Bab 18 - Semakin Mesra

Ibram kini memiliki rutinitas baru yaitu mengecup kening istrinya sebelum bangun tidur. Hal ini menjadi atmosfer tersendiri bagi Arumi.

Arumi membuka matanya, terlihat jelas dihadapannya sang suami melemparkan senyuman kehangatan.

"Ayo bangun!"

Arumi mengangguk.

Turun dari ranjang bersamaan. Ibram bertugas membersihkan tempat tidur sebelum melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap melaksanakan sholat subuh.

Arumi telah selesai urusannya di kamar mandi, sekarang gantian dengan suaminya. Arumi mengambil wudhu terlebih dahulu sebelum berangkat ke masjid bersama suaminya.

Sepulangnya dari masjid, Arumi melaksanakan rutinitas sehari-hari begitu juga dengan Ibram.

"Mas, toko tempat bekerja Malik akan buka cabang baru. Jadi dia juga ikut pindah, apa boleh dia tinggal sementara di sini sebelum menemukan kos-kosan?" Arumi meminta izin.

"Boleh saja," kata Ibram.

"Terima kasih, Mas."

"Kapan dia akan tinggal di sini?" tanya Ibram.

"Nanti sore dia kemari, Mas." Jawab Arumi.

Hari ini Arumi tidak pergi berbelanja karena masih ada beberapa bahan masakan di lemari pendingin. Ia akan memasak seadanya saja.

Jam menunjukkan pukul 11 siang, terdengar suara ketukan pintu depan. Arumi segera ke kamar mengambil kerudung dan memakainya. Ia tak langsung membukanya, mengintip dari jendela. Ia tersenyum lega ternyata tamunya adalah adik kandungnya.

Arumi gegas membuka pintu, Malik menyalim tangan kakaknya setelah mengucapkan salam.

"Kamu bilang sore mau ke sini?"

"Aku berubah pikiran, Mba."

"Kamu sudah makan?"

"Belum, Mba."

"Kita ke dapur, makan sama-sama!" ajak Arumi.

Keduanya lantas ke ruang tamu menikmati makan siang bersama dengan lauk oseng tempe dan tumis kacang panjang.

"Mas Ibram tidak marah 'kan kalau aku beberapa hari tinggal disini?" tanya Malik.

"Tidak, Lik. Dia sudah mengizinkannya," jawab Arumi.

"Apa aku boleh minta tolong sekali lagi, Mba?" tanya Malik.

"Tolong apa?" Arumi balik bertanya.

"Aku tidak tahu tempat kos-kosan yang murah dan nyaman sekitar sini," jawab Malik.

"Apa tidak kejauhan antara tempat kerja dengan tempat tinggal kamu?"

"Sebenarnya jauh, Mba. Tapi, aku ingin menjaga dan melindungi Mba Arumi."

Arumi tersenyum lalu berkata, "Mba sudah dewasa, ada Mas Ibram yang menjaga."

"Mas Ibram tidak menyakiti Mba lagi, kan?"

"Alhamdulillah Mas Ibram selama kami menikah tidak pernah menyakiti Mba lagi."

"Mba, yakin?"

Arumi mengangguk diiringi senyuman.

"Aku tahu jika Mba Arumi sedang menutupi keburukan Mas Ibram," terka Malik.

"Tidak ada yang Mba tutupi, Lik."

"Lalu kenapa kita pulang kampung Mba menangis?" tanya Malik.

Arumi tak segera menjawab, ia menatap sejenak adiknya.

"Selama kita di sana Mas Ibram tak pernah menelepon dan mengirimkan pesan, 'kan?" tukas Malik.

Arumi tersenyum lalu berucap, "Itu karena Mba khawatir dengan Mas Ibram apalagi dia 'kan lagi sakit."

"Mba, tidak berbohong 'kan?" Malik menatap menyelidik.

"Tidak, Malik. Mas Ibram itu pria pilihan ibu dan ayah yang tepat. Kamu jangan khawatir, Mba kamu ini insya Allah aman bersamanya," kata Arumi dengan yakin.

"Alhamdulillah kalau memang begitu. Aku akan sedih jika Mba aku yang paling cantik dan baik ini tersakiti," ucap Malik.

"Jika suatu hari nanti kamu menikah, jangan pernah melukai istrimu. Bahagia 'kan dia," nasihat Arumi.

"Iya, Mba. Insya Allah aku akan bahagia 'kan pasanganku, orang tua kita dan saudara kandungku," kata Malik.

"Dan jangan lupa kasihi juga mertua kamu," sambung Arumi.

-

Sore harinya, Ibram pulang dari kantor. Mengecup kening istrinya lalu duduk dan membuka sepatu.

"Malik sudah datang, Rum?" tanya Ibram.

"Sudah, Mas. Tadi siang, aku lupa mengabari Mas Ibram," jawab Arumi.

"Sekarang dia di mana?" tanya Ibram.

"Lagi keluar, Mas. Katanya tadi mau ke minimarket," jawab Arumi.

"Oh, ya sudah."

Sementara Malik sedang mengelilingi lorong minimarket sembari mencari produk yang diinginkannya. Tanpa sengaja Malik menabrak dan membuat orang tersebut terjatuh.

"Maaf!" Malik hendak membantu wanita itu berdiri namun gerakan tangan mengisyaratkan agar dia tak menyentuhnya.

Wanita dengan kacamata hitam dan memakai topi berdiri tanpa bantuan.

"Maaf, saya tidak sengaja!" ucap Malik.

"Tidak apa-apa, santai saja!" kata wanita itu kemudian berlalu.

Malik hanya memperhatikannya dari jarak jauh, setelah wanita itu keluar ia pun melanjutkan belanjanya.

Selang beberapa menit kemudian, Malik selesai berbelanja. Membawanya ke kasir lalu membayarnya dan pulang.

Di perjalanan, Malik menghentikan laju kendaraannya karena melihat seorang wanita tampak kebingungan dengan mobilnya.

Malik lantas turun dan menghampirinya, "Butuh bantuan, Mba?"

Wanita itu menoleh dan membuka kacamata yang dipakainya, "Memangnya kamu bisa?" menatap sinis.

Malik tersenyum, "Insya Allah saya bisa. Boleh saya periksa apa yang rusak?"

"Silahkan!" wanita itu mempersilakan Malik memperbaiki mobilnya.

Selang 20 menit akhirnya Malik selesai memperbaiki mobil tersebut. Wanita itu menyodorkan sebotol air mineral.

"Terima kasih!" Malik menerimanya lalu duduk di pinggiran trotoar sembari meneguk minumannya.

"Harusnya aku yang berterima kasih kepadamu!"

Malik hanya tersenyum tipis.

"Kenalkan namaku Nadira!" mengulurkan tangannya di hadapan Malik.

Malik mengatupkan kedua tangannya.

Nadira menarik tangannya. Merogoh isi tasnya, mengambil beberapa lembar uang lalu menyodorkannya kepada Malik. "Buat kamu!"

Malik berdiri dan berkata, "Tidak, Mba. Saya ikhlas menolong."

"Ambil saja, anggap sebagai upah lelah kamu!" kata Nadira.

"Maaf, saya tidak dapat menerimanya!" tolak Malik dengan sopan.

"Kamu ini sangat lucu, ya. Jarang sekali ada orang yang menolak diberikan uang," ujar Nadira.

"Mba, berikan saja kepada yang membutuhkan," ucap Malik.

"Baiklah," Nadira mengembalikan uangnya ke dalam tas.

"Kalau begitu, saya pamit!"

"Iya, sekali lagi terima kasih!" ucap Nadira tersenyum.

Malik mengangguk pelan dan tersenyum tipis serta singkat.

-

Malik tiba di rumah Arumi ketika jarum jam menunjukkan pukul 6 sore. Arumi yang melihat pakaian adiknya tampak kotor segera mendekatinya.

"Kamu kenapa?" Arumi memperhatikan pakaian Malik dari atas sampai bawah.

"Aku tadi membantu orang memperbaiki mobilnya, Mba."

"Oh," Arumi tersenyum lega.

"Mas Ibram sudah pulang, Mba?"

"Sudah, dia lagi mandi."

"Kalau begitu aku mandi dulu."

Arumi mengiyakan.

Beberapa menit kemudian, Ibram dan Malik bertemu. Keduanya saling mengobrol sebelum akhirnya berangkat ke masjid bersama-sama.

Di lain tempat, Nadira tiba di rumahnya. Sang ibu sudah menunggunya dengan wajah marah.

"Dari mana kamu?" tanya wanita paruh baya dengan sedikit meninggikan intonasi suaranya.

"Aku keliling kota, Ma." Jawab Nadira santai.

"Kenapa ponsel kamu mati, hah? Sengaja agar Mama dan Marcell tidak dapat menghubungimu?" tudingnya.

"Iya, aku sengaja. Aku lagi menikmati hidup sementara," ujar Nadira.

"Nadira kehidupan yang kamu miliki sekarang, itu impian sebagian orang!" kata Mama Nadira mengingatkan putrinya.

"Termasuk Mama yang menginginkannya, 'kan?" tukas Nadira.

"Nadira semakin hari kamu semakin membantah ucapan Mama. Ingat, ya, kamu seperti ini juga karena Mama. Kamu dikenal orang semua campur tangan Mama," kata Mama Nadira bernama Nana.

"Terima kasih buat usaha Mama selama ini. Aku hanya butuh ketenangan, Ma. Walaupun sebentar saja!" singgung Nadira.

"Kalau begitu menikah dengan Marcell. Kamu tidak perlu lelah bekerja lagi!" saran Nana.

Nadira tersenyum sinis.

"Marcell itu pewaris tunggal perusahaan keluarganya," ucap Nana.

"Aku tidak peduli dengan harta yang dimilikinya, Ma."

"Sombong sekali kamu!" sentak Nana.

"Mama mau aku mati ditangannya?" singgung Nadira lagi.

Episodes
1 Bab 1 - Rejeki atau Musibah?
2 Bab 2 - Hari Yang Hampa
3 Bab 3 - Pasca Menikah
4 Bab 4 - Menutupi Kekurangan Ibram
5 Bab 5 - Ibu Mertua Yang Baik
6 Bab 6 - Mendengar Kenyataan
7 Bab 7 - Pulang Tanpa Ibram
8 Bab 8 - Bebas
9 Bab 9 - Kedatangan Tamu
10 Bab 10 - Bertemu Robi
11 Bab 11 - Tak Suka Mendengar Arumi Dipuji
12 Bab 12 - Resepsi
13 Bab 13 - Arumi Bertemu Nadira
14 Bab 14 - Pengakuan Arumi Dan Ibram
15 Bab 15 - Ibram Gundah
16 Bab 16 - Mimpi Buruk, Kebahagiaan Arumi
17 Bab 17 - Ibram Begitu Manis
18 Bab 18 - Semakin Mesra
19 Bab 19 - Ditemani Malik
20 Bab 20 - Robi Buat Ulah
21 Bab 21 - Robi Ingin Belajar Ilmu Agama
22 Bab 22 - Nadira Berdebat Dengan Robi
23 Bab 23 - Merasa Bersalah
24 Bab 24 - Menolong Karena Kasihan
25 Bab 25 - Salah Paham
26 Bab 26 - Meluruskan Masalah
27 Bab 27 - Menolak Permintaan Robi
28 Bab 28 - Bertemu Annisa Kedua Kalinya
29 Bab 29 - Belajar Hijrah
30 Bab 30 - Terpaksa Menuruti Mama
31 Bab 31 - Menuduh Nadira
32 Bab 32 - Nadira Minta Maaf
33 Bab 33 - Klarifikasi
34 Bab 34 - Terlibat Skandal
35 Bab 35 - Akal Licik Nadira
36 Bab 36 - Mencari Penjelasan
37 Bab 37 - Lamaran
38 Bab 38 - Nadira Dan Robi Resmi Menikah
39 Bab 39 - Rumah Baru
40 Bab 40 - Sikap Cuek Robi
41 Bab 41 - Minta Izin Keluar Rumah
42 Bab 42 - Dianggap Pembantu
43 Bab 43 - Kenyataannya Sebenarnya
44 Bab 44 - Terasa Sakit
45 Bab 45 - Perasaan Aku Tidak Pernah Berubah
46 Bab 46 - Aku Akan Pergi Menepati Janji
47 Bab 47 - Sad Ending
Episodes

Updated 47 Episodes

1
Bab 1 - Rejeki atau Musibah?
2
Bab 2 - Hari Yang Hampa
3
Bab 3 - Pasca Menikah
4
Bab 4 - Menutupi Kekurangan Ibram
5
Bab 5 - Ibu Mertua Yang Baik
6
Bab 6 - Mendengar Kenyataan
7
Bab 7 - Pulang Tanpa Ibram
8
Bab 8 - Bebas
9
Bab 9 - Kedatangan Tamu
10
Bab 10 - Bertemu Robi
11
Bab 11 - Tak Suka Mendengar Arumi Dipuji
12
Bab 12 - Resepsi
13
Bab 13 - Arumi Bertemu Nadira
14
Bab 14 - Pengakuan Arumi Dan Ibram
15
Bab 15 - Ibram Gundah
16
Bab 16 - Mimpi Buruk, Kebahagiaan Arumi
17
Bab 17 - Ibram Begitu Manis
18
Bab 18 - Semakin Mesra
19
Bab 19 - Ditemani Malik
20
Bab 20 - Robi Buat Ulah
21
Bab 21 - Robi Ingin Belajar Ilmu Agama
22
Bab 22 - Nadira Berdebat Dengan Robi
23
Bab 23 - Merasa Bersalah
24
Bab 24 - Menolong Karena Kasihan
25
Bab 25 - Salah Paham
26
Bab 26 - Meluruskan Masalah
27
Bab 27 - Menolak Permintaan Robi
28
Bab 28 - Bertemu Annisa Kedua Kalinya
29
Bab 29 - Belajar Hijrah
30
Bab 30 - Terpaksa Menuruti Mama
31
Bab 31 - Menuduh Nadira
32
Bab 32 - Nadira Minta Maaf
33
Bab 33 - Klarifikasi
34
Bab 34 - Terlibat Skandal
35
Bab 35 - Akal Licik Nadira
36
Bab 36 - Mencari Penjelasan
37
Bab 37 - Lamaran
38
Bab 38 - Nadira Dan Robi Resmi Menikah
39
Bab 39 - Rumah Baru
40
Bab 40 - Sikap Cuek Robi
41
Bab 41 - Minta Izin Keluar Rumah
42
Bab 42 - Dianggap Pembantu
43
Bab 43 - Kenyataannya Sebenarnya
44
Bab 44 - Terasa Sakit
45
Bab 45 - Perasaan Aku Tidak Pernah Berubah
46
Bab 46 - Aku Akan Pergi Menepati Janji
47
Bab 47 - Sad Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!