Setelah mendengar kabar kalau Mario datang untuk melamarnya, Kalya --tanpa mempedulikan penampilannya lebih dulu-- langsung berlari menuju ruang tamu kediaman Keanu, dimana si pemilik rumah serta Mario berada saat ini.
Tubuh Kalya terlihat membeku, saat matanya langsung berserobok dengan Mario yang juga langsung menatapnya begitu wanita itu tiba di sana.
"Mas,"
"Kalya,"
Kalya yang saat ini memang hanya terfokus pada Mario, menyeret langkah kakinya lebih dekat lagi.
"Mas Rio… kenapa kemari?" tanya Kalya terdengar lirih, menatap Mario was-was dengan perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan.
"Tadi sore, Mario nanya sama Mas, apa dia boleh melamar kamu atau enggak. Tapi, karena Mas nggak tahu harus jawab apa, Mas jadi minta dia untuk nanya sendiri sama kamu." Jawab Keanu, yang menjelaskan kedatangan Mario ke tempat mereka. Sedangkan yang bersangkutan, hanya duduk diam *** kedua tangannya resah.
Kalya melirik Keanu sejenak sebelum mengalihkan perhatiannya lagi pada Mario dengan tatapannya yang lemah.
"Aku mau bicara sama Mas Mario sebentar," ucap Kalya, langsung menghampiri Mario dan menarik lengan lelaki itu hingga berdiri.
Tanpa menunggu persetujuan dari Keanu, Kalya berlalu membawa Mario ke samping rumah, dimana tidak ada satu orang pun di sana.
"Mas Rio, Mas itu apa-apaan sih?! Kenapa Mas datang kemari?" Kalya yang sejak tadi sudah merasa tidak enak, langsung mencecar Mario begitu ia melepaskan genggamannya dari tangan lelaki itu.
"Mas mau apa lagi, sih?! Bukannya udah aku bilang kemarin kalo--"
"Aku kemari buat melamar kamu! Bukannya tadi Pak Keanu udah jelasin ke kamu, ya? Kamu nggak dengar?" sela Mario cepat, hampir terdengar sinis dengan kedua matanya yang tajam.
"Aku dengar, tapi…" Kalya yang merasa kalau pikirannya sudah ruwet, mengusap wajahnya dengan kedua tangan.
"Kenapa Mas mau melamar aku? Bukannya aku udah bilang kemarin, kalo aku nggak cinta sama Mas?" ujar Kalya menatap Mario tajam, yang hanya dibalas lelaki itu dengan tatapan mata lekat.
"Mas jangan buang-buang waktu. Kita udah bahas ini beberapa hari yang lalu. Jadi, aku minta--"
"Kita nggak membahas apapun, Kalya!" potong Mario tegas, dengan ekspresi wajah yang datar.
"Kemarin, Mas mengungkapkan perasaan dan niat Mas untuk melamar kamu. Tapi, kita nggak membahas apapun. Kamu cuma bicara omong kosong dan pergi gitu aja! Kamu…" Mario terdiam sejenak menatap kedua bola mata Kalya bergantian.
"Apapun yang terjadi, Mas akan tetap melamar kamu."
"Apa?! Mas gila!?" seru Kalya dengan kedua mata yang membola.
"Mas! Udah aku bilang, Mas nggak usah bicara omong kosong! Aku nggak mencintai Mas! Aku nggak punya perasaan apapun sama Mas! Jangan buat aku marah dan justru malah membenci Mas Rio!" ujar Kalya keras, nyaris berteriak.
Dengan wajah memerah dan gerakan dada naik turun akibat emosi yang ia rasakan, Kalya melihat wajah pias Mario yang kini terdiam seribu bahasa.
"Mas…"
Melihat Mario yang tak kunjung membuka mulutnya hingga hitungan kesekian, membuat hati Kalya dilanda rasa khawatir. Dia terusik dengan mimik wajah Mario yang sarat akan luka di hatinya.
"Mas… aku mohon, Mas Mario berhenti sampai disini. Aku…" Kalya meraih kedua tangan Mario lembut dan menggenggamnya. Hingga tanpa sadar, setetes air mata Kalya jatuh mengenai punggung tangan Mario yang berwarna kecoklatan.
"Aku cuma mau Mas dapat orang yang lebih baik dari aku, Mas…" lirih Kalya serak, menundukkan kepalanya dalam.
"Aku mohon, Mas mengerti maksud aku. Aku cuma nggak mau Mas kecewa."
"Mas kecewa, kalau Mas nggak bisa mendapatkan kamu, Kalya," balas Mario pelan, menarik tangannya sebelah, dan mengusap belakang kepala Kalya lembut.
"Mas mencintai kamu, harus berapa kali Mas bilang, kalau sejak dulu, pilihan Mas cuma kamu."
"Tapi, Mas nggak boleh menikahi aku! Mas nggak boleh mengharapkan aku! Mas nggak mengerti dengan keadaan aku yang sekarang!" ujar Kalya tegas dan sangat frustrasi.
"Memangnya kenapa? Kenapa Mas nggak boleh menikahi kamu? Kenapa Mas nggak boleh mengharapkan kamu? Memang keadaan kamu yang mana yang membuat Mas nggak mengerti, Kalya?!" tanya Mario lagi keras kepala.
"Mas nggak mengerti. Pokoknya, Mas--"
"Soal kamu yang hanya anak angkat di keluarga Pak Keanu?" terka Mario menyela yang langsung membuat Kalya mengadahkan kepalanya dengan kedua mata yang terlihat kaget.
"Mas tahu…"
"Atau soal Gavin yang sudah mengambil kehormatan kamu?" terka Mario lagi, kali ini mampu membuat Kalya serasa tertusuk duri.
"Mas…Rio,"
Kalya yang tidak menyangka Mario tahu hal terburuk dalam hidupnya, terhuyung beberapa langkah ke belakang. Dia hampir jatuh tersandung, andai Mario tidak langsung menariknya dan memeluk tubuh yang lebih kecil tersebut.
"Waktu itu Mas mencoba mengejar kamu. Dan saat Mas udah menemukan kamu di dekat lift, Mas kaget karena Mas juga mendapati Gavin ada di sana." Bisik Mario dengan suara yang gemetar.
"Mas dengar semuanya, Kalya…. Tentang hubungan kamu dan keluarga ini, juga tentang Gavin… Mas dengar semuanya…" Jelas Mario pelan seperti bisik-bisik.
Kalya yang tidak menduga Mario, orang yang paling ia hindari untuk mengetahui aibnya, merasa syok dan langsung meneteskan air mata. Betapa deras sampai tumpah ruah membasahi kemeja Mario dalam sekejap.
"Mas Rio…."
Kalya yang sekarang merasa punya tempat mengadu, saat merasakan pelukan penuh perlindungan Mario, membalas pelukan pria itu dan menangis sejadi-jadinya. Rasa sakit yang selama ini ia sembunyikan sendiri, akhirnya ia bagi dengan Mario yang mengusap belakang punggungnya dengan lembut.
"Maafkan Mas, Kalya… karena Mas nggak tahu apa yang udah menimpa kamu selama ini. Maafkan Mas,"
Entah sadar atau tidak, Mario juga meneteskan air matanya mendengar suara tangis Kalya yang terdengar begitu menyedihkan. Selama ini dia tahu kalau Kalya itu adalah sosok yang ceria. Meski beberapa tahun belakangan dia melihat perubahan besar dalam diri Kalya, dia tidak begitu memperhatikannya. Sampai akhirnya perubahan terhebat itu pun terjadi dan mempengaruhi hubungannya dengan gadis itu.
Kini, Mario tahu, apa yang membuat Kalya yang dulu selalu bersikap percaya diri berubah menjadi sosok yang sering terlihat merendahkan dirinya sendiri. Kalya yang biasanya terlihat tenang, kini terlihat murung dengan kesedihan yang tidak pernah pergi dari wajahnya.
***
"Gimana perasaan kamu sekarang? Udah lebih tenang?"
Mario yang saat di rumah Keanu tadi tidak ingin orang lain mendengar suara tangisan Kalya, pelan-pelan membawa gadis itu untuk menjauhi rumah tersebut. Tanpa ketahuan oleh siapapun, Mario membimbing Kalya untuk masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan kediaman atasannya itu.
Kini, keduanya sudah berada di pinggir jalan yang tidak jauh dari rumah Keanu. Keduanya menghabiskan waktu di dalam mobil, sambil menunggu tangisan Kalya mereda.
"Hm," tidak berani mengangkat kepalanya menatap Mario, Kalya pun hanya bisa bergumam.
"Kalo gitu, kamu minum ini. Tenggorokan kamu pasti sakit abis nangis dari tadi."
Mario memberikan sebotol air mineral yang tadi sempat ia beli di sebuah mini maret kepada Kalya. Setelah membantu membukakan tutup botolnya, dia hanya diam memperhatikan Kalya menegak air tersebut hingga setengahnya.
"Makasih," ucap Kalya lirih, yang masih tidak mau mengangkat pandangannya.
Mario hanya tersenyum tipis. Lalu, dia membuang pandangannya ke arah lain, tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi. Dia ingin membiarkan Kalya yang membuka obrolan mereka.
"Mas Rio…"
Dan setelah beberapa menit, akhirnya wanita itu pun bersuara.
"Ya?"
Mario menoleh, menatap Kalya yang masih menunduk dengan memainkan jari jemarinya.
"Soal aku dan Gavin…" Kali ini Kalya menoleh. Dia menatap Mario dengan wajah yang sembap dan kedua mata yang merah.
"Aku mohon jangan kasih tahu siapapun."
"Tapi--"
"Mas… aku mohon…"
Tatap mata serta ratapan Kalya yang Mario dengar, membuat hati pria itu tidak tega hingga tidak mampu menjawab.
"Biar pun aku anak angkat di keluarga Mas Kendra, tapi mereka sangat menyayangi aku seperti adik kandung mereka sendiri. Mereka nggak pernah mengatakan hal yang menyakiti hati aku. Mereka juga nggak pernah bersikap seolah-olah membedakan aku di keluarga mereka. Mereka sangat menyayangi aku. Bahkan Mbak Nia dan Mbak Rara, nggak tahu kalau aku ini cuma adik angkat dari suami mereka. Jadi…"
Kalya kembali menundukkan wajahnya dalam dan meneteskan air matanya kembali.
"Aku nggak mau mengecewakan mereka, dengan bilang Gavin udah memperkosa aku. Aku nggak mau mereka sedih. Gavin itu anak satu-satunya Mas Kendra. Mereka sangat menyayangi Gavin. Dan aku nggak punya hati, kalau sampai bilang tentang Gavin sama mereka. Aku nggak mau…"
Kalya nyaris meraung menutupi wajahnya lagi dengan kedua tangan. Membuat Mario merasa semakin sakit hati dan menarik Kalya ke dalam pelukannya.
"Mas nggak tahu, selama ini, gimana caranya kamu nyembunyiin tangisan ini, Kalya.... Perasaan kamu pasti sangat hancur. Tapi, kamu masih terlihat baik-baik saja." Mario mengusap bahu Kalya, di saat Kalya juga membalas pelukan Mario.
"Kamu ini bodoh atau gimana, sih?" gumam pria itu pada Kalya, yang membuat tangisan Kalya semakin menjadi.
"Mas Rio jahat! Kalya nggak bodoh! Yang bodoh itu Mas Mario!" seru Kalya tenggelam dalam dada Mario yang menutupi wajahnya.
Mario tahu, kalau Kalya masih bersedih, tapi dia sedikit tersenyum ketika di rasanya Kalya masih sadar saat disebut bodoh oleh orang lain.
"Iya, yaudah, Mas ngaku, Mas bodoh… kamu senang?" Mario mengusap belakang kepala Kalya dimana ia merasa kepala wanita itu mengangguk dengan samar.
"Yaudah dong, kalo gitu udah nangisnya. Katanya udah senang," bujuk Mario menjauhkan sedikit wajah Kalya dengan kedua tangannya dan melihat wajah merah perempuan itu.
"Jangan nangis lagi, Kalya…" ucap Mario pelan, mengusap air mata Kalya dengan kedua tangannya.
"Mas janji, Mas nggak bakal bilang hal ini sama siapapun. Seperti yang kamu mau, Mas akan tutup mulut." Kata Mario meyakinkan Kalya, kala kedua mata mereka saling memandang.
"Makasih, Mas Rio… Mas adalah orang paling baik yang pernah aku kenal," lirih Kalya menatap mata Mario sayu.
"Dan kamu adalah perempuan yang paling kuat yang pernah Mas kenal," balas Mario, yang membuat Kalya menarik kedua sudut bibirnya lemah.
"Aku harap Mas dapat perempuan yang jauh lebih baik daripada aku." Harap Kalya juga berdoa dalam hatinya, terdengar begitu tulus.
Mario menatap kedua mata Kalya lekat.
"Jadi, maksud ucapan kamu, kamu tetap menolak Mas?" tanya Mario was-was.
"Mas akan menerima kamu apa adanya."
"Tapi, aku yang nggak bisa menerima keadaan ini begitu aja, Mas…. Sampai kapan pun, aku nggak akan bisa," Kalya menundukkan wajahnya sambil menggeleng pelan.
"Mas berhak mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik daripada aku."
"Jadi, maksud kamu, apapun yang Mas bilang sama kamu, nggak akan mempengaruhi keputusan kamu?" tanya Mario lagi memastikan.
"Iya,"
"Kamu...yakin?"
Kali ini, Kalya menganggukkan kepalanya lagi. Membuat Mario merasa kecewa berat, hingga mengeluarkan suara desahan napas putus asa yang amat panjang.
"Kalau gitu, Mas nggak bisa memaksakan kehendak Mas lagi."
Mario menjauhkan tubuh Kalya untuk duduk di tempatnya semula dan menarik napas panjang.
"Besok Mas bakal pindah keluar kota." Beritahu Mario pelan, lantas membuat kedua mata Kalya membola.
"Maksud Mas?"
"Maksudnya, mungkin Mas nggak bakal bisa ketemu sama kamu lagi. Beberapa minggu ini, om Jaka, adik dari Papa Mas mengajak Mas untuk kerja di kantornya. Sebenarnya udah dari beberapa tahun yang lalu. Cuma, Mas baru bisa mengambil keputusan sekarang. Ya…setelah dapat kepastian dari kamu, maksudnya…"
Mario tersenyum lirih menyembunyikan kesedihannya.
"Semoga kamu baik-baik aja. Semoga kamu lekas dapat jalan keluar yang menurut kamu paling tepat untuk kamu dan kehidupan kamu. Mas nggak punya kapasitas lebih buat mencampuri urusan kamu lagi, Kalya… Mas cuma berharap kamu bahagia untuk kedepannya."
Mario tersenyum kecut melihat Kalya kembali meneteskan air matanya. Dia melihat tangan wanita itu gemetar menutup mulutnya yang kembali terisak.
"Maafin aku yang cuma bisa mengecewakan Mas. Aku juga berharap, Mas bahagia dimana pun Mas berada…"
Tanpa bisa ditahan lagi, Kalya menangis tersedu-sedu. Meski kepalanya sudah sakit karena kebanyakan menangis, sepertinya air matanya masih enggak untuk berhenti.
Tangan Mario tergerak menggapai tubuh Kalya kembali. Dipeluknya wanita itu erat sebagai tanda perpisahan mereka. Betapa dia mencintai wanita dipelukannya ini. Seorang perempuan yang hadir, hanya untuk mengajarkan dia bagaimana sakitnya patah hati.
"Satu hal yang harus kamu tahu, Kalya. Entah itu besok, lusa, seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan atau bahkan sepuluh tahun sekali pun, saat kamu mulai merubah pikiran kamu…" Mario menarik napas panjang dan mendekap Kalya jauh lebih erat lagi.
"Beritahu Mas, maka Mas akan datang buat jemput kamu."
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
soraya.. resyia😌🤐
author udah buat kayla untuk gavin ya
2021-12-16
0
Erni Fitriana
mario😘😘😘😘😘😘😘😘😘
2021-11-07
0
De Lovely Iin
mas marioo bikin mewek
2021-10-20
0