Kalya mengusap wajahnya dengan lesu. Wajah yang masih terlihat cukup bengkak atas apa yang sudah terjadi beberapa hari ini belakangan ini. Sejak kemarin, dia tidak bisa hadir untuk bekerja. Alasannya, karena dirinya jatuh sakit. Kalya memilih untuk menyendiri dengan cara mengurung diri di kamarnya . Dan hari ini, adalah hari pertama bagi Kalya untuk masuk bekerja lagi, setelah absen selama tiga hari.
Setelah kejadian buruk yang menimpa dirinya kemarin, Kalya tidak ada habis-habisnya menangis sendirian di kamar. Karena ulah yang dilakukan oleh Gavin, dia seperti manusia yang tidak punya arti kehidupan lagi. Lelaki yang ia sayangi sejak lahir itu, akhirnya menghancurkan masa depannya. Dan itu terjadi, hanya dalam waktu satu malam.
Tidak terasa, air mata Kalya kembali menggenang. Sungguh tega Gavin terhadap Kalya. Apa kesalahan yang telah Kalya buat, hingga Gavin tega berbuat demikian terhadapnya. Apa ini semua karena ternyata Kalya bukanlah saudara kandung Kendra, ayahnya Gavin, maka Gavin bisa bersikap seperti itu kepadanya? Apa begitu berat dosa Kalya yang bukan darah daging keluarga Gavin?
"Hayo! Kamu lagi ngelamunin apa?"
Tepukan serta teguran yang diberikan seseorang di pundak Kalya sontak membuat gadis itu tersentak. Dia kaget dan geragapan melihat salah satu seniornya sudah berdiri di dekat meja kerja Kalya dengan senyum yang bertengger manis di bibir pria itu.
Buru-buru Kalya menyeka sudut matanya sebelum akhirnya menoleh dan tersenyum.
"Eh, Mas Rio... Aku nggak lagi ngelamunin apa-apa kok, Mas...." Sahut Kalya berbohong, menutupi kesedihannya dengan senyuman.
Mario --nama pria itu-- duduk di kursi yang berseberangan dengan Kalya. "Nggak usah bohong. Aku tahu kok, daritadi kamu itu melamun terus..." Mario mengangkat jari telunjuknya ke udara dan meletakkannya di dahi mulus Kalya.
"Soalnya di jidat kamu udah tertulis 'sedang melamun'." katanya refleks, membuat Kalya menyentuh dahinya sendiri dengan panik.
"Hah?! M-masa sih, Mas?!"
Mario tertawa melihat tingkah laku Kalya yang konyol. Kelihatan sekali pikiran gadis itu tidak sedang berada di tempatnya. Habis, mana mungkin di dahi Kalya ada tulisan seperti itu, jika bukan orang lain yang membuatnya.
"Kalya, Kalya...kamu kok lucu banget, sih.... Aku nggak nyangka," kekeh Mario, seketika menyadarkan Kalya dari tingkah bodohnya.
Wajah Kalya merah saat gadis itu mengerucutkan bibirnya sebal ke arah Mario.
"Ih, Mas Rio apa-apaan, sih?! Ngerjain aku, ya?! Nggak lucu, tahu!" rungut Kalya dibalas Mario dengan tepukan pelan pada punggung tangan Kalya di atas meja.
"Mas nggak bercanda kok, Kal! Tadi, emang ada tulisannya.... Tapi, begitu Mas datang, tulisannya malah ganti jadi, 'Godain aku dong, Mas Rio...', gitu Kal..."
Tawa Mario semakin meledak melihat tampang Kalya yang semakin kesal. Gigi graham gadis itu saling bergemeletuk seiring dengan tatapan gadis itu yang nyasar ke arah plastik putih yang tadi sempat Mario bawa menghampirinya.
"Ih, Mas Rio! Kalau bercanda lagi, aku makan nih, makanannya! " ancam Kalya meraih plastik asoy berwarna putih bening tersebut.
Tapi, bukannya takut, Mario malah dengan santai mengangkat kedua bahunya.
"Bubur itu emang buat kamu, kok....Makan aja," Katanya membuat Kalya menyadari isi dari plastik tersebut.
Dari aroma yang tercium dari bungkusan itu, Kalya tahu kalau isi plastik tersebut adalah makanan. Pikirnya itu adalah makanan untuk Mario sendiri. Tapi, ternyata dia salah. Mario bilang, itu untuk Kalya.
"Katanya, tiga hari ini kamu sakit, kan? Mas belum ada waktu buat jenguk kamu. Jadi, Mas pikir, hari ini mau beliin kamu bubur ayam aja." Ucap Mario mengundang perhatian Kalya.
"Mas kok tahu, aku masuk kerja hari ini? Bisa aja 'kan, Mas beli makanan ini, dan ternyata aku belum masuk kerja? Mas nggak takut rugi?"
"Rugi? Hmph! Enggak tuh!" Mario menggidikkan bahunya sekali. "Yang namanya jodoh mah, pasti punya feeling kuat sama pasangannya. Ya, nggak?" ceplos Mario tiba-tiba, membuat Kalya mengerutkan dahinya bingung.
"Hah? Maksud Mas?"
Sadar dengan kesalahannya, Mario lantas memperbaiki ucapannya.
"Enggak...maksud aku...ya, kalau feeling aku salah, tinggal aku makan aja buburnya. Gitu aja kok repot sih, Kal?" tawa Mario kering, melihat tampang Kalya yang penuh selidik.
"Yaudahlah...dimakan aja! Udah dibeliin juga, masih aja bawel!" Mario mengajak rambut Kalya mengalihkan pembicaraan mereka. Dan aksinya itu ternyata mampu membuat rasa penasaran Kalya berubah menjadi rasa hangat yang menjalar dari ujung kepalanya, hingga menyentuh ke dasar hati gadis tersebut.
Kalya terdiam menikmati usapan lembut tangan Mario di puncak kepalanya.
Cukup lama Kalya menatap wajah Mario yang bak mentari pagi itu dengan mengaguminya dalam hati, sampai akhirnya suara kursi yang ditendang dengan kasar, mengagetkan keduanya.
Tidak sengaja, mata Kalya bertabrakan dengan mata dingin Gavin yang baru saja masuk ke ruangan mereka. Tatapan tajam pria itu sukses membuat nyali Kalya menciut dan langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Gavin udah datang, ya?" gumaman yang terdengar dari mulut Mario menyadarkan Kalya kalau beberapa detik lalu, dia sempat melupakan keberadaan pria itu.
"Kamu tahu nggak, Kal? Keponakan kamu itu, sombongnya minta ampun, deh! Kemarin, waktu aku minta tolong buat titip makanan untuk kamu, tahu dia jawab apa?" Mario menyenggol lengan Kalya sedikit dan menarikkan alisnya.
"Apa?"
"Dia bilang... 'antar aja sendiri. Bukan urusan gue!'..."
Mario mencibir menirukan gaya bicara Gavin yang ketus. Kepalanya menggeleng sedikit sembari bercerita pelan pada Kalya.
"Sombong banget, kan?"
Diam-diam, kepala Kalya kembali terangkat. Di balik rasa kecewa dan sakit hatinya, dia memberanikan diri menoleh menatap wajah orang yang telah menghancurkan masa depannya itu. Wajah yang terlihat dingin, tidak tersentuh itu, meliriknya dengan sorot mata kemarahan. Sikap hangat yang bisa ia tunjukkan sejak kecil, perlahan-lahan terkikis dan berganti dengan sikap dingin penuh kesinisan. Kalya jadi takut untuk berada di sisi Gavin dengan perangainya yang demikian.
"Iya...Mas Rio benar. Dia benar-benar sombong sekarang,"
Kalya menahan napasnya di dada. Dalam hati, dia membenarkan apa yang Mario katakan tentang Gavin.
"Tapi, Gavin juga benar....ini bukan urusan dia." Kalya mengalihkan perhatiannya pada Mario yang juga tengah balas menatapnya. "Aku sakit juga, urusan aku sendiri. Bukan urusan dia. Jadi...nggak salah dia ngomong kayak gitu sama Mas Rio."
Kalya menundukkan wajahnya murung. Setelah dipikir-pikir, benar juga apa yang dikatakan Gavin kepada Mario. Sakitnya Kalya, adalah urusan Kalya sendiri. Karena, bagi Gavin, Kalya itu bukan siapa-siapa. Mau itu Kalya bahagia, atau menderita setelah malam naas itu, Gavin sudah tidak punya urusan apapun lagi. Dan Kalya pikir, sebaiknya pun, Gavin tidak perlu mencampuri urusan Kalya lagi.
