Episode 7

Siang ini, staff divisi pemasaran tampak cukup sibuk dengan rapat yang diadakan secara mendadak pada hari itu. Rapat yang dipimpin oleh Mario sendiri itu tengah membahas bagian-bagian pekerjaan yang harus diselesaikan oleh anggotanya. Seperti halnya pertemuan dengan pemilik swalayan atau toko dengan skala cukup besar, untuk menawarkan produk baru mereka yang kabarnya akan siap meluncur dalam waktu dekat ini.

"Oke, kalau begitu Indy akan pergi bersama dengan Rino. Sedangkan Galis, akan ikut dengan Tere dan juga Arif. Untuk Gavin sendiri, dia akan ikut dengan Kalya."

"Hah?!"

Semua anggota pemasaran yang tadinya mengikuti rapat dengan serius, mendadak menoleh pada Kalya, ketika mendengar gadis itu terpekik kaget.

"Mas Mario bilang, Gavin sama aku?" Kalya menunjuk dirinya sendiri menggunakan pena yang saat ini dipegangnya.

"Iya. Kenapa? Ada masalah?" tanya Mario, seketika membuat kedua mata Kalya mengerjap.

Pelan, dilihatnya satu per satu wajah karyawan satu divisi dengannya, yang tengah memandangnya dengan raut wajah bingung.

"Kalya? Apa kamu ada masalah?" tanya Mario ulang, kali ini membuat Kalya merasa gugup.

Gadis itu berdehem sekali, dan berbicara meski dengan suaranya yang terbatas. "Y-ya enggak sih, cuma… apa nggak sebaiknya dia bareng Indy aja, ya? Kayaknya, Indy lebih berkompoten, deh,"

"Hah?! Apa lo bilang? Gue sama dia? Nggak salah?!" tunjuk Indy yang kaget pada Gavin yang sejak tadi memasang tampang datarnya.

"Lagipula, lo emang nggak dengar Mas Mario bilang apa tadi? Gue itu ditugasin buat bimbing Rino. Bukannya Gavin! Gimana sih, lo!" omel Indy kemudian, membuat yang lainnya kembali menoleh pada Kalya.

"Tapi kan, kita bisa tukaran!" usul Kalya, sontak membuat yang lainnya kini menatap heran padanya.

"Tukaran?" Indy mengerutkan dahinya tidak suka. "Lo gila, ya?!"

"Gue--"

"Kalya, kamu ini kenapa, sih? Kok kayak anak-anak gitu?" teguran yang diberikan Mario pada Kalya sontak membungkam mulut gadis itu.

Kalya menoleh pada Mario dan bersiap akan membuka mulutnya kembali, saat Mario sudah lebih cepat beberapa detik darinya.

"Kamu ada masalah dengan Gavin?" tanya Mario, melirik sekilas pada Gavin yang memang duduk tidak jauh darinya. Dari gurat wajahnya yang keras, Mario bisa menebak kalau cowok itu pasti mulai tersinggung pada Kalya yang secara terang-terangan menolak untuk membimbingnya.

Tapi, kendati membantah apa yang Mario tuduhkan padanya, Kalya malah diam membisu dengan kepala yang menunduk, seolah apa yang Mario katakan tidak membutuhkan klarifikasi darinya.

"Kalya, Mas mau tanya. Kenapa kamu menolak untuk membimbing Gavin? Bukannya selama ini, kamu selalu terima siapapun anak magang yang aku minta untuk kamu bimbing? Tapi, kenapa sekarang malah lain begini? Emang kamu ada masalah sama dia?"

Pertanyaan yang Mario berikan barusan, langsung membuat Kalya merasa tidak enak hati. Selama ini, dia memang selalu menerima mahasiswa magang manapun yang membutuhkan bimbingannya. Dia selalu bersikap profesional pada siapapun kalau sudah menyangkut urusan pekerjaan. Tapi, kenapa kali ini dia malah membawa perasaan begini? Sungguh ini bukanlah sikap Kalya yang sebenarnya.

"I-itu… sebenarnya aku…" tatapan Kalya yang tadinya ingin tertuju pada Mario, malah nyasar dan membuatnya harus berserobok mata dengan Gavin yang duduk selang dua orang dari sisi Mario sendiri.

Seperti biasa, Gavin yang tidak banyak bicara di depan orang lain, hanya memasang tampang keras dengan rahangnya yang ketat serta tatapannya yang sangat tajam seperti belati.

"Kamu kenapa? Ada masalah?" suara dan tatapan lembut Mario menyadarkan Kalya kalau dia tidak sendiri.

Cepat-cepat gadis itu memutuskan pandangannya dari Gavin dan menggeleng menjawab Mario.

"Aku minta maaf, Mas. Aku udah bersikap kayak anak-anak." Aku Kalya, menundukkan sedikit wajahnya.

Sementara Mario, hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sedikit.

***

Tadinya, Kalya sempat khawatir dengan nasibnya jika harus pergi berdua dengan Gavin. Dia pikir, ini akan menjadi hari yang sangat panjang, mengingat dia selalu tidak nyaman jika berada di samping lelaki yang menjadi keponakannya ini. Tapi, hal itu langsung sirna, ketika Mario meminta Panji, salah seorang teman Kalya di divisi pemasaran juga-- ikut menemani Kalya dan juga Gavin. Tentu hal itu membuat Kalya terlihat sangat bahagia. Ya, meski kenyataannya tidak dengan Gavin.

Pria itu malah terlihat memasang tampang kusut dari mulai meninggalkan kantor, sampai bertemu dengan klien mereka.

Beruntung, wajah Gavin yang terbilang tampan itu tidak merusak pemandangan si klien. Karena, kalau sampai klien mereka merasa tidak enak melihat tampang Gavin yang sangar, bisa dipastikan proyek pemasaran mereka akan ikut terancam karena klien yang menganggap Gavin bukanlah seorang karyawan yang baik.

Kalya, Gavin dan Panji yang mengendarai mobil, hendak kembali ke kantor karena urusan mereka telah selesai. Namun, baru saja mereka bergerak sejauh tiga kilometer, Panji mendapat sebuah telepon yang mengabarkan kalau saat ini istrinya tengah berada di rumah sakit.

Tanpa berpikir panjang, Panji yang memang berada di balik kemudi langsung merubah haluan. Tujuannya hanya satu. Rumah sakit, dimana istrinya saat ini berada.

Sesampainya di rumah sakit, Panji yang memang sudah diberitahu lokasi ruang perawatan istrinya, langsung berlari sekuat tenaga. Bahkan, saking kencangnya, dia tidak begitu sadar dengan Kalya yang sedikit kesulitan mengejarnya. Sampai-sampai, gadis itu hampir saja terjatuh, andai Gavin tidak sigap menangkap tubuhnya dari arah belakang.

"Hati-hati," peringatkan Gavin dengan raut wajahnya yang keras, namun sarat akan rasa khawatir yang begitu kentara.

"Tunggu disini bentar, ya…" pinta Panji pada Kalya dan Gavin, begitu mereka tiba di depan sebuah ruang inap.

Terlihat pria itu mendekat ke ranjang tempat istrinya berada, dan berbicara dengan wanita itu. Kemudian, tidak begitu lama, Panji terlihat datang mendekati Kalya yang masih berada di depan pintu ruang perawatan.

"Ini bayi perempuan gue." Kata Panji terlihat begitu bahagia, menunjuk sosok bayi kecil yang tengah tertidur lelap di dalam gendongannya.

"Cantik, kan?"

"He-em, cantik. Persis kayak mamanya." Puji Kalya menatap bayi mungil itu lekat.

Tangan Kalya terukur menyentuh puncak kepala bayi itu dan mengusapnya pelan. Entah kenapa, melihat bayi kecil itu menutup mata seolah menimbulkan sebuah harapan kecil di hati Kalya.

Akankah suatu saat nanti dia juga akan menjadi seorang ibu?

"Makasih, Mbak Kalya, udah mau datang lihat anak kami." Ucap istri Panji tiba-tiba menghentikan tangan Kalya mengusap kepala bayi kecil di gendongan Panji.

Kalya menoleh dan tersenyum singkat mendekati ranjang tidur perempuan itu.

"Iya, sama-sama. Aku do'akan, semoga kelak anak kalian akan jadi anak yang berbakti pada orangtua." Kata Kalya langsung dimainkan oleh sepasang suami istri yang ada di hadapannya.

"Thanks ya, Kal, atas doanya." Ucap Panji, kemudian.

"Terus, ceritanya, lo kapan mau nyusul? Kayaknya, di usia lo yang sekarang, lo udah pantas dipanggil mama, deh…" kata Panji tiba-tiba, membuat Kalya tertawa sejenak.

"Ada-ada aja sih, lo! Gimana gue bisa dipanggil Mama, sementara gue aja belum menikah. Aneh!"

"Lah? Yang aneh itu, elu, kali! gimana mau menikah, sementara lo aja masih jual mahal banget sama calon suami lo. Gimana, sih?" sewot Panji langsung membuat Kalya terlihat sedikit bingung.

"Calon suami gue? Maksud lo? Gue nggak ngerti, deh!" gidik Kalya merengut.

"Maksud gue, mau sampai kapan lo anggurin Mas Mario kayak gini? Dia kayaknya udah serius banget deh, sama lo! Dia udah nungguin lo! Tapi, lo-nya malah cuek-cuek nggak jelas. Gimana, sih?"

"Hah? Mas Mario?" Kalya tercengang sejenak. "Maksud lo, gue sama Mas Mario, gitu?" tunjuk Kalya kemudian pada dirinya sendiri.

Lalu, saat Panji menganggukkan kepalanya polos, Kalya langsung menyemburkan tawanya yang terkesan cukup garing.

"Heh! Yang bener aja dong! Gue sama Mas Mario itu, nggak ada hubungan tahu!"

"Ya justru itu, dijalin dong, Kalya… Please, deh!" sambar Panji sontak membuat Kalya terdiam di tempat.

"Asal lo tahu aja ya, Kal… Di usia kita yang sekarang ini, kita udah nggak ada kesempatan lagi buat mikirin ego. Semua harus jelas dan matang. Emang lo mau, sendirian terus sampai tua? Hm?" tambah Panji lagi, semakin mengunci mulut Kalya rapat-rapat.

Memang, apa yang Panji tahu soal Kalya? Bukan Kalya yang terlalu jual mahal. Tapi, kondisinya saat ini yang tidak memungkinkan membuat Kalya harus berpikir ulang untuk menerima tawaran asmara dari Mario. Dia cukup tahu diri untuk menyimpan perasaannya rapat-rapat agar tidak diendus oleh siapapun kecuali Indy.

Tiba-tiba, pandangan Kalya berubah sedikit buram, ketika Panji memutuskan untuk meletakkan anak mereka di sisi istrinya berbaring. Rasa iri melihat keluarga kecil Panji kembali mengusik ketenangan batin Kalya yang sangat memimpikan sebuah keluarga sederhana yang bahagia.

"Dan sendiri seumur hidup…" batin Kalya meringis membayangkan dirinya akan sendirian seumur hidup. Menjalani sisa-sisa kehidupan tanpa harapan, dan mati dengan sebuah angan yang tidak akan pernah tersampaikan.

Perlahan, Kalya menyentuh perutnya yang rata. Bayangan ingin memiliki sebuah keluarga sederhana tengah bermain di benaknya. Memiliki seorang suami yang mencintai Kalya apa adanya, dan melahirkan anak dari hasil cinta mereka berdua.

Tapi, masalahnya, adakah pria yang akan menerima Kalya apa adanya?

***

Sejak pulang menjenguk istri Panji di rumah sakit, Kalya tampak sedikit murung dari biasanya. Dia hanya diam di kursi sisi penumpang, dengan pandangan yang terlempar ke arah luar jendela. Dia bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda tidak nyaman seperti biasa, jika sedang berdekatan dengan Gavin. Padahal, saat ini, di dalam mobil, hanya ada dirinya dan juga cowok tersebut.

"Udah sampek." Beritahu Gavin, mengagetkan Kalya yang sejak tadi termenung sepanjang jalan.

Sambil bergumam pelan, Kalya melepaskan sabuk pengaman yang melingkar di pinggangnya. Setelah itu, dia membuka pintu mobil dan bersiap untuk turun.  

"Loh, kok…?"

Kalya mengerutkan dahinya melihat Gavin yang menghentikan mobil itu di depan rumah Keanu. Bukan di kantor, seperti yang seharusnya  cowok itu lakukan.

"Udah malam. Mending langsung pulang. Urusan mobil, biar aku aja yang antar sendiri." Kata Gavin seolah mengerti arti tatapan Kalya kepadanya.

"Ya, tapi…"

"Udah, turun aja! Ribet banget," sewot Gavin tanpa melihat mata Kalya sama sekali. Dia sedikit menundukkan wajahnya seolah menghindar untuk bertatap muka dengan wanita itu.

"Lagian, mau ngapain lagi sih, ke kantor? Udah malem juga… lagian, bukannya tadi pagi kata Ricky dia nggak bisa pulang bareng sama kamu, ya?"

Kalya terlihat kaget mendengar Gavin yang mengetahui hal tersebut. Padahal, tadi pagi perasaan dia tidak melihat cowok itu saat sedang bersama Ricky. Tapi, darimana dia tahu? Apa jangan-jangan, Ricky yang memberitahukan Gavin?

"Yaudah deh, aku turun." Kalya akhirnya mengalah dan bersiap keluar dari dalam mobil tersebut.

"Eh, tunggu!"

Kalya yang sudah menapakkan kakinya di tanah, mendadak berhenti seiring dengan teriakan Gavin menahannya. Sejenak, matanya melihat tangan Gavin yang berada di lengannya.

"Kenapa?"

Kalya melihat Gavin yang menatapnya dalam diam. Lelaki itu tidak bicara, dan malah memperhatikan wajah Kalya di depannya.

"Apa?"

"Nggak jadi, deh…" Gavin melepaskan tangannya dari Kalya dan kembali melihat ke arah depan. "Turun sana!" usirnya, sontak membuat Kalya terbengong sejenak.

"Apaan, sih?" gerutu Kalya terlihat sedikit jengkel.

Wanita itu turun dari mobil dan berjalan beberapa langkah menuju rumah. Dan ketika pendengarannya menangkap suara mobil yang dikendarai Gavin menjauh, Kalya memutar tubuhnya kembali menatap jalan.

Dipandangnya mobil Gavin yang kini sudah hampir menghilang di ujung jalan. Entah kenapa, melihat wajah lelaki itu membuat perasaan Kalya campur aduk. Bohong, jika Kalya tidak mengatakan mulai membenci Gavin sejak kejadian malam itu. Dia bahkan bisa mengutuk Gavin jika memang dia mau. Tapi, kenangan mereka yang telah bersama sejak Gavin lahir tidak bisa dihilangkan begitu saja. Ada banyak hal yang tidak bisa dijelaskan Kalya soal hatinya. Entah itu penyesalan ataukah suatu keberkahan, Kalya jadi tidak berani menyimpulkannya saat ini.

Kalya menghela napasnya panjang. Setelah cukup lama menatap jalanan yang kosong, Kalya kembali berbalik dan melihat rumah Keanu yang menjulang gagah di hadapannya.

Seutas senyum pahit Kalya terlihat, saat ia mulai bergumam dengan suara yang begitu pelan.

"Kenapa aku harus ada di sini?"

*****

Terpopuler

Comments

Erni Fitriana

Erni Fitriana

mulai deg deg ser nyah nihb

2021-11-06

0

neli nurullailah

neli nurullailah

dan,,sendiri seumur hidup. sedih banget kalimat itu.

2021-09-09

0

Ayuk Adek

Ayuk Adek

cerita yg beda. dr biasanya

2021-08-27

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Episode 1
3 Episode 2
4 Episode 3
5 Episode 4
6 Episode 5
7 Episode 6
8 Episode 7
9 Episode 8
10 Everythings has the reason
11 Episode 9
12 Episode 10
13 Episode 11
14 Episode 12
15 Episode 13
16 Episode 14
17 Episode 15
18 Episode 16
19 Episode 17
20 Episode 18
21 Episode 19
22 Episode 20
23 Episode 21
24 Episode 22
25 Episode 23
26 Episode 24
27 Episode 25
28 Episode 26
29 Episode 27
30 Episode 28
31 Episode 29
32 Episode 30
33 Episode 31
34 Episode 32
35 Episode 33
36 Episode 34
37 Episode 35
38 Episode 36
39 Episode 37
40 Episode 38
41 Episode 39
42 Episode 40
43 Episode 41
44 Episode 42
45 Episode 43
46 Episode 44
47 Episode 45
48 Episode 46
49 Episode 47
50 Episode 48
51 Episode 49
52 Episode 50
53 Episode 51
54 Episode 52
55 Episode 53
56 Episode 54
57 Episode 55
58 Episode 56
59 Episode 57
60 Episode 58
61 Episode 59
62 Episode 60
63 Episode 61
64 Episode 62
65 Episode 63
66 Episode 64
67 Episode 65
68 Epilog
69 Extra Part - 01 Gavin dan Kalya
70 Extra Part 02 - Satu Bulan Kemudian
71 Extra Part 03 - Dua Pasangan Yang Sangat Berbeda
72 Extra Part 04 - Satu Hari Yang Aneh di Rumah Gavin
73 Extra Part 05 - Dua Hati
74 Extra Part 06 - Dia Thalita
75 SORY 'N BIG THANKS
76 VISUAL
77 Mr. Evan's Brides
Episodes

Updated 77 Episodes

1
Prolog
2
Episode 1
3
Episode 2
4
Episode 3
5
Episode 4
6
Episode 5
7
Episode 6
8
Episode 7
9
Episode 8
10
Everythings has the reason
11
Episode 9
12
Episode 10
13
Episode 11
14
Episode 12
15
Episode 13
16
Episode 14
17
Episode 15
18
Episode 16
19
Episode 17
20
Episode 18
21
Episode 19
22
Episode 20
23
Episode 21
24
Episode 22
25
Episode 23
26
Episode 24
27
Episode 25
28
Episode 26
29
Episode 27
30
Episode 28
31
Episode 29
32
Episode 30
33
Episode 31
34
Episode 32
35
Episode 33
36
Episode 34
37
Episode 35
38
Episode 36
39
Episode 37
40
Episode 38
41
Episode 39
42
Episode 40
43
Episode 41
44
Episode 42
45
Episode 43
46
Episode 44
47
Episode 45
48
Episode 46
49
Episode 47
50
Episode 48
51
Episode 49
52
Episode 50
53
Episode 51
54
Episode 52
55
Episode 53
56
Episode 54
57
Episode 55
58
Episode 56
59
Episode 57
60
Episode 58
61
Episode 59
62
Episode 60
63
Episode 61
64
Episode 62
65
Episode 63
66
Episode 64
67
Episode 65
68
Epilog
69
Extra Part - 01 Gavin dan Kalya
70
Extra Part 02 - Satu Bulan Kemudian
71
Extra Part 03 - Dua Pasangan Yang Sangat Berbeda
72
Extra Part 04 - Satu Hari Yang Aneh di Rumah Gavin
73
Extra Part 05 - Dua Hati
74
Extra Part 06 - Dia Thalita
75
SORY 'N BIG THANKS
76
VISUAL
77
Mr. Evan's Brides

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!