Bab 12 - Resepsi

Tiga bulan telah berlalu, akhirnya resepsi pernikahan Ibram dan Arumi dilaksanakan. Mereka mengadakannya di kediaman Ibram. Sesuai permintaan keluarganya Arumi karena kebanyakan saudara dan kerabat tinggal di kotanya Ibram.

Keduanya duduk di pelaminan, sembari berjabat tangan dengan tamu undangan. Tampak teman-temannya Ibram datang untuk mengucapkan selamat bahagia.

Robi naik ke panggung pelaminan seorang diri, ia melemparkan senyuman kepada Arumi yang menundukkan pandangannya. Tentunya hal itu tak luput dari perhatiannya Ibram sehingga pria itu berdehem.

"Selamat ya, akhirnya resepsi kalian jadi digelar!" sindir Robi bersalaman dengan Ibram.

"Terima kasih!" ketus Ibram.

"Arumi, jika Ibram pergi. Datanglah kepadaku!" kata Robi melirik Arumi.

"Aku tidak akan pergi darinya!" tegas Ibram dengan pelan.

"Aku senang mendengarnya, semoga kamu menepati kata-katamu!" lagi-lagi Robi berucap seringai.

"Turunlah cepat, jangan membuat acaraku berantakan!" titah Ibram.

"Iya, ini aku mau turun. Selamat bahagia buat kalian!" ucap Robi menatap kedua pengantin secara bergantian.

"Jangan dimasukkan hati perkataan dia!" bisik Ibram di telinga istrinya, Arumi pun mengangguk pelan.

Jam terus berputar, acara resepsi pernikahan Ibram dan Arumi telah berakhir. Tampak kedua pengantin kelelahan, namun tersirat senyuman di wajah Arumi.

Ibram memilih beristirahat lebih dahulu setelah sholat Isya, sementara Arumi masih membersihkan riasan wajahnya.

Setelah membersihkan diri, Arumi naik ke ranjang dan tidur di sebelah suaminya. Ia memandang wajah Ibram yang begitu menggemaskan, hanya begini ia dapat menatapnya lama.

Ibram membuka matanya, dengan cepat Arumi memalingkan wajahnya. "Kenapa belum tidur?"

"Aku lapar, Mas."

"Kenapa tidak bilang dari tadi?" Ibram lantas bangkit.

"Tadi tamu masih ramai, jadi tak sempat makan," alasan Arumi.

"Aku akan mengambilkan makanan, kamu di sini saja," kata Ibram.

Arumi mengiyakan.

Ibram lantas keluar dari kamarnya. Tak lama kemudian membawa sepiring nasi dan segelas air putih. Lalu menyodorkannya kepada sang istri.

"Terima kasih, Mas!"

"Makan yang banyak," kata Ibram.

"Nanti aku gendut, Mas Ibram tak suka," celetuk Arumi.

"Kamu gendut atau tidak, tetap istriku!" kata Ibram.

"Aku memang istrimu tapi tidak di hati Mas Ibram," singgung Arumi jujur.

"Kamu ingin berdebat malam ini?" Ibram menatap tajam istrinya.

Arumi menggelengkan kepalanya.

"Aku mau tidur, jangan ganggu!" Ibram yang kesal naik ke atas ranjang.

Arumi menikmati makanan yang diberikan suaminya dengan pelan.

***

Esok paginya, Arumi terbangun lebih awal dari suaminya. Keluar kamar dan melangkah ke dapur membantu ibu mertuanya yang akan menyiapkan sarapan.

"Ibram belum bangun, Rum?" tanya Mayang.

"Belum, Bu." Jawab Arumi sembari memotong bawang.

"Bangunkan sana, suruh ke mesjid!" titah Mayang.

"Iya, Bu." Arumi menyelesaikan pekerjaannya lalu bangkit dari tempat duduknya.

Arumi kembali ke kamar, ia mendekati suaminya. "Mas, bangunlah. Waktunya sholat!" ucapnya dengan lembut.

"Sebentar lagi, Rum!" Ibram berkata masih dengan mata terpejam.

"Ibu yang menyuruh, Mas!"

Mendengar kata Ibu, Ibram segera bangkit dari tidurnya membuat Arumi tersenyum.

"Sudah sana siap-siap sholat!" ucap Ibram.

"Aku lagi libur, Mas!"

"Oh," ucap Ibram lantas turun dari ranjang.

-

Selesai sholat Subuh, Ibram dan Arumi menikmati sarapan bersama keluarga besar suaminya. Tak ada yang curiga dengan hubungan antara sepasang suami istri. Tampak harmonis padahal cenderung kaku. Tiga bulan hanya jalan di tempat. Ibram sampai sekarang enggan menyentuh istrinya.

"Arumi, jika kamu hamil jangan terlalu lelah bekerja, ya. Biarkan semua pekerjaan rumah diberikan kepada Ibram," kata Mayang.

Arumi hanya tersenyum mengiyakan.

"Kenapa semuanya diserahkan kepadaku, Bu?" protes Ibram.

"Memang begitu, Bram. Apa salahnya kamu membantu istrimu? Dia 'kan sedang mengandung," ujar Mayang.

"Masalahnya dia belum hamil, Bu!" cetus Ibram.

"Iya, Ibu tahu. Makanya, sebelum hamil Ibu ingatkan," kata Mayang.

"Nanti aku bantu dia," kesal Ibram.

"Mas Ibram suka bantu-bantu di rumah, Bu. Walaupun aku belum hamil," sahut Arumi.

"Memang seharusnya begitu," kata Mayang.

-

Beberapa saudara sudah berpamitan pulang. Peralatan dan benda-benda pendukung resepsi telah diambil pemiliknya. Ya, seluruh barang di sewa keluarga Ibram.

Arumi menghampiri ibu mertuanya yang sedang seorang diri lagi beristirahat di dipan kesayangannya tepat di ruang tengah.

"Ibu, maaf mengganggu!" kata Arumi pelan.

Mayang lantas duduk ketika dihampiri menantunya. "Iya, Nak. Ada apa?"

"Bu, ada yang ingin aku bicarakan," ucap Arumi dengan ragu.

"Katakanlah!" Mayang tersenyum lembut.

"Bu, aku minta maaf. Jika belum bisa memenuhi keinginan Ibu," kata Arumi menunduk.

"Keinginan apa, Rum?" tanya Mayang bingung.

"Bagaimana jika aku tidak bisa hamil?" Arumi balik bertanya namun dengan kehati-hatian.

"Nak, kalian baru menikah tiga bulan. Jangan pesimis begitu!" nasehat Mayang menguatkan menantunya.

"Seandainya itu terjadi bagaimana, Bu?" tanya Arumi.

"Tak ada istilah seandainya, semua belum dijalankan," jawab Mayang.

"Bagaimana kalau aku benar-benar tidak dapat memberikan keturunan buat Mas Ibram, Bu?" tanya Arumi. Ia ingin jawaban dari mertuanya seandainya dirinya tak hamil, apakah masih menyayanginya atau tidak.

"Kamu tetap menantu kesayangan Ibu," jawab Mayang tersenyum.

"Kalau Mas Ibram tidak mencintai aku lagi, apa Ibu masih menganggap aku sebagai menantu?" tanya Arumi dengan wajah sendu.

Mayang tersenyum lalu memeluk Arumi. "Ibu tetap menyayangi kamu, apapun yang terjadi."

"Terima kasih, Bu!" Arumi meneteskan air matanya.

Obrolan keduanya ternyata di dengar Ibram yang ingin mengambil sesuatu di kamar namun langkah kakinya pergi ke arah ibu dan istrinya.

"Kenapa dia berkata seperti itu? Bagaimana mungkin hamil sedangkan aku belum menyentuhnya? Aku belum mencintainya, tapi mengapa harus bilang jika aku tidak mencintainya lagi? Memulai saja belum," batin Ibram.

-

Arumi ke kamar setelah mengobrol dengan Mayang. Ia terkejut ketika melihat suaminya ada di dalam. "Mas Ibram, bukannya tadi lagi menemani Dinda ke rumah bibi?"

"Aku sudah mendengar percakapan kamu dengan ibu," kata Ibram datar.

Arumi menelan salivanya.

"Kenapa kamu berkata begitu? Apa kamu ingin selalu dapat perhatian dan dekat dengan ibuku?" tuding Ibram.

"Aku menyayangi ibu, Mas Ibram dan Dinda, Mas," ucap Arumi dengan nada pelan m

"Tapi, aku tidak suka wajah pura-pura kamu. Jangan pikir aku tertarik dengan kebaikan yang kamu berikan!" kata Ibram menatap tajam.

Arumi menundukkan kepalanya dan meneteskan air matanya. "Maaf, Mas!"

"Halah, tak usah tunjukkan wajah sedihmu itu. Sama sekali tidak membuatku luluh!" sindir Ibram.

Arumi segera menghapus air matanya.

"Nanti sore kita pulang. Aku tidak mau lama-lama di sini, kamu semakin manja jika di dekat ibuku!" tukas Ibram.

-

Jam 6 sore, mereka tiba di rumah. Menyusun pakaian yang bersih di lemari dan pakaian kotor diletakkan di mesin cuci.

"Kamu tidak perlu menyiapkan makan malam, biar aku saja!" ketus Ibram.

"Tapi, Mas..."

"Tinggal panaskan saja, menurutku tidak terlalu repot!" Ibram cepat memotong ucapan istrinya.

Selesai Maghrib, keduanya duduk saling berhadapan menikmati makanan tanpa ada obrolan tampak hening. Hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu.

Ibram yang mengambil alih mencuci piring, ia membiarkan istrinya beristirahat. Arumi ingin menolak tapi takut jika Ibram marah. Arumi memilih ke kamar dan membaca buku. Arumi tak mengerti dengan sikap suaminya, begitu baik kepadanya tapi masalah hati sulit mengungkapkannya.

Episodes
1 Bab 1 - Rejeki atau Musibah?
2 Bab 2 - Hari Yang Hampa
3 Bab 3 - Pasca Menikah
4 Bab 4 - Menutupi Kekurangan Ibram
5 Bab 5 - Ibu Mertua Yang Baik
6 Bab 6 - Mendengar Kenyataan
7 Bab 7 - Pulang Tanpa Ibram
8 Bab 8 - Bebas
9 Bab 9 - Kedatangan Tamu
10 Bab 10 - Bertemu Robi
11 Bab 11 - Tak Suka Mendengar Arumi Dipuji
12 Bab 12 - Resepsi
13 Bab 13 - Arumi Bertemu Nadira
14 Bab 14 - Pengakuan Arumi Dan Ibram
15 Bab 15 - Ibram Gundah
16 Bab 16 - Mimpi Buruk, Kebahagiaan Arumi
17 Bab 17 - Ibram Begitu Manis
18 Bab 18 - Semakin Mesra
19 Bab 19 - Ditemani Malik
20 Bab 20 - Robi Buat Ulah
21 Bab 21 - Robi Ingin Belajar Ilmu Agama
22 Bab 22 - Nadira Berdebat Dengan Robi
23 Bab 23 - Merasa Bersalah
24 Bab 24 - Menolong Karena Kasihan
25 Bab 25 - Salah Paham
26 Bab 26 - Meluruskan Masalah
27 Bab 27 - Menolak Permintaan Robi
28 Bab 28 - Bertemu Annisa Kedua Kalinya
29 Bab 29 - Belajar Hijrah
30 Bab 30 - Terpaksa Menuruti Mama
31 Bab 31 - Menuduh Nadira
32 Bab 32 - Nadira Minta Maaf
33 Bab 33 - Klarifikasi
34 Bab 34 - Terlibat Skandal
35 Bab 35 - Akal Licik Nadira
36 Bab 36 - Mencari Penjelasan
37 Bab 37 - Lamaran
38 Bab 38 - Nadira Dan Robi Resmi Menikah
39 Bab 39 - Rumah Baru
40 Bab 40 - Sikap Cuek Robi
41 Bab 41 - Minta Izin Keluar Rumah
42 Bab 42 - Dianggap Pembantu
43 Bab 43 - Kenyataannya Sebenarnya
44 Bab 44 - Terasa Sakit
45 Bab 45 - Perasaan Aku Tidak Pernah Berubah
46 Bab 46 - Aku Akan Pergi Menepati Janji
47 Bab 47 - Sad Ending
Episodes

Updated 47 Episodes

1
Bab 1 - Rejeki atau Musibah?
2
Bab 2 - Hari Yang Hampa
3
Bab 3 - Pasca Menikah
4
Bab 4 - Menutupi Kekurangan Ibram
5
Bab 5 - Ibu Mertua Yang Baik
6
Bab 6 - Mendengar Kenyataan
7
Bab 7 - Pulang Tanpa Ibram
8
Bab 8 - Bebas
9
Bab 9 - Kedatangan Tamu
10
Bab 10 - Bertemu Robi
11
Bab 11 - Tak Suka Mendengar Arumi Dipuji
12
Bab 12 - Resepsi
13
Bab 13 - Arumi Bertemu Nadira
14
Bab 14 - Pengakuan Arumi Dan Ibram
15
Bab 15 - Ibram Gundah
16
Bab 16 - Mimpi Buruk, Kebahagiaan Arumi
17
Bab 17 - Ibram Begitu Manis
18
Bab 18 - Semakin Mesra
19
Bab 19 - Ditemani Malik
20
Bab 20 - Robi Buat Ulah
21
Bab 21 - Robi Ingin Belajar Ilmu Agama
22
Bab 22 - Nadira Berdebat Dengan Robi
23
Bab 23 - Merasa Bersalah
24
Bab 24 - Menolong Karena Kasihan
25
Bab 25 - Salah Paham
26
Bab 26 - Meluruskan Masalah
27
Bab 27 - Menolak Permintaan Robi
28
Bab 28 - Bertemu Annisa Kedua Kalinya
29
Bab 29 - Belajar Hijrah
30
Bab 30 - Terpaksa Menuruti Mama
31
Bab 31 - Menuduh Nadira
32
Bab 32 - Nadira Minta Maaf
33
Bab 33 - Klarifikasi
34
Bab 34 - Terlibat Skandal
35
Bab 35 - Akal Licik Nadira
36
Bab 36 - Mencari Penjelasan
37
Bab 37 - Lamaran
38
Bab 38 - Nadira Dan Robi Resmi Menikah
39
Bab 39 - Rumah Baru
40
Bab 40 - Sikap Cuek Robi
41
Bab 41 - Minta Izin Keluar Rumah
42
Bab 42 - Dianggap Pembantu
43
Bab 43 - Kenyataannya Sebenarnya
44
Bab 44 - Terasa Sakit
45
Bab 45 - Perasaan Aku Tidak Pernah Berubah
46
Bab 46 - Aku Akan Pergi Menepati Janji
47
Bab 47 - Sad Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!