Ibram menikmati makan malam seorang diri. Sejam lalu istrinya menghubunginya dan mengatakan jika sudah sampai tujuan dengan selamat. Ibram pun bernapas lega mendengarnya.
Walaupun terasa sunyi, tapi Ibram tetap menikmati waktu kesendiriannya.
Selesai makan malam, Ibram melanjutkan sholat Isya di mesjid. Dia akan berlama-lama di tempat itu karena tak ada Arumi yang menunggunya. Ia mau mencurahkan isi hatinya kepada sang Pemilik Kehidupan.
Hampir 1 jam, Ibram berada di mesjid ia pun segera pulang. Mengganti pakaiannya dan bergegas naik ke tempat tidur. Sunyi, senyap dan sepi tak ada pertanyaan yang terdengar di telinga Ibram malam ini. Biasanya akan selalu dilontarkan istrinya.
Ada beberapa pesan dan panggilan di ponselnya selepas dari masjid, namun Ibram hanya meresponnya 1 kali saja ketika sang istri baru tiba di sana. Ibram tetap menggunakan benda tersebut untuk berbalas pesan dengan temannya, tapi tak menghiraukan kabar Arumi.
Ibram tersenyum ketika membaca salah satu pesan dari temannya jika Nadira kembali ke Indonesia. Tentunya kabar ini menjadi angin segar bagi Ibram. Gadis impiannya segera ia temui.
Ibram lalu menelepon temannya mengenai kapan dan dimana Nadira akan mengadakan reuni. Setelah mendapatkan informasi, Ibram pun memejamkan matanya.
Baru saja tertidur ponselnya berdering, Ibram meraihnya dan melihat nama si penelepon ternyata dari istrinya. Ibram yang sangat malas berbicara malah membiarkan benda tersebut berbunyi.
"Mengganggu saja!" umpat Ibram kesal.
Ibram melanjutkan tidurnya dan memilih mematikan ponselnya agar istrinya berhenti menghubunginya.
***
Esok harinya, selepas sarapan. Ibram membersihkan seluruh isi ruangan yang mana biasanya menjadi tugas istrinya. Ibram merapikan tempat tidurnya dan tanpa di sengaja sebuah buku jatuh ketika ia memindahkan bantal istrinya.
Ibram mengernyitkan keningnya menatap benda itu sejenak lalu meletakkannya di laci nakas. "Ternyata dia hobi menulis juga," gumamnya tanpa membaca.
Selepas beberes, Ibram lalu mandi. Sebelum pergi ke kafe yang teman-temannya janjikan, ia akan mengunjungi sang ibu.
Tepat pukul 11 siang, Ibram berangkat ke rumah ibunya yang jarak perjalanan hanya 40 menit saja. Begitu sampai, ia mengecup tangan Mayang dan bertanya, "Bagaimana kabar Ibu?"
"Dari menikah, baru hari ini kamu datang. Kemana saja?" singgung Mayang.
"Aku sangat sibuk, Bu."
"Sibuk sampai melupakan kami?" sindir Mayang.
"Tidak, Bu. Memang benar aku sibuk, pekerjaan di kantor begitu banyak," jelas Ibram.
"Kamu ke sini kenapa sendirian? Di mana Arumi?" tanya Mayang sembari mencari keberadaan menantunya.
"Dia ke rumah orang tuanya," jawab Ibram.
"Kamu mengusirnya?" Mayang sedikit meninggikan suaranya.
"Astaghfirullah, Bu! Siapa yang mengusirnya? Dia minta pulang, katanya rindu orang tuanya," jelas Ibram.
"Kenapa dia minta pulang? Pasti kamu menyakiti perasaannya!" tuding Mayang.
"Astaghfirullah, Bu. Kenapa menuduhku seperti itu, sih?" protes Ibram.
"Kalian 'kan menikah dijodohkan, siapa tahu kamu menyakitinya makanya dia minta pulang," ujar Mayang.
"Aku tidak menyakitinya, Bu. Cuma dia pengen pulang saja," kata Ibram.
"Terus kenapa kamu tidak antar?" tanya Mayang.
"Kemarin aku sangat capek sekali, jadi minta Malik menjemputnya dan menemaninya pulang," jawab Ibram.
"Harusnya kamu yang mengantarkannya. Suami seperti apa membiarkan istrinya pulang sendirian," omel Mayang.
"Dia pulang dengan adiknya, Bu. Bukan sendirian!" Ibram menjelaskan.
"Jika begitu pasti pikiran orang tuanya macam-macam tentang kalian!" ucap Mayang.
"Insya Allah tidak, Bu."
-
Pukul 3 sore, Ibram pamit pulang kepada ibu dan adiknya.
"Kenapa buru-buru, Kak?" tanya Adinda ketika sang kakak beranjak dari tempat duduknya.
"Kakak mau bertemu dengan teman-teman," jawab Ibram.
"Sesekali pulang bukannya menginap," singgung Mayang.
"Aku sudah berjanji dengan mereka, Bu." Kata Ibram memberikan alasan.
"Jadi ini alasan kamu menolak menemani Arumi pulang ke kampung?" sindir Mayang lagi.
"Ya ampun, Bu. Kenapa berpikir buruk begitu dengan aku? Ini aku janjian baru tadi malam," jelas Ibram.
"Memangnya siapa teman Kak Ibram?" tanya Adinda.
"Teman SMA," jawab Ibram.
"Oh," ucap Adinda.
"Ingat, Bram. Kamu sudah menikah, waktumu lebih banyak di rumah dan kantor. Jadi, pertemuan dengan teman kalau bukan hal penting setidaknya dihindari apalagi jika di dalamnya ada perempuan," nasehat Mayang.
"Semua teman laki-laki, Ibu tidak perlu khawatir. Aku tetap akan menjadi suami Arumi, menantu kesayangan Ibu," kata Ibram tersenyum menyindir.
"Kamu masih belum menerima Arumi jadinya menyindir ibu begitu?" tanya Mayang tak senang mendengar putranya menyebut kata 'menantu kesayangan'.
"Ya Allah, Bu. Bukan begitu? Aku sudah menerima Arumi dengan baik, hanya dia menantu Ibu pasti jadi kesayangan," jawab Ibram agar ibunya tak terus menudingnya.
"Ya sudah, sana pergi. Jangan kemalaman pulangnya!" nasihat Mayang.
"Aku pulang, Bu!" pamit Ibram meraih punggung tangan Mayang lalu mengecupnya.
Adinda melakukan hal sama kepada kakaknya dengan posisi duduk karena lagi makan.
Ibram pun berangkat ke kafe tujuan.
-
Begitu sampai teman-temannya sudah berkumpul. Ibram menyapa mereka lalu memesan minuman.
"Kamu masih ingin mengejarnya?" tanya Syahrul.
"Jika dia bersedia dan menerima menjadi istri kedua tidak masalah," jawab Ibram enteng.
"Astaghfirullah, Bram. Baru dua bulan menikah sudah mau nambah istri lagi," celetuk Robi.
"Bagaimana, ya? Aku suka sekali dengan Nadira," ucap Ibram.
"Boleh mengagumi tapi jangan berlebihan. Lagian istrimu juga cantik!" kata Robi.
"Aku tidak menyukainya. Kalian tahu 'kan kami dijodohkan. Aku berharap dia yang meminta mengakhiri semuanya," ujar Ibram.
"Ntar nyesel kalau dia benar-benar pergi!" sahut Bagas.
"Tidaklah, malah aku senang!" ucap Ibram diiringi tawa kecil.
"Jika dia melepaskanmu, boleh denganku?" pancing Robi.
Ibram menatap sejenak sahabatnya.
"Aku hanya bercanda!" Robi segera menarik ucapannya sembari tertawa kecil.
"Arumi hanya boleh menikah dengan pria yang mencintainya dan membimbingnya," ujar Ibram tegas.
"Kenapa kamu tidak mencoba membuka hati untuknya? Pelan-pelan semua 'kan terbiasa," nasehat Bagas.
"Entahlah, aku sudah coba tapi sulit," jelas Ibram.
"Hanya ada satu yang dapat membuatmu mungkin menerimanya," kata Syahrul.
"Apa itu?" tanya Ibram penasaran.
"Anak," jawab Syahrul. "Aku yakin setelah memiliki keturunan pasti perasaanmu berubah," lanjutnya.
"Ya, semoga saja!" harap Ibram.
Tak berapa lama, Nadira datang menggunakan mobil mewahnya. Ia memasuki kafe dengan rambut terurai dan kacamata hitamnya. Ia sempat menoleh ke arah Ibram dan teman-temannya duduk.
Setelah Syahrul melambaikan tangannya, Nadira mendekat. Nadira membuka kacamata hitamnya dan menyapa para pria itu.
Ibram akhirnya berjabatan tangan dengan Nadira, gadis yang sangat diimpikannya. Jantungnya berdegup kencang berbeda ketika bersama Arumi.
Nadira lantas bercerita mengenai dirinya dan karirnya selama di luar negeri. Ibram hanya mendengarnya sementara temannya yang lainnya mengajukan beberapa pertanyaan.
"Mas, kenapa diam saja?" tanya teman wanitanya Nadira yang merupakan asisten manajer, sedari tadi ia memperhatikan Ibram hanya fokus memandangi wajah Nadira.
"Bingung mau jawab apa," Ibram tersenyum tipis.
"Oh, ya. Aku dengar Kak Ibram sudah menikah," ucap Nadira.
"Ya, tapi dia tidak menyukai istrinya!" sahut Bagas.
Nadira malah tertawa mendengarnya. "Kalau tidak suka kenapa menikah?"
"Dijodohkan," jawab Bahas dengan cepat sembari melirik Ibram mendelik.
"Oh, dijodohkan. Pasti lama-lama suka, yakin deh!" kata Nadira.
"Aku pikir Mas ini belum menikah," sahut teman Nadira menatap Ibram yang tampak salah tingkah.
"Namanya juga baru, pasti belum kelihatan," ujar Syahrul.
"Kalau Kak Robi sudah punya kekasih?" tanya Nadira menatap pria yang duduk di sebelah Ibram dengan mata berbinar.
"Dia tidak suka perempuan!" jawab Bagas meledek.
Nadira menutup mulutnya tak percaya.
"Jangan dengarkan dia!" ucap Robi.
"Iya, aku hanya bercanda. Robi belum punya pacar, masih mencari calon istri yang baik dan berhijab," jelas Bagas.
"Oh," ucap Nadira singkat.
"Kalau istrinya Ibram seperti yang dikatakan Bagas!" sahut Syahrul.
"Benarkah? Beruntung sekali kalau begitu," kata Nadira melirik Robi.
Ibram hanya tersenyum singkat dan tipis. Bagi Ibram menikahi Arumi bukan keberuntungan melainkan musibah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments