopuler

Comments

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

bagus mlh g bermuka 2

2024-05-11

0

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

lope sekebon stlh huru hara akhrnya bs berdamai lagi krn dasare anin super baik

2024-05-11

0

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

sabar ya nabila mungkin ade kamu bener² titusan sabir

2024-05-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!