Esok harinya tepat setelah 1 jam Ibram berangkat kerja, Mayang dan putrinya pamit pulang.
"Ibu, maafkan Arumi. Jika selama berkunjung aku tidak melayani Ibu dengan baik," ucap Arumi sebelum mertuanya pergi.
"Ya Allah, Nak. Kamu sudah melayani kami dengan baik, tidak perlu meminta maaf. Kami yang harusnya berterima kasih," kata Mayang menggenggam dan mengelus punggung tangan menantunya.
"Karena aku terlambat keluar kamar, ibu jadi repot membuatkan sarapan aku dan Mas Ibram," ucap Arumi merasa bersalah.
"Tidak, Nak. Ibu yang sudah lancang masuk ke dapur milikmu," kata Mayang tersenyum.
"Rumah ini di sewa Mas Ibram, Bu. Jadi Ibu berhak juga di dalamnya," ujar Arumi.
"Tidak, Nak. Kamu adalah ratu di rumah ini, meskipun Ibu adalah orang tua kandungnya Ibram tapi Ibu tak berhak mengacak isinya," kata Mayang.
"Terima kasih, Bu." Arumi memeluk mertuanya. "Sering-seringlah main kemari!" lanjutnya. Karena Arumi begitu merindukan kedua orang tuanya yang berada di pulau seberang jadi sulit harus bolak balik berkunjung ke kota tempat tinggalnya.
Mayang melonggarkan pelukannya lalu mengangguk mengiyakan.
"Kapan-kapan ajak Mas Ibram main ke rumah, Kak. Jangan kerja saja, bilang padanya begitu!" ucap Adinda ketika dirinya dipeluk kakak iparnya.
"Nanti Kakak akan sampaikan!" janji Arumi sembari tersenyum.
-
Sore harinya, Arumi menyambut sang suami yang baru pulang kerja. Ibram menyodorkan kantong plastik berisi siomay. Arumi menerimanya dengan senyuman bahagia dan ucapan terima kasih.
"Malam ini aku pulang larut, kamu tidak apa-apa 'kan ku tinggal sendiri?" tanya Ibram sambil membuka sepatunya.
"Mas Ibram mau ke mana?" Arumi balik bertanya.
Ibram lantas menatap sinis istrinya, ia tidak menyukai Arumi balik bertanya.
"Maaf, Mas!" Arumi menundukkan wajahnya, pertanyaannya tadi ternyata menyinggung suaminya.
"Ada temanku yang baru datang ke kota ini. Kami sudah lama tidak bertemu, jadi malam ini dia mengajak makan malam di restoran dekat sekolah SMA-ku," jelas Ibram membuat Arumi kembali mengangkat wajahnya.
"Temanku itu laki-laki. Tak ada yang bawa istri apalagi teman wanita," tambah Ibram agar Arumi tak salah paham.
"Mas Ibram boleh pergi, tapi jangan pulang terlalu malam. Besok 'kan harus kerja lagi," kata Arumi dengan lembut.
Ibram tersenyum tipis mengiyakan.
Setelah sholat Maghrib di masjid, Ibram lantas berpamitan kepada Arumi pergi ke restoran yang dijanjikan temannya.
Arumi yang tinggal sendiri lantas memasukkan makanan ke dalam lemari pendingin agar esok bisa kembali dipanaskan.
Arumi duduk sendirian menikmati siomay dengan menonton televisi. Kala mendengar suara adzan Isya berkumandang, ia segera mengambil wudhu dan melaksanakan sholat.
Mengisi waktu kosongnya di kesunyian malam, Arumi lantas mengaji setelah itu lanjut membaca buku.
Jarum jam telah menunjukkan pukul 10 malam, Ibram belum juga pulang. Arumi mulai merasa kantuk, tapi dirinya bingung apakah harus menunggu suaminya atau memilih tidur. Tanpa terasa matanya semakin berat, ia pun tertidur.
Satu jam berlalu, Arumi terbangun karena merasa gerah. Membuka matanya dan ternyata listrik sedang padam. Arumi lantas bangkit dari tidurnya, ia berjalan mencari ponselnya untuk dijadikan sebagai penerangan.
"Auww!" pekik Arumi kesakitan. Ia memegang lututnya.
Arumi berusaha meraba-raba di meja nakas dan ponselnya berhasil ia pegang. Arumi lalu menyalakan senter. "Mas Ibram kenapa belum pulang, ya?" gumamnya.
"Apa sebaiknya aku telepon saja?"
Arumi lalu mencari kontak nama suaminya dan menghubunginya. Tersambung tapi tidak dijawab. "Mungkin Mas Ibram lagi dijalan," pikirnya.
Arumi gegas keluar kamar mencari lilin dan korek api di dapur lalu menyalakannya. Arumi akhirnya memutuskan untuk tidur di sofa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments