Dua minggu berlalu, Ibram belum juga menyentuh Arumi. Ibram tak mau melakukannya jika karena terpaksa. Dia sadar Arumi membutuhkan belaiannya.
"Mas, hari ini ibumu dan adikmu mau datang. Kira-kira makanan kesukaan mereka apa, ya?" tanya Arumi sembari menyuguhkan secangkir teh dihadapan suaminya.
"Ibu menyukai apa saja kecuali daging sapi. Adinda senang makan ayam goreng dan tumis kangkung," jawab Ibram.
"Aku akan ke pasar dan memasak buat mereka," kata Arumi.
"Aku antar kamu ke pasar," Ibram menawarkan diri.
"Tidak perlu, Mas. Nanti Mas Ibram terlambat ke kantor," tolak Arumi tak mau merepotkan suaminya.
"Tidak, Rum. Lagian hari ini, aku tidak langsung ke kantor. Ada rapat di luar," jelas Ibram.
"Baiklah, Mas!" Arumi tampak begitu senang.
-
Setelah sarapan Ibram mengantarkan istrinya ke pasar. Ibram tak menunggunya sampai selesai berbelanja karena harus pergi bekerja. Hampir 1 jam menyusuri pasar, Arumi pulang menaiki becak motor.
Begitu sampai, ternyata ibu mertua dan adik iparnya sudah berada di depan teras rumah. Ia mencium tangan Mayang. "Maaf, Bu. Kalian harus menunggu lama."
"Kami baru saja tiba," kata Mayang tersenyum.
Arumi segera mengambil kunci di dompetnya dan membuka pintu. Arumi hendak mengangkat belanjaannya, namun Adinda mencegahnya. Adik iparnya itu yang membawanya masuk.
"Ibu dan Dinda mau minum apa, biar aku buatkan?" tawar Arumi.
"Tidak usah, Rum. Jangan repot-repot, biar Dinda saja yang membuat minumannya," ucap Mayang.
"Iya, Kak. Nanti aku yang akan membuat minuman Ibu," sahut Arumi.
"Kalau begitu, aku siap-siap masak buat makan siang," pamit Arumi kemudian diiyakan Mayang.
Tak lama Arumi pamit ke dapur, Mayang menyuruh Adinda mengantarkan oleh-oleh yang mereka bawa.
Dinda menghampiri Arumi, "Kak, kami bawa makanan kesukaan Kak Arumi." Membuka wadah plastik dengan isi rendang daging sapi.
Arumi yang mendapatkan kiriman makanan dari mertuanya begitu senang. "Wah, kalian tahu saja kesukaan aku!"
"Iya, ibu bertanya dengan Bibi Aisyah," ucap Adinda.
"Terima kasih, ya. Nanti aku akan makannya," kata Arumi tersenyum bahagia.
-
Tepat jam 11 siang, Arumi, ibu mertua dan adik iparnya menikmati makan siang bersama.
"Ibram tidak kasar dengan kamu, 'kan?" tanya Mayang disela-sela waktu makan.
Arumi tersenyum dan menjawab, "Tidak, Bu. Mas Ibram sangat baik."
"Jika dia berbuat kasar dan menyakiti kamu, bilang sama Ibu. Biar Ibu getok keningnya," ucap Mayang.
"Iya, Bu." Lagi-lagi Arumi tersenyum.
"Kak, Mas Ibram biasanya pulang kerja jam berapa?" tanya Adinda.
"Biasanya jam enam," jawab Arumi.
"Kenapa lama sekali? Dia biasa pulang jam lima," sahut Mayang.
"Mungkin akhir-akhir ini Mas Ibram sangat sibuk, makanya pulang jam enam," Arumi berusaha berpikir positif tentang suaminya.
"Mas Ibram tahu 'kan kami kemari, Kak?" tanya Adinda lagi.
"Sudah, Kakak malah tanya apa makanan kesukaan kamu," kata Arumi menatap gadis yang kini berusia 19 tahun.
"Pantas saja, aku lihat Kak Arum masakannya sesuai kesukaanku," ucap Adinda.
-
Sore harinya Ibram tiba di rumah pukul 5 lewat 15 menit, lebih cepat dari biasanya. Ibram juga menenteng 2 bungkus makanan. Ibram lalu memberikannya kepada adiknya. Adinda tersenyum senang mendapatkan oleh-oleh dari sang kakak berupa martabak telur dan bakso ayam.
"Terima kasih, Kak!" ucap Adinda.
"Arumi tidak kamu belikan?" tanya Mayang.
"Aku---"
"Aku yang tidak mau dibelikan, Bu." Jawab Arumi dengan cepat memotong ucapan suaminya. "Tadi Mas Ibram kirim pesan mau dibelikan makanan apa, cuma aku menolaknya," lanjutnya.
"Kenapa tidak mau?" tanya Mayang.
"Mas Ibram terlalu sering membelinya, jadi aku sudah bosan," jawab Arumi tersenyum.
"Alhamdulillah kalau Ibram selalu membawa makanan setelah pulang kerja," ucap Mayang yang bangga dengan putranya akhirnya mau menerima Arumi sebagai istri.
-
Malam harinya menjelang tidur, Arumi baru saja selesai membaca Alquran setelah sholat Isya berjamaah dengan mertua dan adik iparnya. Sang suami bertanya dari arah ranjang, "Mengapa kamu tidak berkata jujur kepada mereka kalau aku tak pernah membelikan makanan sepulang kerja?"
Arumi melipat mukenanya lalu diletakkannya di jemuran kecil dan menjawab, "Aku tidak ingin membuat ibumu kecewa, Mas."
Ibram mengernyitkan keningnya, tak mengerti dengan jawaban istrinya.
"Ibu berharap lebih dengan pernikahan kita, dia yang menjodohkan kita juga," ucap Arumi naik ke atas ranjang.
"Kenapa kamu tidak biarkan saja ibu memarahiku?"
"Buat apa? Tidak ada untungnya juga bagiku. Mas akan semakin membenciku jika aku berkata jujur."
Jawaban Arumi membuat Ibram terdiam.
"Sudah malam, Mas. Ayo tidur!" Arumi menarik selimutnya dan memejamkan matanya. Ia tak mau memperpanjang masalah, apalagi hanya dengan hal sepele.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments