Bab Empat

"Nanti kita bicarakan lagi, Bang. Kita santap dulu makanan ini. Biar lebih enak mengobrol dengan perut kenyang," balas Bastian.

Alvin mengangguk setuju dengan ucapan sepupunya itu. Walau dia masih penasaran, tapi di tahan hingga makan malam selesai.

Hana dan Nabila juga ikut terdiam. Gadis itu tak menyangka jika Bastian akan seberani ini mengatakan itu. Dan Nabila merasa ini juga terlalu cepat.

Setelah makan malam, Alvin mengajak semuanya berkumpul di ruang keluarga. Dia sudah tak sabar ingin menanyakan keseriusan dari ucapan sepupunya itu.

Hana dan Nabila duduk berdampingan. Gadis itu terlihat sangat gugup. Dia tak tahu harus berkata apa jika benar sang paman melamarnya.

"Sekarang katakan dengan jelas maksud dari ucapanmu tadi. Apa benar kamu serius ingin melamar putriku?" tanya Alvin lagi.

"Seperti yang aku katakan tadi, Bang. Aku menyukai putrimu Nabila, dan ingin meminangnya sebagai istriku. Mungkin terlihat kurang sopan karena aku tak membawa kedua orang tuaku. Nanti setelah Abang dan Kak Hana setuju, baru aku minta mereka melamar. Kalau aku bawa sekarang dan ternyata kalian berdua tidak merestui, malulah sama kedua orang tuaku. Masa anaknya yang ganteng ini ketahuan lamarannya di tolak," ucap Bastian.

Alvin dan Hana tersenyum mendengar kalimat terakhir pria itu. Mungkin tujuannya memang begitu, mengajak kedua orang tua, setelah dia pastikan jika lamarannya di terima.

Nabila tampak semakin gugup menunggu jawaban dari sang ayah. Dia memang menyerahkan pada kedua orang tuanya. Dari dulu dia sudah mengatakan jika mau menikah dengan pria yang direstui kedua orang tuanya.

"Apa kamu takut jika orang tuamu tau jika putranya ini tak semenarik pikiran mereka, masih saja ada wanita yang menolak cintamu!" ucap Alvin.

"Bang, semua keluarga paham jika aku yang sering menolak wanita. Pasaranku bisa turun jika mereka tau kali ini aku ditolak. Tapi ngomong-ngomong, bagaimana lamaranku tadi, Bang? Apa di terima?" tanya Bastian lagi.

Alvin dan Hana saling pandang. Kali ini wajah mereka tampak sedikit serius. Hal itu membuat Bastian jadi takut, jika betul lamarannya di tolak. Apa yang akan dia lakukan? Dia sudah terlanjur memikirkan pernikahan dengan Nabila.

Nabila sendiri, hanya menunduk. Tak berani memandang kedua orang tuanya atau pun Bastian. Setelah beberapa saat terdiam, Alvin lalu membuka suara.

"Bastian ... Kamu mungkin tau, jika Nabila ini bukan putri kandungku, tapi kalau ditanya bagaimana sayangnya aku padanya, jangan pernah ragukan itu. Aku menyayanginya melebihi diriku sendiri!" Alvin menjeda ucapannya.

Alvin sepertinya ingin mengobrol dengan serius. Pernikahan bukan mainan, mungkin semua harus dipikirkan secara matang.

"Terus terang aku tak tau mengenai kehidupan asmaramu, karena kita tinggal beda kota. Aku tak tau pasti, apa kamu ada terikat hubungan dengan wanita lain saat ini. Sebelum aku menjawab lamaranmu, aku ingin kejujuran darimu, apa kamu masih ada terikat hubungan dengan wanita lain?" tanya Alvin.

Yang Alvin maksud dengan terikat hubungan dengan wanita lain adalah, mungkin Bastian memiliki kekasih. Jika istri, dia bisa pastikan jika pria itu tak memilikinya. Semua keluarga tak ada yang pernah mendengar dia menikah.

"Jika aku memiliki kekasih, tak mungkin aku melamar putrimu, Bang. Saat ini aku tak memiliki hubungan dengan siapa pun," jawab Bastian.

Alvin tampak bicara dengan Hana secara pelan. Mungkin menanyakan tentang pendapat dan kesediaan istrinya. Sesaat kemudian barulah pria itu berucap kembali.

"Setelah aku bicara dengan Hana, kami tak bisa memutuskannya. Semua ini tergantung Nabilanya sendiri. Karena dia yang akan menjalani," ucap Alvin.

Hana merubah duduknya menghadap sang putri. Meraih tangan nya dan menggenggamnya. Wanita itu tersenyum dan menarik napas, sebelum bicara.

"Nabila, kamu sudah mendengar semua obrolan kami. Pasti kamu telah memikirkan semuanya. Ibu, ingin bertanya denganmu, apakah kamu bersedia menjadi istrinya Paman Bastian? Apakah kamu telah siap untuk menikah?" tanya Hana dengan lembutnya.

Tangan Nabila tampak sedikit gemetar. Dia tak tahu harus menjawab apa. Gadis itu terdiam. Seperti biasanya, tenggorokannya terasa tersekat jika berada di dekat Bastian.

Cukup lama mereka terdiam. Larut dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya pertanyaan Alvin membuat semua tersadar.

"Bagiamana Nabila, apa kamu menerima lamaran Bastian?" tanya Alvin.

"Eh, itu ayah. Apa paman ingin menikah segera?" tanya Nabila. Pertanyaan Nabila dianggap ambigu sama semuanya. Mereka serempak memandangi gadis itu.

Nabila ikut tersenyum menyadari pertanyaannya yang sedikit aneh. Dia tak tahu kenapa pertanyaan itu yang terlontar.

"Umurku sudah dewasa banget, Nabila. Tentu saja aku melamar kamu agar bisa menikah secepatnya. Jika untuk main-main saja, kenapa aku harus melamar. Lagi pula, apa kamu mau pacaran?" Bastian memberikan pertanyaan yang membuat Nabila malu. Mana mungkin dia ingin berpacaran. Dia takut akan melakukan dosa.

"Apa yang dikatakan Paman Bastian benar, Nabila. Dalam Islam tidak ada pacaran. Jika memang ada niat menikah, segerakan saja. Karena niat baik itu seharusnya di laksanakan sesegera mungkin," balas Hana.

Alvin mengangguk setuju dengan ucapan istrinya. Dia lalu bertanya sesuatu dengan anak tirinya itu.

"Mengenai umur, apa kamu siap menikah dengan pria dewasa, yang otomatis pemikirannya bisa saja berbeda dengan kamu?" tanya Alvin.

Pertanyaan Alvin itu sepertinya tidak bisa diterima Bastian. Dia langsung mengajukan keberatan.

Bastian merasa usia bukanlah penghalang bagi hubungannya. Jika saja Nabila setuju, dia bisa mengikuti gaya hidup gadis itu.

"Jangan salah, Bang. Walau umurku dan Nabila berbeda jauh, tapi sifatku tidak kolot. Aku ini masih berjiwa muda, lagi pula aku tampan. Masih pantas bersanding dengan Nabila. Usia hanyalah angka. Kita menjadi tua melalui pengalaman dan disebut dewasa melalui pembelajaran kita. Tidak masalah bagaimana kita melihat, tetapi bertindak. Bagaimana kita menerima, tetapi memahami dirinya, karena sekali lagi … Usia hanyalah angka," ucap Bastian.

"Usia hanyalah angka dan jika dua orang saling menyukai, tidak ada yang bisa menghentikan mereka untuk bersama," ucap Bastian selanjutnya.

Alvin dan Hana tersenyum mendengar ucapan pria itu. Sepertinya Bastian memang sudah sangat serius untuk menikahi putrinya.

"Bagaimana Nabila, apa kamu bersedia menjadi istriku?" tanya Bastian untuk kesekian kalinya.

...----------------...

Terpopuler

Comments

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

udh terima aja nabila..mumpung restu sdh di dapat

2024-05-03

0

SRI HANDAYANI

SRI HANDAYANI

Bastian gentle man...🥰🥰🥰

2024-05-02

0

Rahmawati

Rahmawati

terima aja,kapan lagi coba bisa menikah sm pria mapan dan tampan, dan insaAllah baik

2024-05-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!