Be My Brides
Malam semakin larut, ketika Kalya menatap jauh pada langit-langit kamar tidurnya. Air mata masih setia menemani malamnya yang dingin dengan membayangkan kenyataan yang ia dengar beberapa tahun yang lalu. Kenyataan dimana pria yang selama ini menampungnya, menjaganya, menyayanginya, melindunginya serta menaungi hidupnya selama lebih dari dua puluh tahun ini bukanlah kakak kandungnya.
"Waktu itu, Mama melihat ibu kamu ingin bunuh diri. Ayah biologis kamu nggak mau mengakui kamu yang masih dalam kandungan sebagai anaknya. Jadi, ibu kamu depresi dan ingin mengakhiri hidup kalian dengan menabrakkan dirinya ke mobil yang lewat."
Kalya menutup mulutnya dengan punggung tangan. Kenyataan kalau dirinya tidak diterima oleh ayah biologisnya sudah membuat hatinya seperti ditikam. Apalagi mendengar kalau ibunya pun ingin membunuhnya juga saat masih dalam kandungan, membuat hatinya seolah dicacah halus-halus.
"Mama kasihan. Karena Mama nggak punya anak perempuan, Mama dan Papa jadi mutusin buat angkat kamu sebagai anak begitu kamu dilahirkan ke dunia ini, Kal. Ibu kandung kamu bahkan nggak bisa lihat wajah kamu karena Mama dan Papa langsung bawa kamu pergi pulang ke rumah."
Saat itu, Kalya hanya bisa menahan napasnya di tenggorokan.
"Nggak bisa, atau emang dia nggak mau, Mas?!"
Dan Kalya tahu jawaban apa yang semakin membuat dia merasa sakit hati melihat Kendra, Kakak sulungnya hanya diam membisu.
Malam ini, Kalya hanya sendirian di rumah. Tadi, Kendra dan istrinya, Nia, sedang pergi ke acara undangan makan malam salah satu rekan bisnis Kendra. Awalnya, Kendra mengajak Kalya untuk turut serta menghadiri acara tersebut. Tapi, beban pikiran yang saat ini tengah memenuhi benak Kalya, membuat gadis itu akhirnya membentangkan jarak antara mereka semua. Hati kecilnya berbisik kalau dia tidak bisa lagi seperti dulu yang dengan leluasa memanggil Kendra dengan sebutan 'Mas'. Ada ketidaknyamanan di hati Kalya mengingat kalau Kendra sebenarnya bukanlah kakak kandung Kalya.
"Sebenarnya, kami ingin merahasiakan hal ini dari kamu. Tapi, mau sampai kapan? Kamu juga berhak tahu siapa kedua orangtua kamu!"
Empat tahun sudah Kalya tahu tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Tapi, selama empat tahun itu pula, duka itu belum juga menghilang. Berulang kali Kendra maupun Keanu-kakak kedua Kalya- menegurnya untuk tetap bersikap biasa. Tapi, mau bagaimana lagi? Psikis Kalya yang belum bisa menerima kenyataan itu sepenuhnya, hingga membuat dia tidak berdaya. Tetap ada sesuatu yang tak kasat mata yang membuat Kalya tetap berdiri di tempatnya, tanpa berani mendekat.
Kalya memiringkan tubuhnya di atas ranjang. Ia sedang putus asa saat ini. Kemarin, Keanu menghubunginya. Kakaknya itu bilang sudah tahu dimana ibu kandung Kalya berada saat ini. Tapi, Kalya tidak memberikan respons apapun. Dia seperti enggan untuk membahasnya. Dia tidak tahu harus merasa senang atau tidak. Kenyataan yang dia tahu kalau dia ingin dibunuh membuat dia merasa sangat benci dengan dunia ini. Benci, kenapa harus dia yang ada di dalam rahim wanita yang ingin bunuh diri itu?
Hampir saja Kalya tertidur dalam tangisnya, ketika didengarnya suara pintu rumah digedor oleh seseorang.
"Bik! Bukain pintu ya, Bik! Bik!!!"
Suara teriakan dari arah luar yang ditingkahi oleh suara ketukan pintu yang keras membuat Kalya terbangun dari tempat tidur. Suara itu adalah suara Gavin. Anak Kendra yang tinggal di rumah yang sama dengan Kalya.
"Bibik! Kemana, sih!?"
Suara hujan yang tiba-tiba turun dengan sangat deras membuat suara teriakan itu tiba-tiba berubah samar. Namun, Kalya sadar, kalau di rumah saat ini hanya ada dirinya seorang. Tadi sore, Bu Ratna, asisten rumah tangga itu izin untuk menjenguk saudaranya, dan akan kembali besok pagi. Sedang Kendra dan Nia, belum juga kembali.
"BIBIK!!!"
Suara teriakan Gavin terdengar lagi. Kali ini, pemuda itu pasti marah karena Kalya terlalu lama membuka pintu. Apalagi hujan yang semakin deras. Pasti dia juga merasa kedinginan di luar sana.
Tidak ingin membuat keponakannya itu semakin kesal, Kalya dengan cepat keluar dari kamar. Berlari menyusuri tangga rumah dan membuka pintu, dimana Gavin sudah menunggunya dengan wajah yang berkerut.
"Lama banget, sih! Ngapain aja di dalam?!" sentak Gavin dongkol melepaskan dasi yang sudah terlihat berantakan di lehernya. Mungkin karena kesal, dia menarik dasinya hingga hampir tidak berbentuk lagi.
"Maaf, Gavin... Tante ketiduran. Jadi, nggak dengar kamu pulang." Jawab Kalya melihat jam yang tergantung di dinding.
"Kamu kok pulangnya lama? Bukannya kantor bubar jam 5, ya?" tanya Kalya lagi dilewati begitu saja oleh Gavin.
"Bibik mana? Kok daritadi gue teriak-teriak nggak ada yang nyahut sih?" rungut Gavin melihat sekeliling rumah yang terasa begitu sepi.
Biasanya, asisten rumah tangga mereka yang rajin itu tidak akan tidur sebelum semua majikannya tiba di rumah. Kecuali, ya sudah ada pemberitahuan kalau majikannya itu tidak akan pulang, barulah si Bibik akan masuk ke dalam kamarnya.
Kalya hanya mendesah pelan dalam hati. Satu hal yang akhirnya Kalya sadari. Bukan hanya dirinya saja yang bersikap menjauh dari keluarga itu. Tapi Gavin, keponakannya yang usianya terpaut tujuh tahun lebih muda darinya itu pun terlihat semakin menjauhinya. Untuk alasan yang Kalya tidak tahu, Gavin sudah bersikap demikian terhadapnya, sejak usia pria itu menginjak remaja.
"Bik Ratna lagi jenguk adiknya di rumah sakit. Dan baru pulang besok pagi."
"Papa sama Mama?"
"Mas Kendra dan Mbak Nia pergi ke acara makan malam rekan kerja Mas Kendra. Nggak tahu pulang jam berapa." Jawab Kalya kemudian beranjak meninggalkan Gavin yang terdiam di tempatnya.
Lalu, tanpa menggubris kehadiran pria itu lagi, Kalya mulai menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Namun, belum juga sempat Kalya berhasil berdiri tegak di lantai tersebut, sebuah tangan besar langsung membungkam mulutnya dari belakang.
"Hhmmpt...! Gav-hmppt..." Kalya meronta berusaha melepaskan tangan Gavin yang menutup mulutnya. Dia berusaha untuk melepaskan dirinya ketika pria itu menyeretnya turun dari atas tangga menuju kamar tidur Gavin di lantai dasar.
Sekuat tenaga Kalya menarik tubuhnya ke arah yang berlawanan dengan Gavin saat pria itu sudah membawanya ke depan kamar lelaki tersebut. Namun, sekuat apapun Kalya melawan, tetap saja, perbedaan fisik mereka membuat Kalya kalah dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Sesampainya di dalam kamar, Gavin yang tidak ingin membuang kesempatannya langsung mengunci pintu kamarnya dari dalam dan membanting tubuh yang lebih kecil Kalya ke atas tempat tidur.
"Gavin! Kamu apa-apaan, sih?! Kamu mau ngapain, hah?! Nggak sopan banget, tahu nggak!" teriak Kalya marah dengan tingkah Gavin yang membuatnya ketakutan. Meski begitu, dalam hati, Kalya berusaha bersikap setenang mungkin. Dia tidak ingin membuat keponakannya itu merasa puas karena telah mengerjainya seperti ini.
"Kamu mau ngapain, sih? Ngapain kamu nyeret--Gavin!!" Kalya kembali berteriak ketika Gavin mendorong tubuhnya yang hendak turun dari atas tempat tidur kembali terjerembab di atasnya. Kedua matanya menyalang melihat orang yang ia kira keponakannya itu telah duduk di atas perutnya sambil membuka kaos dalam yang dipakainya.
"Gavin! Kamu ngapain? Kamu jangan macam-macam! Tante--"
"BERHENTI NYEBUT DIRI LO TANTE!" bentak Gavin tiba-tiba menekan tangan Kalya yang sempat memukuli perutnya ke sisi kepala gadis itu.
"Berhenti nyebut diri lo sebagai Tante. Gue tahu, kalo lo... bukan Tante gue!" bisik Gavin tegas di telinga Kalya hingga gadis itu terpaku.
Setahu Kalya, yang tahu tentang jati dirinya hanyalah orangtua angkat, dan juga dua saudara angkatnya, Kendra dan Keanu. Bahkan Nia saja, yang notabennya adalah istri Kendra, tidak diizinkan untuk tahu tentang masalah itu.
"Kamu..."
"Lo nggak perlu tahu gue tahu ini semua dari mana. Yang perlu lo tahu adalah, gue benci saat lo bertingkah seolah-olah gue adalah keponakan lo. Gue ini bukan keponakan lo! Ngerti?"
Hati Kalya sangat sakit mendengar ucapan Gavin. Meski kenyataannya adalah demikian, dia menyayangi Gavin persis seperti ia menyayangi keponakannya sendiri. Dia mencintai Gavin, persis seperti ia mencintai keponakannya sendiri. Meski sikap Gavin yang dulunya sangat baik dan lembut kepadanya kini telah berubah menjadi sangat kasar, Kalya tidak peduli. Dia tetap menyayangi Gavin sebagaimana dia menjaga lelaki itu selama ini.
"Tapi... Tante..."
"DIAAAM!!! LO NGGAK DENGAR GUE BARUSAN NGOMONG APA, HAH?!" bentak Gavin lagi meruntuhkan sisa-sisa harapan di hati Kalya. Dia sudah kehilangan saudara-saudaranya dalam artian emosinya. Dan sekarang, dia juga harus kehilangan Gavin yang tidak ingin lagi dianggap keponakan olehnya.
"Gavin, kamu kenapa? Jangan bikin Tante takut. Tante--" kalimat dari bibir Kalya terputus saat bibir ranum tersebut dibungkam oleh Gavin. Bukan menggunakan tangan seperti saat menyeret Kalya tadi, kali ini Gavin membungkam bibir merah tersebut dengan mulutnya sendiri.
Kalya yang tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh Gavin terhadapnya hanya bisa terpaku. Dia tidak percaya kalau sekarang, orang yang menekan bibirnya dengan bibir pria itu adalah orang yang selama ini hidup sebagai keponakannya.
"Sekarang, lo tahu apa yang gue mau kan?" tanpa menunggu Kalya sadar dari keterkejutannya, Gavin melepas gesper yang melilit di pinggang celananya. Membuka kancing celana itu dan menurunkan resletingnya.
"G-Gavin...KAMU--"
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Diana diana
ari si Gavin kunaon
2023-10-29
0
Indahlestari
lanjut thoooorrr
2023-02-24
0
Pecinta Halu
mampir yaaaa
2021-12-05
0