Teman Baru Theo

Tera mengetuk pintu kamar Neil, tak ada jawaban juga dari dalam. Padahal Tera sudah kembali yang ke empat kalinya, namun tuannya itu tidak juga bangun, itu membuatnya sedikit khawatir.

"Yang mulia, anda sudah harus bangun. Akan ada rapat jam dua belas nanti, anda bisa terlambat!" seru Tera yang terus berusaha membuka pintu.

Tak lama, pintu pun terbuka membuat Tera sedikit lega. Namun sedetik kemudian Tera membelakkan matanya karena mendapati permaisuri yang datang dari kamar kaisar.

"Ah, yang mulia permaisuri? Bu-bukankah ini bukan jadwal malam intim?" tanya Tera panik, Yvonne mengerutkan alisnya.

Malam intim adalah malam bagi kedua pasangan melakukan hubungan intim dijadwal yang telah ditentukan. Itu dilihat berdasarkan tanggal kesuburan dari masing - masing pasangan.

"Ah, iya. Aku hany--"

"Ada apa?" potong Neil dengan wajah bengisnya membuat Tera merasakan merinding disekujur tubuhnya.

"A--ah a--anu."

Yvonne mengerutkan alisnya, ia tidak paham kenapa Tera menjadi begitu gugup sekarang.

"Ah, apa memang tidak boleh tidur bersama selain malam intim?" tanya Yvonne khawatir.

Tera melirik pada Neil yang memberi tatapan tajam seolah ingin membunuh.

"Ah, tidak yang mulia! Itu sangat boleh! Benar itu boleh!" seru Tera kelabakan.

"Lalu kenapa kamu membangunkan kami?" tanya Yvonne, Tera kembali khawatir.

"Itu.. yang mulia pangeran."

Theo sedang murung di kamarnya. Biasanya, ia bersama kedua orang tuanya melaksanakan sarapan bersama. Tetapi entah kenapa kedua orang tuanya itu tidak hadir pagi tadi membuat Theo tidak berselera makan.

"Yang mulia pangeran, bukankah kue coklat ini kesukaan yang mulia? Tuan koki membuatkannya dengan spesial hari ini, mau mencoba?" tanya dayang yang tidak digubis oleh Theo.

Para dayang itu saling bertatapan, mereka bertanya - tanya bagaimana caranya membujuk pangeran yang tengah marah itu?

Bruak!

"Putra ku!" seru Yvonne dan Neil bersamaan.

Para dayang langsung menghela nafas tenang karena kini orang tuanya akan mengambil alih untuk membujuk pangeran.

Theo yang mendengar itu acuh tak acuh memalingkan pandangannya pada jendela.

"Theo, sayang. Maafkan ibu karena tidak bangun untuk sarapan bersama, apa kamu mau memaafkan ibu?" tanya Yvonne, Theo masih tidak menunjukkan wajahnya.

"Theo, lihat apa yang ayah bawa. Bukankah kemarin kamu bilang suka kebun? Ayah membeli negara yang tanahnya subur untuk kamu berkebun!" bujuk Neil yang sama sekali tidak menggoyahkan Theo.

Yvonne dan Neil saling bertatapan, mereka sama - sama bingung untuk membujuk anak kecil yang belum mengerti apa - apa itu.

"Theo.. tolong katakan apa yang harus kami beri untukmu agar kamu mau memaafkan kami?" tanya Yvonne lembut.

Theo merasa tertarik akan penawaran itu. Theo melirik pada ibunya membuat Yvonne tersenyum senang.

"Apa Theo menginginkan sesuatu?" tanya Yvonne, Theo mengangguk semangat.

"Nah, mari kita dengar apa yang Theo inginkan?" tanya Neil.

Theo terdiam cukup lama, mungkin ia sedang mengatur kata untuk mengungkapkannya pada kedua orang tuanya.

"Aku.."

Yvonne dan Neil menunggu dengan sabar tentang apa yang Theo inginkan. Theo sangat jarang meminta suatu hal jadi itu sangat dinanti oleh kedua orang tua ini.

"Aku ingin menikah dengan Helina."

Semua orang di ruangan itu terdiam membeku. Termasuk Neil yang tidak mengetahui Helina sama sekali.

"Theo, kamu bahkan belum boleh memiliki pacar." Sahut Neil.

"Apa tidak boleh?" tanya Theo dengan mata berkaca - kacanya.

"Ah! Itu!"

"Theo.. apa kamu rindu pada Helina?" tanya Yvonne, Theo mengangguk lemas.

Yvonne menghela nafas. Seharusnya ia bisa lebih memperhatikan lagi tentang anaknya yang mungkin kesepian karena tidak memiliki teman sebaya.

"Baiklah, ibu akan mencoba mengundang Helina kesini, apa kamu mau menunggu?" tawar Yvonne.

"Tentu ibu! Aku akan sabar menunggu Helina!" seru Theo dengan wajah cerahnya.

Yvonne tersenyum lalu segera menyuruh bawahannya untuk mencari orang yang dimaksud.

.

"Yang mulia, maaf. Orang yang anda cari sudah lama meninggalkan tempat. Warga sekitar bilang begitu pada saya." Lapor Gowen hormat membuat Theo menundukkan kepalanya.

Theo tak kuasa menahan air matanya, ia menangis dalam diam karena tak mau orang dewasa tahu tentang kesedihannya yang mendalam.

Yvonne pasti sadar akan hal itu, ia sangat tak tega melihat putranya menangis karena merindukan sahabat kecilnya, namun ia pun tidak bisa berbuat banyak.

"Ah, apa yang mulia pangeran mau bermain dengan anak saya? Umur yang mulia beda setahun dengan anak saya, mungkin kalian cocok." Ujar Gowen membuat Theo sedikit tertarik.

"Benar, bagaimana kalau sementara kamu bermain dengan anaknya Gowen? Kalian juga bisa belajar bersama di istana." Sambung Yvonne.

Theo menganggukkan kepalanya membuat para orang dewasa itu tenang.

"Aku mau bermain dengan anak gowen!" seru Theo.

Pada hari berikutnya, Theo pun bertemu anak Gowen.

"Saya Geran Lowey memberi salam kepada matahari kecil kekaisaran, yang mula Theodore Jadeveuzs Khoontz." Hormat Geran saat bertatapan dengan Theo.

"Ah, karena kamu akan menjadi anakku, bicaralah santai padanya, iyakan Theo?" tanya Yvonne, Theo mengangguk semangat.

Theo mengulurkan tangannya dengan maksud bersalaman, Geran yang mengerti itu langsung membalas jabatannya.

"Aku Theo." Ucap Theo, Geran tersenyum gemas.

"Baiklah yang mulia, apa sekarang kita teman?" tanya Geran, Theo mengangguk kembali.

Geran sedikit tak nyaman dengan Theo yang lebih sering menganggukkan kepalanya, padahal lebih baik Theo menjawabnya dengan tegas agar terlihat bahwa Theo adalah seseorang yang akan disegani semua orang.

"Kalau begitu, kalian bermainlah bersama. Aku akan menunggu disana ya." Ucap Yvonne.

"Baik, yang mulia permaisuri." Balas Geran membungkukkan badannya.

Theo menatap kepergian Yvonne lalu melirik pada Geran.

"Padahal aku tidak butuh orang sepertimu."

Geran langsung membelakkan matanya lalu melirik pada Theo.

"Ya?"

Theo menghela nafas lalu melangkah menuju bawah pohon.

"Tidak, aku membutuhkanmu." Ucap Theo yang membuat Geran kebingungan.

Bagaimana tidak? Sikap lembut dan manja layaknya anak - anak seumurannya tiba - tiba menjadi dingin seperti orang dewasa?

"Apa yang mulia permaisuri tidak ingin tahu bahwa yang mulia pangeran mempunyai sikap tegas?" tanya Geran sopan, Theo melirik.

"Tegas ya? Aku kira ini sikap pembunuh yang sebenarnya."

Geran membelakkan mata lalu ikut terduduk disamping Theo.

"Ah, yang mulia tolong sesuaikan umur! Anak lima tahun tidak berkata seperti itu." Tegur Geran, Theo hanya terdiam.

"Nah, bagaimana jika saya mendengarkan apa yang sebenarnya anda butuhkan dari saya?" tanya Geran peka, Theo terkekeh pelan.

"Seperti yang kamu tahu, aku ini masih kecil. Aku butuh banyak belajar mengenai bela diri, ayahku tidak bisa mengajariku dengan benar karena level dia sudah terlalu tinggi." Jelas Theo, Geran mengangguk paham.

"Kalau begitu kita harus belajar bersama ayahku, dia juga tak kalah hebat dari yang mulia kaisar tetapi bisa menyeimbangi kemampuan kita yang masih pitik!" saran Geran.

Theo mengangguk lalu bangkit dari duduknya.

"Kalau begitu, ayo! Kita tidak bisa mengulur waktu yang lebih lama untuk cepat tumbuh besar!" seru Theo mengulurkan tangannya untuk mengajak Geran bangkit.

Geran tersenyum senang melihat semangat dari mata pangeran kekaisaran itu. Ia menerima uluran tangannya dan segera bangkit lalu pergi ke tempat latihan berpedang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!