"Apakah nak Rey sudah punya kekasih?" tanya Bibi Lucia.
"Belum," timpal Rey dengan ramah.
"Ah, masa belum. Anda ini tampan dan juga..." timpal Bibi tetanggga.
"Calon pacar atau calon istrinya, mau yang kek gimana Nak Rey?" tanya Bibi Lucia kembali.
Obrolan itu tiba-tiba terhenti karena ponsel Rey berbunyi. Terpaksa Rey meminta diri untuk keluar sebentar untuk menerima panggilan telpon. Saatnya Lucia memiliki peluang untuk memberi peringatan kepada Ibu, bibi dan juga bibi tetangganya agar mereka semua tidak mempertanyakan hal-hal aneh seperti itu.
"Jangan permalukan Lucia, yaa....."
"Tolonglah. Aku sangat malu, kalian memberi pertanyaan seperti itu, nanti apa yang di pikirkan pimpinan Lucia," jelas Lucia.
Bibi Lucia kemudian menjelaskan jika itu hanya sebuah pertanyaan, tidak lebih. Jika pun itu lebih dari niat sebelumnya itu juga tidak mengapa. Siapa yang menolak pria tampan dan juga baik hati, kaya raya masuk ke dalam keluarga. Mereke semua kembali heboh dan ribut mendengar penjelasan bibi Lucia.
Bahkan ibu lucia ikut tersenyum dan setuju dengan mereka.
Lucia meringis. "Mama kenapa sih?"
"Lebih baik kau putuskan pacarmu itu Lucia!benar-benar tidak bisa dibandingkan dengan yang ini! Sudah kaya, baik, sopan, perhatian lagi. Cepet sebelum ada yang lebih dulu. Dalam kasus seperti ini biasanya tidak maslah jika menjalin hubungan dengan bos, kau kan bisa di bilang orang terdekatnya di kantor. Kamu tunggu apa lagi? Ibu setuju-setuju saja punya mantu seperti dia!"
Semua orang yang berada dalam ruangan ikut tertawa dan setuju dengan pendapat Nyonya Donna. Lucia mendengar itu hanya memutar matanya jengah dan merasa ibunya itu asal bunyi saja.
"Untuk apa semua itu, baik, sopan dan perhatian kalau dia kaya. Sama aja! Nihil!" jelas Lucia.
Semua orang menatap Lucia heran tidak mengerti dengan apa yang Lucia katakan. Bukankah setiap orang ingin memiliki lelaki dengan kriteria yang seperti itu? Kaya? Bukan kah itu justru bagus?
"Kaya itu masalahnya. Dia bisa saja sudah di tunangkan dengan kedua orang tuanya. Kaya menentukan level, dan aku seperti ini. Kaya juga memberikan banyak saingan dan aku sangat malas dengan itu. Satu lagi, bagaimana jika sudah cinta tapi ternyata ketiga alsan kaya itu terbukti? Kan yang sakit hati juga aku sendiri," jelas Lucia kembali.
Tiba-tiba Rey memasuki ruangan setelah menerima panggilan telpon tersebut dengan wajah yang tergesa-gesa.
"Maaf, saya harus kembali ke kantor, ada pertemuan mendadak setengah jam lagi," jelas Rey.
Lucia mendengar itu terlihat ikut terburu-buru dan besiap-siap. Rey yang melihat itu dengan wajah yang bingung menatap Lucia.
"Kau mau ke mana?" tanya Rey.
"Tentu saja kembai ke kantor," timpal Lucia.
"Tidak usah, aku kan sudah bilang hari ini kau belum kerja sepenuhnya jadi nikmati waktumu di sini," timpal Rey.
Dia menjelaskan jika pekerjaannya kali ini juga bisa di kerjakan tanpa sekretaris. Dan jika dia butuh bantuan, dia bisa memerintah front officenya untuk mengerjakan itu sementara waktu. Rey sudah mengatakan janji dengan Lucia tentang hari itu jadi dia tidak ingin membatalkan janjinya.
"Baiklah, aku pergi. sore nanti pak Maksimo akan menjemputmu untuk pulang sampai rumah," jelas Rey.
semua yang mendengar itu tersenyum penuh arti kepada Lucia dan Rey, kemudian menaikkan alisnya secepat kilat dan mengerdipkan matanya.
"Mereka, apa-apaan sih" batin Lucia yang kembali merasa dongkol.
"Baiklah Bu, Bibi dan semuanya. Saya pamit, saya berharap anda segera pulih seperti sedia kala dan beraktfitas penuh semangat kembali," ucap Rey.
Dia berdiri dari tempatnya dan merapikan setelan jasnya. Dan ingin melangkah meninggalkan ruangan tersebut tapi sebelum itu Nyonya Donna meminta Lucia mengantarnya.
"Iya ma, ini Lucia juga mau mengantar tuan Rey," ucap Lucia.
Lucia tidak bisa berkata-kata lagi lebih dari itu, semua orang telah menatap mereka berdua dengan penuh kasmaran. Sepertinya hanya mereka yang sangat bersemangat untuk itu. Lucia tidak sama sekali.
Tiba di koridor rumah sait, Rey kembali pamit dan tersenyum kepada Lucia. Dia berjalan dengan tegap memasuki mobil mewahnya dengan tatapan para wanita yang berada di sekelilingnya. Lucia melihat itu hanya menghembuskan nafasnya kasar dan membenarkan apa yang berada di pikirannya sebelum itu.
"Siapa pun yang menjadi pendampingnya hanya bisa makan hati saja," batin Lucia kembali.
...----------------...
Hampir sebulan berlalu, Rey dan Lucia terlihat akrab dan selama itu juga Rey tidak pernah lagi mengadakan meeting penting untuk memeriksa laporan para karyawan dengan cara mendetail. Seperti sebelumnya yang bahkan hanya salah pengetikan saja, mereka bisa merasakan amukan Rey.
Rey menatap jam yang bertengger di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukan pukul 16.30. Dia kemudian terlihat buru-buru mematikan laptopnya dan meraih ganggang telpon yang berada di mejanya. Hanya menekan satu tombol dia telah terhubung dengan Lucia yang duduk di meja tepat di depan ruangan Rey.
"Ya, Tuan?" tanya Lucia.
"Sudah mau pulang atau belum?" tanya Rey.
"Saya baru saja akan pulang," timpal Lucia.
"Tolong, temui saya sebentar," ucap Rey.
Lucia kemudian mengiyakan dan segera meletakkan ganggang telponnya kembali dan sedetik kemudian dia memasuki ruangan atasannya sambil memegang bolpoin dan buku catatan. Dia pikir Rey akan mendikte kerjaan seperti mendikte bacaan seperti guru kelas yang meminta siswa mencacat dan dia membaca dengan versi tercepat.
Rekaman suaran pun telah di atifkan Lucia melalui ponselnya sebagai antisipasi jika saja dia tidak bisa memahami dengan jelas perintah Rey. Dia bisa saja memutar berulang kali atau betanya kepada karyawan yang lebih berpengalaman tentang maksud Rey tersebut.
Begitulah cara kerja lucia selama ini di belakang layar tapa Rey sadari. Dia selalu mendapat pujian cepat paham dan cepat bekerja tapi di balik itu semua dia sedang tergopoh-gopoh. Bagaimana bisa karyawan yang baru saja mulai sudah sempurna. Belum lagi banyak hal yang harus dia pelajari, adaptasi lingkungan dan perkenalan tugas. Karena pekerjaan yang sebelumnya tidak sesuai dengan pengalaman kerja yang di tekuninya saat ini.
"Kau punya PDA?" tanya Rey.
Wajah Lucia bingung. Dia berusaha mencerna pertanyaan Rey.
"PDA?"
"Iya, PDA (personal digital assistant)," jelas Rey.
Lucia sudah paham dan segera menimpali ucapan Rey dengan mengelengkan kepalanya jelas. Rey kemudian tersenyum dan segera meraih sebuah kotak lengkap dengan bingkisan, kemudian memberikan itu kepada lucia.
Lucia menerima itu dengan wajah yang bingung.
"Itu untukmu, harusnya aku beri sejak awal tapi aku selalu lupa," jelas Rey.
"Tapi Tuan, saya tidak ingin jika gaji saya di potong dan juga saya..."
"Perusahaan besar ini memfasilitasi karyawannya dengan sangat baik. Tidak hanya yang seperti kau jelaskan. Itu untukmu dari perusahaan jadi berhenti menggunakan bolpoin dan buku lagi. Kau bisa gunakan IPAD itu," jelas REy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments