Kalya menghempaskan tasnya ke atas ranjang dengan asal. Ia duduk di tepi ranjang dan menangis tersedu sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.
"Dasar egois! Penjahat! Penjahat!" Kalya yang kesal membayangkan wajah Gavin langsung memukul ranjang yang didudukinya dengan keras. Dia ingin teriak, tapi takut membuat seisi rumah mendengar dan mengetahui permasalahannya.
"Dasar egois… mau dia itu apa, sih?! Kenapa dia terus nyiksa aku kayak gini?! Salah aku apa sama dia?!" rutuk Kalya kembali memukul ranjangnya membabi buta. Emosinya yang tengah bergulung bak ombak di tengah laut, membuat Kalya menelungkupkan kepalanya di atas ranjang.
"Kenapa semuanya harus kayak gini? Aku 'kan juga ingin bahagia…" Kalya sesegukan semakin menenggelamkan wajahnya di ranjang. Dia seperti putus asa dengan keputusannya menuruti perintah Gavin untuk tidak dekat dengan lelaki manapun.
"Aku juga ingin bersama dengan orang yang aku cintai…" isak Kalya serak. "Aku…aku…"
Kalya tak kuasa melanjutkan ucapannya. Dia hanya menangis menahan sakit yang kini tengah menggerogoti relung hatinya.
Lama Kalya menumpahkan rasa sedihnya sendirian di kamar, sampai akhirnya suara pintu kamar yang diketuk membuat Kalya bangkit dari rebahannya.
"Kalya, kamu di dalam?"
Suara Kendra yang memanggil Kalya dari luar, membuat wanita itu terdiam sejenak.
"Kalya, bisa buka pintunya sebentar? Mas mau bicara!" pinta Kendra diiringi suara pintu yang masih diketuk.
Sadar dengan penampilannya yang mungkin terlihat kacau, Kalya langsung bergegas ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Dengan cepat dia membasuh wajah dan mengeringkannya dengan handuk, sebelum akhirnya membukakan pintu untuk Kendra yang masih menunggunya di luar.
"Iya, Mas… ada apa?" Kalya muncul di depan pintu menyambut Kendra yang malah menatapnya dengan sorot mata bertanya.
"Loh, Kalya, kamu sakit? Kok mukanya pucat gitu?" Kendra menangkup wajah tirus Kalya dengan kedua tangannya. Saat merasakan kulit wajah itu terasa dingin, dia pun bergumam. "Nggak panas," katanya bingung.
"Ya, iyalah, nggak panas…. Orang aku baik-baik aja, kok…" Kalya mencoba tersenyum, sambil menurunkan kedua tangan Kendra dari wajahnya.
"Tapi, muka kamu pucat, loh! Terus, mata kamu juga merah. Suara kamu juga serak. Kamu yakin, baik-baik aja?" selidik Kendra beruntun, membuat Kalya sedikit salah tingkah. Jangan sampai Kendra tahu kalau Kalya sebenarnya bukan sakit. Melainkan habis menangis tadi.
"O-oh… iya, Mas… aku nggak papa kok… mungkin agak kecapean aja, makanya kayak gini…" kilah Kalya menundukkan wajahnya gugup.
Tapi, Kendra bukanlah orang yang bodoh. Sebagai orang yang sudah mengenal Kalya sejak perempuan itu lahir ke dunia, membuat Kendra sangat tahu gerak-gerik adiknya itu jika sedang berbohong. Salah satunya, adalah menghindari tatapan Kendra seperti saat ini.
"Kamu yakin, baik-baik aja? Kamu nggak mau bicara sesuatu sama Mas?" tanya Kendra, memasang tampang curiga.
"B-bicara apa? Aku baik-baik aja kok…cuma sedikit kecapean aja. Nggak ada hal serius kok, Mas…" kata Kalya lagi, membuat Kendra diam sejenak.
Entah kenapa, Kendra merasa yakin, kalau Kalya tengah menyembunyikan sesuatu darinya.
"Kalya, kenapa ya, Mas merasa kamu sekarang udah makin jauh dari Mas? Mas merasa, kamu sekarang udah nggak seperti Kalya yang dulu. Kamu seperti berubah. Dan itu membuat hati Mas merasa terbebani. Mas merindukan adik Mas yang seperti dulu." Ungkap Kendra lembut, seketika menohok perasaan Kalya. Membuat gadis itu terdiam menunduk dengan wajah yang lesu.
"Kalya, kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita apapun sama Mas. Kamu nggak sendirian, Kalya. Jangan karena kamu tahu siapa diri kamu yang sebenarnya, bukan berarti kasih sayang Mas terhadap kamu juga akan berubah. Kamu masih adik Mas. Dulu, sekarang dan untuk selamanya. Jadi, kamu nggak usah merasa takut, karena ada Mas yang akan terus menemani kamu."
Kata-kata yang Kendra ucapkan pada Kalya berhasil menyentuh perasaan perempuan itu. Air mata yang tadi sempat ia bendung, kini tumpah kembali dengan gerakan tubuhnya yang langsung memeluk Kendra erat.
"Mas…"
Kalya menangis di pelukan pria itu. Dia tidak menyangka, di tengah kesulitan hati yang saat ini ia rasakan, masih ada satu orang yang akan setia berdiri di pihaknya.
"Mas, makasih, udah mau sayang sama aku. Di saat keluargaku tidak menginginkan aku, ada Mas yang selalu sayang sama aku." Isak Kalya membuat kaos yang dikenakan Kendra menjadi basah.
"Ssst! Kamu jangan ngomong gitu… Kamu punya keluarga, Kalya… nggak cuma Mas aja. Mas Keanu, Mbak Rara, Mbak Nia, Rika, Ricki dan Ricko, serta Gavin, semua sayang kamu. Semua mencintai kamu, Kalya… Kami semua keluarga kamu!"
Kendra mengusap rambut Kalya dengan sayang, hingga membuat perempuan itu semakin menangis karena terharu. Yah, mungkin Kalya bisa merasakan kalau semua nama yang Kendra sebut tadi memang menyayangi Kalya layaknya keluarga yang sebenarnya. Tapi sepertinya, tidak untuk Gavin. Lelaki itu justru terlihat seperti musuh yang ingin membuat Kalya menelan semua kepahitan yang ada di dunia ini.
"Terima kasih, Mas… Kalya juga sayang sama Mas…" balas Kalya dibalas anggukan kepala oleh Kendra.
"Ya sudah, kalau gitu, kamu mandi dan istirahat aja dulu. Mas nggak mau kamu jadi sakit, cuma karena kecapean kayak gini. Oke?"
Kendra melepas pelukannya pada Kalya dan mencubit sebelah pipi perempuan itu, hingga Kalya tertawa. Kendra memang selalu memperlakukan Kalya seperti anak kecil. Membuat rasa sayang Kalya padanya semakin besar, hingga tidak berani menyakiti Kendra dengan berita tentang perlakuan Gavin terhadap Kalya.
"Iya, Mas… aku mau mandi dulu, abis itu istirahat." Balas Kalya tersenyum tipis.
Kendra hendak berlalu meninggalkan Kalya, ketika ia berbalik dan melihat sosok Gavin yang sudah berdiri kaku di dekat tangga rumah tersebut.
"Loh, Gavin? Kamu ada perlu apa kemari?" Kendra mendekati putranya yang hanya menatap lurus pada Kalya yang justru sibuk mengusap jejak air matanya di pipi tanpa berniat menoleh pada Gavin sedikit pun.
"Ini, Pa… Gavin di suru Mama buat manggil Papa dan…" Gavin melirik Kalya sekali lagi, mengisyaratkan kalimat berikutnya. "Untuk makan malam. Mama udah selesai masak, soalnya," Gavin kemudian mengalihkan perhatiannya pada sang ayah.
"Oh, gitu…? Yaudah…" Kendra kembali memutar tubuhnya ke arah Kalya.
"Ayo, Kalya! Kita makan dulu. Mbakmu udah siap masak, tuh…" Kendra menggapaikan tangannya pada Kalya dan mengajak perempuan itu untuk turun bersamanya.
Sedang Kalya sendiri, daripada harus mempedulikan sosok Gavin yang terus menatapnya, dia lebih memilih untuk pergi bersama Kendra. Dia menggandeng lengan kakaknya itu dan berlalu meninggalkan Gavin yang masih terpaku di tempatnya.
***
Kalya mematut dirinya di depan cermin besar yang berukuran nyaris seperti dirinya. Sambil merapikan kembali kemeja putih garis-garis yang ia kenakan, pikiran Kalya kembali dipenuhi oleh bayang-bayang Gavin dan mata tajam cowok tersebut.
Kalya masih ingat bagaimana tatapan Gavin padanya saat makan kemarin malam. Lelaki itu pasti merasa kesal karena Kalya terus mengabaikannya begitu saja. Tidak menganggapnya ada, bahkan melewatinya bagaikan Kalya melewati makhluk halus tak kasat mata. Kalya benar-benar takut, ketika sorot mata Gavin berubah seperti ingin mengulitinya ketika tidak sengaja mata mereka saling bertemu.
"Ini nggak baik. Aku harus kuat dan nggak boleh peduli sama dia lagi." Gumam Kalya mengepalkan kedua tangannya. Setelah itu, dia meraih tasnya yang ada di atas ranjang dan turun ke lantai satu rumah mereka untuk makan bersama dengan keluarga tersebut.
"Selamat pagi, semua…"
Kalya tiba di depan meja makan dan hendak duduk di atas salah satu kursi di sana, ketika dilihatnya Kendra berdiri dari tempat duduknya setelah meneguk satu gelas penuh air putih.
"Pagi, Kalya…" balas Kendra dan Nia bersamaan.
"Loh, Mas Ken udah selesai?" tanya Kalya bingung melihat Kendra yang sudah mengenakan jas kerjanya yang tadi ia sampirkan pada bahu kursi yang ia pakai.
"Iya," balas Kendra kemudian menatap Kalya dengan sorot mata bersalah.
"Mas lupa kasih tahu kamu, kalo pagi ini Mas nggak bisa pergi bareng kamu. Ada urusan di luar kantor. Jadi, kamu perginya bareng Gavin aja, ya? Entar, minta Gavin buat turunin kamu di depan minimarket yang ada di dekat kantor. Nggak papa, kan?" kata Kendra, seketika membuat darah Kalya mengalir dengan cepat. Dia panik karena tidak ingin berangkat dengan Gavin.
"Eng, Mas...itu..." Kalya cepat memutar otaknya mencari alasan untuk menghindar dari Gavin lagi.
"Kayaknya nggak usah deh, Mas… aku juga kebetulan mau bilang sama Mas kalau aku nggak bisa pergi bareng sama Mas. Aku juga ada urusan dulu luar kantor." Jawab Kalya setenang mungkin menatap Kendra. Walau senyumannya itu termasuk senyuman kikuk, tapi dia berusaha santai agar Kendra tidak mencurigai kebohongannya.
"Oya? Kerjaan apa?" tanya Kendra ingin tahu.
"Itu, aku ada urusan mau nemuin model yang mau kita kontrak untuk iklan produk baru kita. Dia bilang, cuma pagi ini dia bisa ditemui."
Kendra pun menganggukkan kepalanya sebentar tanda mengerti.
"Terus, kamu mau perginya bareng siapa? Mario?" tanya Kendra lagi, kali ini sontak membuat Gavin --yang sejak tadi sarapan dalam diam-- membanting sendok ke atas piringnya.
Sejenak, baik Kendra, Nia, dan juga Kalya menoleh sekilas kepada cowok tersebut. Namun, detik berikutnya, ketiganya kembali acuh karena berpikir Gavin tidak sengaja menjatuhkan sendok itu di piringnya.
"Eng… enggak kok, Mas. Aku bareng Indy," jawab Kalya.
"Oh, yaudah deh, kalo gitu, Mas duluan, ya…" kata Kendra.
Setelah Kendra berpamitan pada istri dan anaknya, pria itu pun berlalu, disusul Kalya yang juga langsung berpamitan pada Nia, istri Kendra. Membuat wanita itu mengerutkan dahi heran melihat Kalya yang sepertinya sangat terburu-buru.
"Emang kamu nggak sarapan dulu?" tanya Nia menahan tangan Kalya yang tadi mencium punggung tangan Nia.
"Enggak deh, Mbak. Kayaknya nggak keburu." Sahut Kalya mendapat cebikkan bibir dari Nia.
"Makanya, kalo udah tahu pagi itu ada kerjaan, bangunnya ya dipercepat dong, Kalya…" omel Nia sejenak, kemudian mengambil sebuah kotak nasi yang ada di meja makan.
"Nih, bekal kamu. Jangan lupa dimakan!" ujar Nia menyerahkan kotak makan siang Kalya pada sang empunya.
"Makasih, Mbak." Ucap Kalya, kemudian mengecup pipi Nia sayang. Setelah itu, dia langsung pergi meninggalkan dapur tanpa sempat menoleh pada sosok Gavin yang ia sadar sejak tadi memperhatikan semua gerak gerik Kalya di tempat duduknya.
***
Suasana kantor tempat Gavin magang selama beberapa bulan ini masih terbilang sunyi, saat lelaki itu tiba di sana. Pagi ini, dia sengaja untuk pergi lebih cepat dari biasanya. Selain ayahnya sudah berangkat lebih dulu, rasa sunyi karena tidak ada Kalya di meja makan turut menjadi alasan bagi Gavin untuk merasa bosan dan ingin segera berangkat dari rumah.
Gavin masuk ke ruang divisi tempatnya bekerja dan hanya menemukan dua orang di sana. Satunya adalah anak magang yang sama seperti dirinya dan satu lagi adalah Indy, teman satu divisi mereka yang tak lain teman baik Kalya di kantor.
"Loh… tapi, kok dia udah sampai sini aja?" gumam Gavin heran melihat Indy yang sepertinya sedang asyik memainkan ponselnya dengan mulut yang terus mengoceh.
"Ugh! Apa-apaan sih, dia pikir, dia siapa? Sembarangan nuduh orang tanpa bukti! Emang, dia kira, gue ini apa? Dasar gila!"
Gavin memutuskan untuk mendekat ke arah perempuan itu. Dia tidak mengerti apa yang tengah Indy ocehkan ketika Gavin sudah tiba di sampingnya.
"Emang, cowok zaman sekarang itu pada susah semua, ya! Bisanya cuma buat cewek marah-marah mulu! Katanya sayang, katanya cinta, tapi kok bikin cewek itu sakit, sih?! Nyebelin!"
Indy masih terus mengomel sambil memegang ponselnya tanpa menyadari kehadiran Gavin di sisinya. Dan begitu ia melihat wajah Gavin yang menunduk menatap wajahnya dengan jarak yang cukup dekat, dia pun terperanjat kaget dan berteriak.
"Astagaaa!" ponsel Indy jatuh ke lantai, ketika sang empunya mengusap dadanya kuat.
"Gaaviiiin! Lo ngapain sih, disitu?! Kayak hantu aja lo?!" teriak Indy kesal melihat Gavin yang dengan santainya mengambil ponsel Indy yang tadi terjatuh.
"Harusnya, gue yang nanya. Ngapain lo disini?" tanya Gavin, membuat Indy merasa bingung sendiri.
"Lah, emang kenapa kalo gue di sini? Masalah sama lo? Gue 'kan kerja di sini, jadi wajar dong, kalo gue di sini? Dasar makhluk aneh!" sahut Indy sewot, kali ini dibalas dengusan oleh Gavin.
"Bukan gitu... Tapi, harusnya 'kan sekarang lo lagi sama Kalya nemuin orang yang bakal jadi model produk baru itu? Tapi, kenapa lo udah di sini aja? Lo mangkir dari tugas, ya?" tuduh Gavin seenaknya saja, membuat Indy merasa kaget sekaligus bingung.
"Heh, brondong! Lo itu lagi ngomongin apa, sih? Gue nggak ngerti? Model apa? Kalo urusan model untuk produk shampo itu sih, udah selesai dari kemarin-kemarin! Bahkan, kita udah teken kontrak sama orangnya langsung! Itu juga, yang nyelesaikan tugas itu gue sama Mas Mario! Jadi, jangan sembarangan ngomong, deh!" sungut Indy melihat kedua mata Gavin yang melebar.
"Apa? Lo sama Mario?" beo cowok itu dibalas anggukan kepala oleh Indy. "Jadi, lo sama Kalya nggak lagi nemuin model itu pagi ini?!" pekiknya lagi, dibalas decakkan mulut dari Indy.
"Lo ngarang apa, sih?" gerutu perempuan itu kemudian mengambil ponselnya kembali.
"Terus, sekarang Kalya dimana?" tanya Gavin dibalas lirikan malas oleh Indy.
"Ya, nggk tahu lah! Kenapa lo tanya gue?"
"Lah, terus, gue harus tanya siapa?! Rumput yang bergoyang?! Lo 'kan temannya!" paksa Gavin, menimbulkan keinginan besar di hati Indy untuk mencakar wajah lelaki itu.
"Lo sinting, ya? Ngapain lo nanya Kalya sama gue? Lo pikir, gue emaknya?! Kalo mau nanya dia dimana, mending lo tanya aja langsung sama Pak Kendra! Secara, dia itu 'kan adik kesayangannya Pak Bos… jadi, dia pasti tahu dimana keberadaan Kalya sekarang. Jangan tanya gue!" omel Indy berang, lantas memainkan ponselnya kembali.
"Lagian nih, ya… lo ngapain sih, nyariin si Kalya? Kayak orang kehilangan suami aja...Lo naks--"
Indy menoleh saat ia ingin melanjutkan kalimatnya untuk Gavin. Namun, sosok Gavin yang tadinya --dan seharusnya-- masih di samping meja kerja Indy, mendadak menghilang dari tempatnya tanpa suara. Membuat Indy panik dengan menoleh ke kiri dan kanan dimana kini hanya tersisa dirinya seorang di ruangan tersebut.
"Gue ngomong sama setan, apa bukan sih?"
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Diana diana
3 kali aku baca nech novel , tapi lupa gak ngasi like n komen . . maafkeuuuuun
2023-10-29
0
🌼ᴍᴇᴀᴍᴏʀ_ᴍʏʀᴀɴᴅʜᴀ🇲🇾
Suka sama sosoknya Indy. Haahhaahhaahah.. Straightforward banget..
2022-10-10
0
SOO🍒
si gavin kayak hantu tiga maen ilang ja 😁😁😁
2022-04-29
0