Bab Tiga

Nabila menatap wajah Bastian tanpa kedip. Dia hampir tak percaya dengan apa yang pria itu katakan. Namun, dia tak mungkin juga membalas dengan menolaknya. Siapa tahu dia memang serius, pikir sang gadis. Dia akan menantangnya.

"Kalau memang Paman serius, lamar saja langsung dengan kedua orang tuaku!" jawab Nabila. Dia tidak yakin pria itu akan berani melakukannya.

"Baiklah, nanti malam aku akan datang melamarmu secara pribadi dulu. Setelah diterima, baru aku bawa orang tuaku," balas Bastian.

Mendengar ucapan dari Bastian, gadis itu memandanginya dengan mata sedikit melotot karena terkejut. Dia tadi hanya sekedar menantang pria itu.

Jika benar Bastian melamarnya, apa yang akan kedua orang tuanya katakan. Apakah mereka akan menerima atau justru menolaknya.

"Jangan menatapku lebih dari lima menit, Nabila. Nanti kamu akan jatuh cinta sedalam-dalamnya sehingga sulit untuk bangkit. Pesonaku belum ada yang bisa menolak," ucap Bastian.

Nabila langsung mengalihkan pandangan ke jalanan. Hal itu membuat Bastian tertawa. Dia paling suka melihat gadis itu gugup.

Hingga tak sadar mereka telah sampai di kampus. Nabila yang termenung tak menyadari jika mobil telah berhenti. Bastian lalu mengagetkan dengan pertanyaannya.

"Apa kamu masih ingin dalam mobil ini?" tanya Bastian.

Nabila tersadar dari lamunan mendengar pertanyaan pria itu. Dia baru menyadari jika mereka telah sampai di kampus. Gadis itu lalu tersenyum.

"Terima kasih, Paman!" Hanya itu kata yang keluar dari bibir Nabila. Dia segera membuka pintu mobil dan segera berlalu dari hadapan pria itu.

Bastian memandangi kepergian Nabila hingga gadis itu hilang dari pandangan. Dia tersenyum mengingat semua tingkah lucunya.

Sejak awal bertemu sebenarnya dia juga memiliki rasa dengan Nabila. Namun, semua ditepis karena mengingat dia memiliki hubungan keluarga dengan ayah tiri gadis itu. Usia mereka juga sangat terpaut jauh. Membuat Bastian menepis perasaan sukanya dengan bersikap tak acuh dengan gadis itu.

***

Malam harinya seperti biasa, Bastian selalu muncul saat makan malam. Hana dan Alvin telah terbiasa dengan hal itu. Kali ini ada Nabila juga yang ikut makan.

"Aduh, kebetulan sekali semuanya sedang makan. Aku juga lapar, sangat kebetulan sekali," ucap Bastian.

Tanpa minta izin terlebih dahulu, dia langsung menarik kursi dan mengambil nasi beserta lauknya. Alvin dan Hana saling tatap dan tersenyum melihat tingkah pria itu.

"Percuma saja kau seorang pemimpin perusahaan, beli makanan saja tak sanggup. Menumpang makan saja terus di sini!" ucap Alvin.

"Bang, bukannya aku tak sanggup membeli makanan. Tapi masakan kak Hana jauh lebih enak dari masakan rumah makan manapun. Lagi pula Kak Hana masak sebanyak ini mubazir kalau tak ada yang bantu makannya," ucap Bastian.

"Banyak alasan! Bilang saja kau suka yang gratis. Dasar pelit!" balas Alvin.

"Aku bukan pelit, Bang. Aku sedang mengumpulkan uang untuk pesta pernikahan dan membeli rumah yang nyaman buat calon istriku," kata Bastian.

Hana dan Alvin kembali saling pandang mendengar ucapan pria itu. Ayah tiri Nabila itu lalu bertanya lagi. Penasaran dengan ucapan sepupunya itu.

Dari awal dia pindah ke kota ini, tak pernah melihat Bastian dekat dengan wanita. Lagi pula, di antara semua sepupunya, hanya pria itu yang agak tertutup dengan kehidupan pribadinya. Dia tak pernah membawa wanita dalam acara keluarga. Padahal mustahil jika tak ada wanita yang menyukainya. Pria itu tampan dan mapan.

Berbeda dengan sepupu mereka yang lain, baru pacaran saja sudah sering membawa pasangan mereka ke acara keluarga. Alvin juga melakukan hal yang sama. Dia dulu sering membawa istri pertamanya dalam pertemuan keluarga sejak mereka pacaran. Begitu juga dengan Hana. Wanitanya selalu di bawa kemanapun dia pergi. Tapi saat pendekatan dia tak pernah mengenalkan pada keluarganya, takut Hana menolaknya.

"Memangnya kamu sudah ada calon?" tanya Alvin.

"Sudah, Bang!" jawab Bastian singkat.

"Siapa calon pendampingmu? Kenapa tak pernah dikenalkan saat pertemuan keluarga. Mau buat kejutan ya?" tanya Alvin penasaran.

Bastian memandangi Nabila sebelum menjawab pertanyaan Alvin. Dia lalu menarik napas. Terlihat dari pergerakannya. Gadis itu hanya menunduk. Tak berani menatap wajah pria itu.

Nabila merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Dia tak berani berharap jika wanita yang dimaksud Bastian adalah dirinya. Bisa saja apa yang dia ucapkan tadi hanya candaan, pikir gadis itu.

Dari segi usia dan kemapanan hidupnya, Bastian bisa mencari wanita dengan tipe apa pun. Pasti tak ada wanita yang menolak jika pria itu melamarnya. Itulah alasan kenapa Nabila menganggap semua ucapan Bastian hanyalah candaan.

"Calon istriku anakmu, Bang!" jawab Bastian.

Nabila langsung tersedak mendengar jawaban pria itu. Begitu juga dengan Hana. Melihat istrinya tersedak, Alvin langsung memberikan minuman.

"Anakku? Siapa ...?" tanya Alvin. Dia masih belum paham dengan ucapan sang sepupu.

"Emang anakmu ada berapa, Bang?" Bukannya menjawab pertanyaan Alvin, pria itu justru bertanya balik.

"Nabila ...?" tanya Alvin lagi. Dia baru menyadari dan paham dengan ucapan sepupunya itu. Hana dan Nabila kembali tampak terkejut dengan pertanyaan yang Alvin ajukan.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Cis Siu

Cis Siu

mau paman

2024-05-17

0

harwanti unyil

harwanti unyil

ini baru bisa di bilang cowok jentle,men

2024-05-07

0

Rahmawati

Rahmawati

beneran serius si bastian

2024-05-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!