Seperti biasa Altair akan datang menjemput Yara tepat pukul tujuh pagi. Perjalan kegedung Meltin Grup yang hanya memerlukan waktu dua puluh menit saja, membuat mereka bisa sedikit bersantai.
Jam kerja Altair dan Yara sama sama akan dimulai pukul delapan tepat.
"Selamat pagi Al..!"
"Selamat pagi sayang..!"
"Ayah dan ibu memintamu untuk masuk dulu, kita sarapan bersama." beritahu Yara.
"Maaf Yara, aku ada rapat pagi ini, besok saja ya sayang." sahut Altair.
"Baiklah, aku ambil tas dulu ya..?"
"Ah, aku ikut. Aku saja yang menyampaikan kepada ayah dan ibu."
Yara langsung memanyunkan bibirnya dan disambut kekehan Altair.
Altair dan Yara akhirnya melangkah bersama memasuki rumah. Tata krama Altair memang amat sangat baik, ia akan selalu menyempatkan diri untuk berpamitan dan meminta izin jika akan pergi bersama Yara.
"Maaf ya ayah, bu. Aku tidak bisa sarapan bersama." ucap Al sembari memberi ciuman kepunggung tangan sang calon mertua.
"Kak Al...!" sapa Yama.
"Wah, si tampan nampak berbeda setelah menjadi mahasiswa." goda Altair melihat penampilan baru adik laki laki sang kekasih.
"Kakak kapan mau menikahi kak Yara..? Aku lelah kak diteror terus." adu remaja itu tanpa bisa dicegah.
Semua pun terkekeh.
"Kalau kakak terserah bagaimana kakakmu Yama, kapan pun kakak siap." balas Altair sembari memandang Yara dengan binaran cinta.
"Sudah, ayo berangkat. Nanti terlambat." sergah Yara agar obrolan tidak semakin melebar.
Sepasang kekasih itu pun beranjak dari sana dan sejak lima menit yang lalu, sudah tiba diMaltin Grup.
"Sepertinya kita butuh waktu untuk membicarakan soal pernikahan kita lagi." kata Altair sembari membenarkan baju hangat yang Yara kenakan.
"Sepertinya begitu..!"
"Akhir pekan nanti ya..? Sekalian kita ketaman hiburan." tawar Altair dan Yara pun menyetujui.
Perpisahan sesaat pun terjadi. Sebelum sore menjelang petang nanti, keduanya akan bertemu kembali.
Yara yang tidak sempat sarapan dirumah, langsung membuka bekal yang ia bawa, setelah sampai dimeja kerjanya.
Ting
Bunyi lift terbuka, pertanda bahwa sang pimpinan memasuki ruangan.
"Selamat pagi pak..!" sapa Yara kepada Asker dan Liam.
Asker menghentikan langkahnya, menatap Yara datar lalu beralih menatap kotak bekal yang Yara bawa.
"Kamu baru sarapan..?" tanya Asker dengan kerutan didahinya
"Iya pak..!"
"Nanti kita pergi temui klien diluar, sekalian kita makan siang bersama. Persiapkan semua berkas yang dibutuhkan." titah Arsen.
"Baik pak..!" balas Yara dengan seutas senyuman dibibirnya.
"Habiskan makananmu, baru mulai bekerja."
"Baik pak, terimakasih..!"
Asker masuk kedalam ruang kerjanya bersama Liam, dan Yara kembali menyantap sarapannya.
"Liam..!" seru Asker setelah ia duduk bersandar dikursinya.
"Iya pak..!"
"Aku harus bagaimana..? Gadisku sangat sulit digapai." ucap putus asa Asker.
Pria tampan kaya raya, yang cukup disegani baik didalam negeri sendiri atau pun diluar negeri, pintar dalam strategi dan perancangan perusahaan, tapi urusan hati, cinta dan wanita, pria itu NOL BESAR tanpa ada ilmu.
"Saya juga tidak tahu pak, saya saja tidak pernah punya kekasih. Berdekatan dengan wanita saja saya tidak pernah." jawab Liam apa adanya.
"Oya, bagaimana kamu bisa menerima gadisku..? Atas dasar apa kamu menerima dan menempatkannya sebagai sekertaris..?"
CEO yang benar benar bodoh dalam urusan wanita. Jika kebanyakan CEO akan sangat sombong, datar dan bersikap angkuh dalam soal wanita, atau malah menjadi sang casanova, beda halnya dengan Asker Maltim.
"Saya menerima nona Yara dan menempatkannya sebagai sekertaris, memang karena nona Yara sangat berkompeten pak. Nona Yara sangat pintar, dan saya juga sangat tidak menyangka saat membaca resume nona Yara ada dimeja saya."
"Bagaimana kamu bisa tahu jika itu gadisku..?" lagi, pertanyaan bodoh Asker lontarkan.
"Pak, saya bersama bapak sudah lima belas tahun, dari bapak masih disekolah dasar. Dan setiap hari saya melihat deretan foto nona Yara dimana mana, bahkan dikamar mandi apartemen bapak juga ada. Bagaimana saya tidak mengenali nona Yara..?" jelas liam yang berusia lima tahun lebih tua dari sang CEO.
"Ah, kamu benar." sahut Asker dengan kepala yang bergerak naik turun dengan perlahan.
Waktu bekerja dimulai, sampai tiba bagi Asker pergi kerestoran untuk bertemu dengan koleganya bersama Yara dan Liam.
"Semua sudah dipersiapkan..?" tanya Asker setelah ia berada didalam kabin kendaraan, duduk berdampingan dengan Yara.
Sementara Liam, fokus mengemudikan setir kendaraan.
Jangan tanyakan bagaimana kondisi jantung Asker saat ini. Jika saja jantung itu berada dibagian luar tubuhnya, dapat dipastikan sudah sejak tadi benda organ vital itu menggelinding jatuh terhempas dari tempatnya.
Akhirnya, selama delapan tahun masa penantian. Pria itu dapat duduk berdekatan dan berbincang banyak kata dengan gadisnya.
"Silahkan bapak periksa kembali berkas berkasnya, jika ada kekurangan masih ada waktu untuk memperbaiki." kata Yara memberikan dua map yang ia bawa.
Asker dengan teliti memeriksa lembar demi lembar kertas yang sudah tergores tinta hitam itu. Dirasa tidak ada kekurangan, ia pun menyerahkan kembali kepada Yara.
"Apa ada kendala selama kamu bekerja dalam waktu satu minggu ini..?" tanya Asker kembali.
Yara sungguh beruntung memiliki pria yang sudah berhasil ia penjarakan hatinya. Tidak seperti kebanyakan sekertaris yang bersusah payah dalam mengimbangi sang pimpinan, Yara justru malah menerima banyak kemudahan. Perhatian juga didapatkan oleh gadis itu tanpa harus ia cari.
"Sejauh ini tidak ada pak, hanya saja..!" Yara menggantung ucapannya.
"Hanya saja apa..?" sahut Asker cepat, seraya menatap wajah ayu gadisnya, yang hanya berjarak kira kira lima belas jengkal saja.
"Hanya saja saya sedikit takut jika bapak dan asisten Liam pergi dari ruangan, sepi sekali pak disana. Karyawan pentry jaraknya sangat jauh, dan mereka semua tidak pernah keluar dari sana." jawab jujur Yara.
Liam tersenyum lucu mendengar ungkapan nona ayu pujaan atasannya. Sementara Asker mulai berfikir langkah apa yang harus ia ambil, agar gadisnya tidak lagi merasakan takut jika ia dan Liam tidak ada diperusahaan.
Hening, gambaran suasana didalam kendaraan. Sampai dimana mereka tiba direstoran kelas atas, tidak ada lagi percakapan dari ketiganya.
"Halo tuan Meltin..! Senang berjumpa kembali dengan anda." sapa kolega Asker sembari mengulurkan tangannya kepada pria itu.
Perkenalan dan obrolan singkat terjadi, sebelum akhirnya mereka membicarakan perihal kerja sama dikedua perusahaan.
Asker dibuat tak enak hati, kala koleganya selalu mencuri curi pandang kearah Yara. CEO muda yang berusia dua tahun diatas Asker, putra tunggal keluarga Akasma.
Tapi, sebagaimana tidak baiknya suasana hati, Asker selalu handal dalam bersikap profesional.
"Penampakan wajah cantik Yara Beker yang membuat banyak digandrungi laron laron baik yang tampan, stengah tampan bahkan yang tidak tampan sama sekali. Dan yang sudah membuat CEO kaya raya, tampan rupawan bak pria yang memiliki kelaian, karena tidak mau dan tidak bisa dekat dengan wanita mana pun."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments