Theo berlari kencang menuju kamar ibunya, terlihat banyak sekali pelayan yang menggerumbungi membuat Theo semakin panik dan menerobos kerumbunan itu.
"Ibu!"
"Theo."
Theo menghela nafas lega begitu melihat ibunya kini sadarkan diri dan terlihat sehat. Theo naik keatas kasur dan memeluk ibunya dengan erat.
"Ya ampun, pangeran.. sepertinya anda tidak boleh bermanja lagi sekarang." Ucap Rosa, kepala pelayan istana kaisar.
Theo mengerutkan dahinya tanda bertanya.
"Theo, kamu akan segera menjadi kakak! Ibu sedang mengandung adikmu." Ucap Yvonne senang sambil membelai rambut Theo.
Theo membelakkan matanya. Ia mengembangkan senyum yang sangat indah dan langsung memeluk perut ibunda.
"Wah! Hai adikku.. sehat - sehat ya kamu diperut ibu!" seru Theo.
Orang - orang disana menangis haru atas pemandangan itu. Bagaimana tidak? Jarang sekali seorang keturunan kaisar menginginkan keturunan lain. Karena biasanya persaingan tahta bisa saja terjadi antar saudara.
"Karena ini kabar bahagia, aku akan mengadakan festival dan memberikan beberapa makanan gratis pada rakyat. Tera, umumkan sekarang!" titah Neil.
Tera langsung membungkuk tanda patuh dan pergi untuk menjalankan perintah kaisarnya.
"Yvonne, beristirahatlah untuk beberapa saat. Jangan melakukan pekerjaan apapun kecuali makan dan tidur. Juyi, kirimkan pekerjaan permaisuri ke istanaku." Ucap Neil.
"Baik yang mulia." Balas Juyi.
Yvonne terkekeh pelan. Sangat senang rasanya dimanja ketika hamil. Ia jadi teringat masa - masa dirinya sedang mengandung Theo, begitu banyak kesulitan namun sangat berkesan.
"Ibu, kira - kira bayinya laki - laki atau perempuan?" tanya Theo.
"Haruskah kita berdoa untuk kelaminnya? Bukannya kamu menginginkan perempuan?" tanya Yvonne.
"Iya, aku memang ingin adik perempuan. Tapi jika dia laki - laki pun, aku akan tetap menyayanginya!" seru Theo.
Yvonne tersenyum senang dan mengusap lembut kepala putranya.
"Fufu, baiknya anak ibu."
.
Tujuh bulan kemudian.
"Dia sepertinya tuan putri yang mulia, sewaktu saya mengandung putri saya, perut saya juga berbentuk seperti ini." Ucap Mita sambil mengelus perut Yvonne yang membuncit.
"Wah, betapa membahagiakannya kekaisaran menyambut tuan putri setelah sekian lamanya!" sambung Ceya, Countess Saverm.
"Aku hanya berharap kesehatan anakku saja, itu sudah menjadi suatu kesenangan bagi para ibu kan?" sahut Yvonne.
"Ah, tentu saja. Oh iya, duchess Yehn memberi kabar untuk menyampaikan permintaan maaf beliau karena tidak bisa ikut berkumpul. Katanya putranya, Johan, sedang tidak sehat." Jelas Ceya.
"Begitu, terimakasih sudah menyampaikannya, Countess. Saya akan memberikan sesuatu untuk putra Duchess agar cepat sembuh." Ucap Yvonne sambil menyeruput teh hangatnya.
Para ibu - ibu itu berbincang dengan asik satu sama lain. Sedangkan para anak sedang bermain bersama di taman yang tak jauh dari sana.
"Hari ini kita main piknik - piknik, apa kalian mau menjadi tamuku?" tanya Helma sambil membawa keranjang makanannya.
"Piknik? Lebih baik kita main pe-"
"Ayo!" potong Theo membuat Geran dan Michel melongo tak percaya.
"Ah, suatu kehormatan untuk saya ketika yang mulia pangeran bersedia menjadi tamu saya. Ayo yang mulia!" ajak Helma berlari kecil menuju pohon.
Theo mengangguk lalu mengikuti gadis itu. Kedua anak lelaki, Geran dan Michel yang masih keheranan mau tak mau mengikutinya, karena tidak mungkin mereka menolak kehendak pangeran.
Geran dan Michel membantu mengamparkan karpet, mereka pun duduk dan Helma menyusun makanan ringan yang ia bawa.
Helma menyeduhkan teh dengan begitu baiknya, sedangkan para lelaki hanya memperhatikan gerakan lucu dari Helma.
"Silahkan diminum yang mulia." Ucap Helma memberikan gelas pada Theo.
Theo melihat teh nya seperti teh yang tidak pada umumnya. Michel yang mendapatkannya pun sedikit curiga lalu mulai meminumnya sedikit.
"Huek! Kamu memasukan apa ke dalam tehnya, Helma?" tanya Michel sambil memegang mulutnya.
"Eh? Aku hanya memasukan bunga yang ku petik di taman tadi." Jawab Helma dengan polosnya.
Theo yang belum meminum memilih untuk menyimpannya kembali dan memakan camilan yang ada disana saja. Michel menghela nafas lalu mengusap kepala adiknya.
"Oh, apa yang mulia pangeran disini?"
Para anak kecil itu melirik bersama pada sumber suara. Dilihatnya seorang lelaki dan anak perempuan seusia Helma datang mendekati mereka.
"Loh? Kamu kan rakyat jelata yang ku temui di pasar waktu itu!" tunjuk anak perempuan pada Theo membuat Geran geram.
"Hey! Jaga sopan santunmu, dia pangeran!" sentak Geran mendorong tangan yang menunjuk Theo.
Anak itu terlihat membelakkan matanya kaget lalu menunduk begitu disuruh oleh kakaknya.
"Maafkan atas kelancangan adik saya, yang mulia. Jusuf dan Jelianna dari keluarga Marquess Albrech memberi salam pada yang mulia pangeran Theodore dan para putra putri bangsawan lainnya." Ucap Jusuf sopan sambil tersenyum ramah.
"Kali ini aku maafkan." Ucap Theo singkat lalu membalikkan badannya kembali pada Helma.
"Helma, tadi kau bilang akan membukakan kulit jeruk ini?" tanya Theo, Helma terkejut lalu buru - buru mengambil jeruk yang ada ditangan Theo.
Jelianna menggeram dibalik badan Jusuf. Bisa - bisanya ada perempuan yang sudah lebih dulu akrab dengan pangeran sebelum dirinya, padahal dia adalah calon permaisuri terkuat karena berasal dari keluarga Marquess.
"Yang mulia, apa kami bisa ikut bergabung pada piknik anda?" tanya Jusuf, Theo melirik.
"Ini bukan acaraku, tanya saja pada Helma, dia yang punya acara." Jawab Theo singkat.
Jusuf menggeram dalam hati. Theo berumur lebih muda dua tahun dari dirinya, bisa - bisanya dia harus sopan pada anak sekecil itu?
"Nona Helma, apa kamu bersedia mengizinkan kami untuk bergabung?" tanya Jusuf.
Helma terlihat cukup gugup. Dirinya belum sering melakukan interaksi dengan pria yang lebih tua selain ayahnya. Helma hanya menunduk menandakan setuju lalu Jusuf dan Julianna pun duduk di karpet sana.
Mereka bermain kembali. Tidak banyak yang dilakukan selain memakan camilan dan meminum susu yang Theo minta pada pelayan karena keadaan teh yang tidak bisa mereka minum.
"Ah, apa yang mulia sudah belajar pedang?" tanya Jusuf.
"Sudah."
"Benarkah? Kalau begitu izinkan saya untuk berlatih bersama yang mulia apakah boleh?" tanya Jusuf kembali.
Michel yang merasa tertarik itu ikut mengajukan dirinya untuk melakukan latihan pedang bersama.
"Apa saya juga boleh ikut yang mulia?" tanya Michel.
Bukannya menjawab, Theo justru melirik pada Helma.
"Apa kamu akan ikut kakakmu ke istana kalau dia berlatih disini?" tanya Theo.
Helma mendonggakkan kepalanya. Ia sedikit kebingungan, namun melihat wajah Theo seperti penuh harap Helma mengangguk dengan saran Theo.
"Jika yang mulia mau saya datang, saya akan datang saat kakak saya melakukan pelatihan disini, yang mulia." Jelas Helma dengan senyuman lembut.
Theo melihatnya dengan sedikit gembira. Walau Helma bukan sahabat lamanya, tetapi dengan fisik yang sempurna Theo menjadi ingin lebih dekat dengannya. Mungkin saja ia bisa memecahkan teka - teki tentang Helina lewat gadis yang serupa ini.
"Ah, saya juga akan datang yang mulia. Pasti nona Helma tidak bisa berperilaku benar di dalam istana, saya akan membantu nona Helma agar tidak melakukan kesalahan." Ucap Julianna yang terlihat seperti merendahkan Helma.
Michel hampir saja mengeluarkan kata - kata pedasnya, namun Helma langsung menahan karena jika seperti itu, keluarga mereka lah yang akan mendapatkan imbasnya.
Walau mereka masih kecil, mereka sudah mengerti tentang status mereka untuk bisa lebih sopan pada pangkat yang lebih tinggi.
"Ah, terimakasih nona Julia, mohon bantuannya ya." Balas Helma lembut. Julianna hanya terkekeh pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments