Langit sore semakin menghitam, semilir angin membawa buliran air meniti menyirami bumi dengan perlahan. Namun lama kelamaan, gemuruh angin mulai nyaring terdengar dan sebagian banyak kendaraan roda dua nampak mulai menepi, mencari tempat untuk berteduh.
Begitu juga dengan Altair, yang memilih untuk menepi dan berteduh diemperan bengkel yang kini telah ditutup oleh pemiliknya.
"Maaf sayang, kamu jadi kehujanan lagi..?" ucap Altair tak enak hati, sembari membersihkan sisa air hujan disurai Yara.
"Sayang...!" seru lirih Yara, menatap pahatan wajah tampan Altair yang nampak sendu.
"Andai aku punya mobil, kamu tidak akan selalu kehujanan. Kamu juga tidak akan kepanasan, tidakk akan merasa dingin dan tidak akan terkena debu kalau berpergian denganku." oceh Altair.
"Bukankah kita sudah membicarakan ini berkali kali..? apa aku pernah mempersalahkannya selama ini..?" tanya Yara dan Altair menggeleng lemah.
"Justru karena itu, aku semakin merasa bersalah kepadamu. Aku belum bisa membuatmu bahagia, selalu menyusahkanmu. Selama ini kamu tidak pernah meminta apa apa padaku, aku merasa tidak pantas untukmu." keluh Altair jujur.
"Al...!" seru Yara tak suka.
"Harta, tahta, kemewahan, semua itu hanya titipan. Aku sangat bahagia bersamamu, aku bahkan tidak pernah merasa sedikit pun menyesal berada didekatmu. Aku justru sangat menikmati setiap moment yang aku lewati bersamamu." ucap Yara dengan mengusap lengan Altair perlahan.
"Aku bahagia waktu aku harus ikut mendorong motormu saat dia mogok, aku bahagia saat kita melewati hujan deras dengan tertawa riang bersama, aku bahagia saat kamu memakaikan dan melepas helm dikepalaku, aku bahagia merasakan semua itu bersamamu." imbuh Yara.
"Sayang..!" seru Altair menatap wajah rupawan Yara dengan binaran cinta kasih bercampur kesedihan "maaf...!" sambungnya.
Yura tersenyum "dengan kamu tetap seperti ini, itu semua sudah cukup bagiku. Yang terpenting adalah hati dan cintamu. Aku yakin, kamu bisa membahagiakan aku dan juga anak anak kita nanti. Kami akan sangat bangga bisa memiliki suami dan juga ayah sepertimu."
Bibir Altair saling menarik disetiap sudutnya, membentuk garis melengkung yang cukup manis.
"Sepertinya sekarang saat yang tepat untuk membicarakan pernikahan." ucap Altair berikutnya sembari menunjuk rinai hujan yang semakin deras.
Yara terkekeh dan meletakkan kedua tangannya disisi pinggang Altair.
"Lalu kapan kamu mau melamarku..?" tantang Yara kemudian.
Altair nampak berfikir sembari memainkan bibirnya kekiri dan kekanan, guna menggoda sang kekasih
Yara semakin terkekeh, dan itu menular kepada pria rupawan kekasih hatinya.
"Bagaimana kalau tepat dihari ulang tahunmu..?" tanya Altair kemudian.
"Empat bulan lagi..?" kata Yara dan Altair mengangguk cepat. "oke, aku mau."
Mereka pun terbahak, dan Altair dengan sigap melingkarkan tangannya kepinggang Yara, lalu mengangkat raga sang kekasih dan belari ketengah rinai hujan. Berputar putar, berseru bahagia, hingga menjadi tontonan oleh orang orang disekitar mereka.
"Al...!" teriak Yara disela sela tertawanya.
"Aku mencintaimu, AKU SANGAT MENCINTAIMU YARA BERKER..!" teriak Altair dengan kembali berputar putar. Suara baritonya bahkan terdengan nyaring mengalahkan suara air hujan yang beradu dengan atap atap bangunan sekitar.
Banyak pasang mata yang mengabadikan moment kebahagiaan sepasang kekasih itu, bahkan tidak sedikit pula yang merasa iri akan keromantisan keduannya. Bahkan ada pula yang tersenyum lebar sembari menitikan airmata.
Dan disana, didalam kendaraan roda empat mewahnya, Asker menatap cemburu akan kemesraan gadisnya dan sang kekasih.
Kilatan kemarahan terpancar nyata dinetranya, pupil hitam itu menyorot tajam interaksi sang pemilik hatinya. Bahkan, kepalan tangannya sudah membuat guratan otot otot nadi mencuat terlihat dengan nyata.
"Pak...!" seru Liam yang berada dibelakang kemudi kendaraan.
"Kamu dengar apa yang diteriakan lelaki itu..?" tanya Asker, karena suara nyaring Altair tidak mampu menembus dinding dan kaca kendaraan.
"Nanti akan saya tanya kepada para penguntit pak..?" jawab Liam yang juga tidak bisa mendengar.
"Tanya sekarang..!" titah dingin Asker penuh penekanan.
Liam meraih ponselnya, dan mengutak atik sesaat lalu menghubungi seseorang. Dan terlihat didepan sana, sosok lelaki berbadan tinggi kurus meletakkan ponselnya kedaun telinga.
Liam pun berucap dan nampak diseberang sana juga mulai berbicara setelah sebelumnya menjauhkan jarak dari Yara dan Altair.
"Lelaki itu mengatakan kalau dia mencintai nona Yara pak, sangat mencintai nona Yara dan akan melamar nona empat bulan lagi. Tepat dihari ulang tahun nona Yara." penjabaran Liam.
Rahang Asker semakin mengeras, bahkan kepalan tangannya sudah ia layangkan kekaca kendaraan disampingnya.
Beruntung, kaca itu sangatlah kokoh. Jangankan hanya tinjuan Asker, peluru saja tidak akan bisa menghancurkannya.
"Pulang..!" perintah Asker dengan kemarahan yang sudah membuncah.
Altair dan Yara tiba dikediamannya tiga puluh menit kemudian. Yara langsung membersihkan diri, dan meminum cairan penghangat tubuh. Ia juga langsung mengkonsumsi vitamin, agar esok tidak terserang flu.
Tapi semua percuma, Yara tetap mengalami itu dipagi hari, walau hanya flu ringan saja.
Sementara Asker, setibanya dimansion semalam. Pria itu meluapkan segala rasa yang menggerogoti raganya dengan berteriak, membanting dan melempar semua barang yang berada dikamarnya.
Asker tidak perduli dengan tangannya yang terluka dan menghasilkan banyak cairan pekat berwarna merah berbau anyir, menetes dilantai marmer kamarnya.
"Aku harus melakukan sesuatu, kamu hanya milikku sayang, kamu hanya milikku." oceh Asker ditengah nafasnya yang memburu.
"Ya, aku tau harus apa...!" ucapnya lagi, yang mengartikan bahwa ia sudah menemukan cara untuk mendapatkan hati gadisnya.
"Kira kira Altair mau ngapain ya kawan..?"
"Yuk kirimkan dukungan kalian, untyk penyemangat aku agar bisa memutar otak untuk mengUP part berikutnya....!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments