Episode 10

"*Tante, aku sayang sama Tante."

"Iya, Tante tahu. Tante juga sayang sama kamu kok, Gavin. Kamu itu keponakan kesayangan Tante."

"Bukan! Bukan itu maksudnya! Aku sayang Tante bukan sebagai keponakan!" tegas Gavin yang saat itu masih memakai seragam SMA-nya.

"Loh? Jadi maksud kamu…?"

Gavin terdiam sejenak, meremas tangannya resah, kemudian menatap mata Kalya lekat-lekat.

"Gimana menurut Tante, kalo misalnya aku sayang Tante seperti seorang cowok yang suka sama cewek? Tante… paham maksudnya kan*?"

"Gue harusnya udah curiga hal ini bakal terjadi!"

Gavin yang marah lantas memukul dinding yang ada di belakang Kalya, hingga membuat wanita itu tersentak dan membeku.

"Harusnya dari dulu gue jauhin lo dari si brengsek itu, biar hal bodoh kayak gini nggak terjadi!"

"Gavin!"

Gavin langsung mencengkram kedua bahu Kalya geram dan melihat wanita itu merengut ketakutan.

"Apa jadinya kalo yang nemuin lo sekarang itu si Mario? Apa sekarang lo sama dia bakal jadian? Atau lebih mudahnya lagi, lo sama dia bakal pelukan? Oh! Atau lebih romantis lagi, kalian bakal… ciuman?"

"Gavin…"

Kalya yang tidak menyangka akan ditemukan oleh Gavin pun terisak, memegang lengan Gavin yang mencengkram bahunya.

Suasana tempat mereka saat ini terbilang cukup sunyi, membuat Gavin bisa dengan leluasa bertingkah seenaknya terhadap Kalya. Dan kalaupun suasana tempat mereka saat ini ramai, belum tentu juga Kalya akan berani minta tolong seseorang untuk melepaskan dirinya dari Gavin yang sedang marah seperti ini.

"Kenapa lo bisa sejahat ini sama gue?"

Pertanyaan bernada lirih yang keluar dari sela mulut Gavin, membuat Kalya menoleh dan melihat wajah pemuda itu.

"Lo tahu perasaan gue terhadap lo sejak dulu. Tapi kenapa lo lakuin hal ini ke gue?"

Kalya bisa melihat kabut dari mata Gavin yang merah. Terlihat kesedihan tengah terbendung di kedua mata sendunya menatap Kalya.

"Kenapa kamu nanya gitu? Bukannya kamu yang udah nyakitin aku?" balas Kalya serak, menundukkan kepalanya dalam. Sungguh, sejak malam kejadian naas yang menimpa Kalya akibat ulah Gavin, baru kali ini keduanya berbicara dengan nada pelan seperti ini.

Gavin tidak langsung menjawab ucapan Kalya. Dia hanya diam memandang wajah Kalya yang kian basah oleh air mata.

"Aku nggak pernah berniat nyakitin kamu. Kamu tahu perasaan aku ke kamu gimana? Aku cuma nggak tahu lagi cara buat kamu bisa lihat aku di mata kamu."

Gavin mengatupkan bibirnya rapat menahan sakit di hatinya. Meski dia selalu terlihat menyeramkan dan terkesan suka menyiksa batin Kalya, itu semata karena ia sudah tidak tahu lagi harus bagaimana untuk mendekati Kalya yang selalu menolak kehadirannya.

"Aku frustrasi. Aku mencoba menerima penolakan kamu waktu itu. Tapi…"

Cengkraman tangan Gavin di bahu Kalya semakin kuat, meski tidak sampai membuat Kalya meringis seperti tadi.

"Aku nggak bisa, Kal… aku rasa aku nggak bakal bisa."

Gavin menundukkan wajahnya. Terlihat memang, kalau raut depresi tergambar di wajah tampan lelaki itu. Hanya saja, itu tidak bisa Kalya jadikan alasan untuk merobohkan dinding hatinya untuk Gavin.

"Tapi, Gavin… aku ini Tante kamu. Aku ini adik--"

"Nggak usah omong kosong lagi! Gue nggak mau dengar!"

Kalya tersentak ketika Gavin mengangkat wajahnya yang merah menatap Kalya menyalang.

"Harus berapa kali gue bilang, gue tahu lo bukan tante gue! Lo bukan adik bokap gue! Lo cuma anak yang diangkat sama Opa dan Oma saat lo dilahirin! Jadi, nggak usah bikin sandiwara seolah-olah gue akan percaya kalo semua cerita yang gue dengar itu bohong, Kalya! Gue nggak setolol itu!" bentak Gavin marah, dan membuat Kalya menelan ludahnya susah payah.

Air mata Kalya kembali merebak. Bagaimana ini? Gavin sangat keras kepala untuk dihadapi. Meskipun Kalya tidak tahu darimana Gavin mendapatkan berita tentang dirinya, bukan berarti mereka bisa seenaknya saja membuka jalan untuk hubungan yang Gavin inginkan. Etika keluarga mereka sedang dipertaruhkan saat ini.

"Tapi, Gavin, aku nggak ada perasaan itu untuk kamu! Aku nggak mencintai kamu! Dan aku rasa, aku nggak akan bisa mencintai kamu seperti apa yang kamu harapkan! Jadi, tolong…" Kalya yang terlihat putus asa, menangkup kedua tangannya di dada dan memohon kepada Gavin.

"Berhenti keras kepala, Gavin… aku mohon…"

Dan Gavin pun rasanya semakin bertambah kesal mendengar ucapan itu. Kalya menangis dan memohon untuk hal yang Gavin sangat benci?

"Lo nggak cinta sama gue? Terus, lo cintanya sama siapa? Mario itu?" ujar Gavin skeptis, membuat Kalya menundukkan wajahnya lagi.

"Lo pikir, kisah cinta lo sama dia bakal berjalan lancar, hm? Meskipun Mario itu orang yang baik, apa menurut lo dia mau nerima lo yang apa adanya ini untuk dia nikahi?" tanya Gavin lagi bernada ejekan yang kental seolah hendak merendahkan Kalya.

"Apa maksud kamu?"

Meski sebenarnya dia tahu apa yang hendak dikatakan oleh Gavin, tapi Kalya tetap bertanya karena rasanya hatinya mendadak hampa dan sakit mendengar kalimat itu dari mulut Gavin sendiri.

"Lo udah nggak perawan. Dan gue yang udah ambil kehormatan lo." Ucap Gavin pelan, namun jelas, mendekat ke arah Kalya hingga tubuh wanita itu bergetar sedih.

Jadi, maksudnya Gavin hendak mengatakan kalau Kalya itu adalah wanita kotor, begitu?

"Apa lo pikir… Mario yang baik hati itu bakal terima lo gitu aja?"

***

Sore ini Kalya pulang ke rumah Keanu sedikit lebih awal dari biasanya. Setelah pembicaraan penuh emosi yang dilakukannya dengan Gavin tadi, Kalya memutuskan untuk izin pulang dan berniat mengurung diri saja di kamarnya.

Kalya baru saja akan menaiki tangga rumah tersebut menuju kamarnya yang ada di lantai dua, ketika tiba-tiba kepalanya terasa begitu berat dengan pandangan yang berputar.

"Tante!"

Kalya yang hampir saja terjatuh dari tangga, tersentak ketika dilihatnya sepasang tangan kokoh, sudah melingkar di pinggangnya dan menahan tubuhnya yang limbung.

"Tante! Tante nggak papa?"

Kalya menoleh, dan mendapati seorang pria berwajah sama dengan Ricky tengah memandangnya dengan sorot mata penuh kekhawatiran.

"Ricko?" gumam Kalya mengerjap beberapa kali. "Iya, Tante nggak papa, kok. Tante cuma pusing aja."

Kalya menegakkan tubuhnya yang masih berada dalam pelukan Ricko dan tersenyum canggung.

"Tante sakit? Muka Tante pucat," Ricko yang biasanya selalu menampilkan wajah datar, terlihat begitu cemas saat tangannya menyentuh dahi dan pipi Kalya yang terasa hangat.

"Tante demam,"

"Enggak kok, Rick…. Tante baik-baik aja!" Kalya pun tersenyum tipis, menjauhkan tangan keponakannya itu dari wajahnya.

"Tante cuma kecapean aja tadi. Tante izin pulang lebih dulu juga untuk istirahat. Jadi, kamu nggak usah khawatir, ya…" kilah Kalya menutupi rasa lelahnya, dengan tersenyum kembali pada Ricko.

"Yakin, Tante baik-baik aja? Atau perlu aku telepon Ricka untuk cepat pulang buat periksa Tante?" tawar Ricko lagi langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana.

"Eh, nggak usah! Jangaaan! Nggak perlu!" sergah Kalya cepat menahan lengan Ricko yang sudah mulai mengutak atik layar ponselnya.

"Tante beneran nggak papa, kok! Paling istirahat bentar juga udah baikan. Jangan ganggu Ricka. Kasihan, dia pasti lagi sibuk banget sekarang. Sebentar lagi kan waktu magang dia selesai," kata Kalya kali ini membuat Ricko kembali berpikir.

"Tapi, beneran nih, Tante nggak papa?" tanya cowok itu lagi memastikan.

"Iya, nggak papa! Orang cuma pusing dikit, kok…" balas wanita itu.

"Oh, ya! Mbak Rara mana? Kok perasaan rumah sepi banget?" Kalya yang mencoba mengalihkan pembicaraan menoleh ke kiri dan kanan melihat suasana rumah yang memang terlihat cukup sunyi.

"Mama tadi dijemput Papa. Katanya mereka mau jenguk teman Papa yang dirawat di rumah sakit. Paling entar malam pulangnya," beritahu Ricko dengan khas suara datarnya.

"Oh, gitu…. Terus, kamu mau kemana? Mau pergi ya?" tanya Kalya lagi, memperhatikan penampilan Ricko yang ternyata sudah lebih rapi.

"Iya, aku mau balik ke restoran lagi. Tadi, pulang bentar cuma buat ganti baju." Jawab Ricko.

"Hm, yaudah… kalo gitu, kamu hati-hati di jalan, ya?" pesan Kalya menyentuh sebelah bahu Ricko sejenak.

Lalu, saat Kalya hendak menaiki tangga menuju lantai dua lagi, sepasang tangan yang sama tiba-tiba saja sudah melingkar di bagian lengan serta pinggangnya dan membantu dia untuk berjalan menaiki tangga.

"Ricko, Tante bilang, Tante nggak papa… kamu kalo mau berangkat, berangkat sekarang aja! Nggak usah pikirin Tante."

Kalya hendak melepaskan tangan Ricko dari tubuhnya. Tapi, keponakannya yang paling pendiam itu tidak merespons dan malah terlihat tidak berniat melepaskannya sama sekali.

"Udah setengah jalan. Jangan tanggung," sahut cowok itu pelan.

Kalya pun akhirnya hanya mampu menghelakan napas panjang.  Ya sudahlah, terserah… Pikirnya, biarlah dia dibantu oleh Ricko kali ini. Toh, sebenarnya dia juga kesulitan berjalan sendiri mengingat kepalanya yang saat ini terasa sakit luar biasa.

***

Jam sudah menunjukkan angka delapan malam, ketika Kalya tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya. Rasa lapar, membuat wanita itu akhirnya turun dari ranjang dan memutuskan untuk pergi ke dapur mencari sesuatu yang bisa mengganjal perutnya yang mulai terasa sakit.

"Tante udah bangun?"

Hampir saja Kalya terperanjat mendengar suara berat Ricko yang berasal dari ruang TV di lantai dasar. Pikirnya, yang ada di rumah saat ini hanya dirinya, mengingat sore tadi hanya ada dia dan Ricko saja di sana.

"Loh, kamu udah pulang?" tanya Kalya melihat Ricko yang bangkit dari duduknya.

"Tante mau makan? Aku tadi buatin bubur buat Tante. Tapi, pas udah jadi Tante malah tidur. Jadi, aku terpaksa tunggu Tante Kal bangun dulu." Ujar Ricko saat melangkah menuju dapur rumah mereka.

"Aku panasin sebentar buburnya." Kata cowok itu, lantas menyalakan kompor yang di atasnya terdapat sebuah panci berisikan bubur.

"Aku nggak jadi ke restoran. Di rumah nggak ada orang. Bibik lagi izin jenguk keponakannya yang baru melahirkan." Kata Ricko lagi, yang saat ini sudah membimbing Kalya untuk duduk di salah satu kursi makan, sembari menunggu bubur buatannya panas kembali.

"Loh, kok gitu? Harusnya kamu nggak usah nungguin Tante. Tante nggak papa kok sendirian di rumah. Tante cuma kecapean aja, kan udah Tante bilang, tadi…" ujar Kalya sedikit jengkel, yang tampaknya tidak digubris sepenuh hati oleh Ricko.

Lelaki itu hanya menaikkan kedua bahunya sebentar, sembari menjawab, "Udah terlanjur."

Dan Kalya pun hanya bisa menarik napas panjang mendengar kalimat itu. Yah… memang apalagi yang bisa ia katakan mengenai Ricko yang selalu menganggap pikirannya yang paling benar?

"Oh, ya? Kamu bilang di rumah nggak ada orang? Emang si Ricka belum pulang?" tanya Kalya memperhatikan rumah mereka yang memang sama sepinya seperti ia pulang sore tadi.

"Belum. Dia bilang masih ada urusan bentar yang harus dia kerjakan." Jawab Ricko bangkit dari duduknya dan mematikan kompor yang tadi dinyalakannya.

Ricko mengambil beberapa sendok sup bubur yang telah dipanaskan itu, dan menyerahkannya kepada Kalya beserta air hangat untuk diminum oleh perempuan itu.

"Nih, dihabiskan, ya…" ucap Ricko, lantas kemudian duduk kembali di hadapan Kalya.

"Hm, makasih ya, Ricko sayang…" ucap Kalya tulus, kemudian dibalas anggukan ringan oleh Ricko.

Suasana di antara keduanya mendadak hening. Hanya ada suara sendok yang terdengar karena saling berbenturan dengan piring bubur di hadapan Kalya.

Selama ini, Kalya dan Ricko memang agak jarang berkomunikasi. Terlepas dari Ricko itu memang tipe orang yang pendiam, kegiatan Ricko yang tampak sibuk dengan restorannya membuat waktu mereka untuk sekedar bertukar cerita menjadi sangat sedikit. Kalya jadi bingung harus membahas apa dengan keponakannya itu.

"Eum, urusan restoran kamu, gimana? Lancar?" tanya Kalya sedikit canggung, yang hanya dibalas gumaman oleh Ricko.

"Terus, hubungan asmara kamu gimana? Udah ada calon belum?" tanya Kalya kali ini sedikit hati-hati menatap Ricko yang masih menundukkan kepalanya.

Entah kenapa, Kalya merasa Ricko masih menyimpan luka atas cintanya di masa lalu.

"Aku belum kepikiran untuk ke sana. Aku masih fokus sama urusan restoran."

Dan jawaban itu ternyata sudah cukup menjawab rasa penasaran Kalya terhadap Ricko.

Lelaki itu masih begitu terluka.

"Ricko, kayaknya udah cukup deh, waktu kamu untuk meratapi keadaan. Nggak semua perempuan itu kayak Naura. Tante yakin, di luar sana pasti ada satu perempuan yang bisa luar biasa mencintai kamu. Jadi, Tante minta, berhenti meratapi apa yang udah buat kamu sakit."

Kalya menatap wajah Ricko dan menggenggam sebelah tangan lelaki itu.

"Itu semua bukan kesalahan kamu, Ricko. Kamu laki-laki yang baik. Dan kamu pantas mendapatkan perempuan yang baik. Jadi, Tante minta, buka hati kamu. Nggak usah lebar-lebar, kalo kamu takut. Cukup buka celah dikit aja untuk kamu bisa melihat apa yang sedang menanti kamu sebenarnya." Nasihat Kalya begitu lembut, sambil mengusap tangan pria itu.

Sejenak, Ricko tidak membalas. Dia hanya diam menatap tangannya yang digenggam oleh Kalya.

"Lagian, kamu nggak kasihan sama Papa dan Mama kamu? Kayaknya, mereka udah pengen loh, dengar suara bayi di rumah ini?" kata Kalya mencoba menghibur Ricko dengan alisnya yang naik-turun.

"Usia kamu dan Ricky kan udah cukup matang nih, jadi… bisa dong kalian kasih cucu buat mereka. Tapi, berhubung Ricky itu belum ada niatan seriusin cewek, jadi kamu aja deh, yang pikirannya lebih dewasa. Ya nggak?"

Ricko hanya tersenyum melihat Kalya yang semakin gencar menggodanya. Menggoda dalam arti menghibur untuk Ricko bisa memulai lembaran baru soal pernikahan.

"Oh, ya? Berarti itu kode dong, ya?" balas lelaki itu, tersenyum jahil kepada Kalya.  

"Kalo gitu, kenapa nggak Tante aja yang cepat nikah, terus kasih mereka keponakan? Sama aja, kan? Sama-sama bayi," kerling Ricko ringan, mengusap dagunya melihat Kalya yang seketika menegang.

"Lagian, di antara aku, Ricky dan Ricka, usia Tante Kal yang lebih tua. Umur Tante juga udah cocok punya anak. Ya, nggak?"

Ricko tersenyum melihat raut wajah Kalya yang mendadak kaku. Bukannya ikut tertawa mendengar ledekan Ricko, Kalya malah seperti tertohok mendengar ucapan keponakannya tersebut.

Menikah dan punya anak… apakah itu mungkin?

Jujur, sejak bertemu dengan keluarga Panji di rumah sakit dan melihat anak pria tersebut yang baru lahir waktu, entah kenapa Kalya merasa terus memikirkan soal bayi. Keluarga, suami, cinta dan anak, seperti memenuhi keinginan hatinya.

Apakah nanti dia akan memiliki seorang anak? Atau, bisakah dia nanti memiliki seorang suami? Dengan kondisinya yang sudah tidak sempurna, apakah ada seorang lelaki yang mau menikahinya? Hal itu terus saja berputar seperti momok yang harus Kalya hadapi dan membuatnya semakin tertekan.

"Eh, lo udah pulang?"

Pertanyaan yang terlontar dari mulut Ricko mengagetkan Kalya yang tengah melamun. Pikir Kalya, Ricko sedang berbicara kepadanya. Tapi, saat mendapati pria itu menatap lurus ke arah belakang Kalya, seketika wanita itu sadar, ada orang lain di antara mereka.

"Ehm, iya."

Merasa kenal dengan suara tersebut,

Kalya pun menoleh dan langsung melihat Ricky --dengan pemain kerjanya yang masih lengkap-- berdiri di dekat tangga rumah mereka.

Tampak lelaki itu terlihat kaku saat matanya bertemu dengan Kalya. Gelagat salah tingkah pun terlihat jelas, ketika pria itu membuang pandangannya ke kiri dan kanan.

"Kamu kok baru pulang jam segini? Lembur?" tanya Kalya yang entah mengapa merasa heran dengan tingkah laku Ricky yang tidak biasanya.

"Hem, i-iya… seperti itulah," jawab Ricky pucat, kemudian melihat tepat ke arah saudara kembarnya, Ricko.

"Gue ke kamar dulu," ucapnya langsung berlalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi kepada Kalya.

Wanita itu mengerut bingung melihat sikap dingin dan kaku yang tunjukkan Ricky kepadanya. Terlihat seperti tengah menutupi sesuatu sampai ia tidak mau melihat ke arahnya. Pikirnya, ini hanyalah perasaan buruknya saja. Namun, keadaan itu justru semakin diperjelas oleh Ricko yang bergumam di belakang Kalya.

"Dia kenapa? Kok aneh gitu?"

Bersambung…

Terpopuler

Comments

🌼ᴍᴇᴀᴍᴏʀ_ᴍʏʀᴀɴᴅʜᴀ🇲🇾

🌼ᴍᴇᴀᴍᴏʀ_ᴍʏʀᴀɴᴅʜᴀ🇲🇾

Kayaknya Gavin obses sama Kayla nih.

2022-10-10

0

Erni Fitriana

Erni Fitriana

jngn" ricky ngedenger waktu gavin-kalya ngomong😫😫😫😫😫😫😫

2021-11-07

0

Nur Hayati

Nur Hayati

kayla hamil

2021-09-29

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Episode 1
3 Episode 2
4 Episode 3
5 Episode 4
6 Episode 5
7 Episode 6
8 Episode 7
9 Episode 8
10 Everythings has the reason
11 Episode 9
12 Episode 10
13 Episode 11
14 Episode 12
15 Episode 13
16 Episode 14
17 Episode 15
18 Episode 16
19 Episode 17
20 Episode 18
21 Episode 19
22 Episode 20
23 Episode 21
24 Episode 22
25 Episode 23
26 Episode 24
27 Episode 25
28 Episode 26
29 Episode 27
30 Episode 28
31 Episode 29
32 Episode 30
33 Episode 31
34 Episode 32
35 Episode 33
36 Episode 34
37 Episode 35
38 Episode 36
39 Episode 37
40 Episode 38
41 Episode 39
42 Episode 40
43 Episode 41
44 Episode 42
45 Episode 43
46 Episode 44
47 Episode 45
48 Episode 46
49 Episode 47
50 Episode 48
51 Episode 49
52 Episode 50
53 Episode 51
54 Episode 52
55 Episode 53
56 Episode 54
57 Episode 55
58 Episode 56
59 Episode 57
60 Episode 58
61 Episode 59
62 Episode 60
63 Episode 61
64 Episode 62
65 Episode 63
66 Episode 64
67 Episode 65
68 Epilog
69 Extra Part - 01 Gavin dan Kalya
70 Extra Part 02 - Satu Bulan Kemudian
71 Extra Part 03 - Dua Pasangan Yang Sangat Berbeda
72 Extra Part 04 - Satu Hari Yang Aneh di Rumah Gavin
73 Extra Part 05 - Dua Hati
74 Extra Part 06 - Dia Thalita
75 SORY 'N BIG THANKS
76 VISUAL
77 Mr. Evan's Brides
Episodes

Updated 77 Episodes

1
Prolog
2
Episode 1
3
Episode 2
4
Episode 3
5
Episode 4
6
Episode 5
7
Episode 6
8
Episode 7
9
Episode 8
10
Everythings has the reason
11
Episode 9
12
Episode 10
13
Episode 11
14
Episode 12
15
Episode 13
16
Episode 14
17
Episode 15
18
Episode 16
19
Episode 17
20
Episode 18
21
Episode 19
22
Episode 20
23
Episode 21
24
Episode 22
25
Episode 23
26
Episode 24
27
Episode 25
28
Episode 26
29
Episode 27
30
Episode 28
31
Episode 29
32
Episode 30
33
Episode 31
34
Episode 32
35
Episode 33
36
Episode 34
37
Episode 35
38
Episode 36
39
Episode 37
40
Episode 38
41
Episode 39
42
Episode 40
43
Episode 41
44
Episode 42
45
Episode 43
46
Episode 44
47
Episode 45
48
Episode 46
49
Episode 47
50
Episode 48
51
Episode 49
52
Episode 50
53
Episode 51
54
Episode 52
55
Episode 53
56
Episode 54
57
Episode 55
58
Episode 56
59
Episode 57
60
Episode 58
61
Episode 59
62
Episode 60
63
Episode 61
64
Episode 62
65
Episode 63
66
Episode 64
67
Episode 65
68
Epilog
69
Extra Part - 01 Gavin dan Kalya
70
Extra Part 02 - Satu Bulan Kemudian
71
Extra Part 03 - Dua Pasangan Yang Sangat Berbeda
72
Extra Part 04 - Satu Hari Yang Aneh di Rumah Gavin
73
Extra Part 05 - Dua Hati
74
Extra Part 06 - Dia Thalita
75
SORY 'N BIG THANKS
76
VISUAL
77
Mr. Evan's Brides

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!