Sempat timbul di benak Kalya untuk pergi dari kediaman keluarga Kendra sejak malam itu juga. Tapi, mengingat kekhawatiran yang Kendra dan istrinya tunjukkan terhadap Kalya kemarin, membuat keinginan Kalya untuk pergi menjadi pudar. Dia tidak tega. Dia tidak ingin Kendra bersedih. Dia tahu bagaimana kasih sayang Kendra terhadapnya. Dan dia tidak berani membebani orang yang ia kenal sebagai kakaknya itu menjadi bersedih. Apalagi sejak orangtua yang mengangkatnya meninggal beberapa tahun silam, Kendra yang merawat dan menjaga Kalya seperti seorang ayah, ibu dan kakak di waktu yang bersamaan. Sungguh, kalau bukan karena Kendra, Kalya sudah pasti pergi dari rumah tersebut.
"Kal! Kamu kenapa, sih?!"
Pukulan Mario di bahu Kalya mengagetkan gadis itu. Dia mengerjap beberapa kali menatap bingung pada Mario yang hanya bisa menghembuskan napasnya malas.
"Ngelamun lagi deh, pasti..." keluh pria itu mencebikkan bibirnya bosan.
"Kamu itu kenapa, sih? Melamun mulu, daritadi? Kamu sakit? Atau mau Mas antar pulang?" tanya Mario beruntun dengan raut wajah cemas, menyentuh lengan Kalya.
"Kalau kamu emang sakit, kamu bilang, Kalya....Kamu nggak usah maksain diri untuk kerja kayak gini. Istirahat aja di rumah! Mas yakin kok, kalau Pak Kendra juga bakal ngerti kamu belum bisa masuk kerja hari ini,"
Mario yang sadar dengan perubahan sikap Kalya yang tidak seperti biasanya hanya bisa memandang cemas gadis itu. Dia khawatir terjadi sesuatu yang buruk kepada Kalya.
"Eum, nggak papa kok, Mas.... Aku baik-baik aja." Lagi-lagi, Kalya mencoba tersenyum menutupi kebohongannya. "Emang, Mas tadi ada bicara sesuatu, ya? Mungkin aku nggak dengar?" tanya Kalya lagi, hanya bisa membuat Mario menatapnya beberapa saat.
"Udahlah, Kal... Nggak usah dipikirin. Pertanyaan Mas tadi nggak penting, kok." Kata Mario akhirnya bangkit dari kursi yang diduduki.
"Oh, ya....Buburnya jangan lupa dimakan, ya? Mas nggak suka lihat ataupun dengar kamu sakit lagi. Nggak bisa ketemu kamu, Mas bisa kangen, tahu..." Ujar Mario memberikan kedipan sebelah matanya genit pada Kalya.
"Ih, Mas ini ada-ada aja, deh! Udah sana! Jangan kelamaan disini! Ntar, Kalya jatuh cinta lagi sama Mas!" balas Kalya tertawa meladeni tingkah Mario yang menurutnya sangat menghibur. Penuh canda tawa, hingga untuk sesaat, Kalya melupakan tatapan tajam seseorang yang tengah memandangnya dari jarak jauh.
"Oh...bagus, dong! Kalau gitu kita bisa langsung nikah! Kamu mau nikahnya dimana? Di darat? Laut? Udara? Tinggal pilih...Mas bikinin deh, buat kamu!" kata Mario lantas membuat beberapa rekan kerja mereka yang sejak tadi mendengar canda tawa Kalya jadi ikut menyambarnya.
"Di dalam mimpi!" sorak mereka sontak membuat Kalya tertawa terpingkal-pingkal hingga perutnya terasa nyeri. Melihat tampang masam Mario memandang satu per satu rekan kerja Kalya, membuat Kalya merasa begitu senang.
"Eeeeh! Sirik aja lo pada! Ck!" gerutu Mario jengkel yang hanya dibalas kekehan kecil oleh teman-teman Kalya.
Dan rasa jengkel Mario pun luntur, ketika matanya melihat Kalya yang masih tertawa di atas kursi kerjanya hingga kedua sudut matanya berair.
"Dia sangat cantik 'kan, Tuhan?" bisik Mario dalam hatinya memandang wajah Kalya yang merah karena terlalu banyak tertawa.
Akhirnya, Mario pun pergi meninggalkan Kalya dengan sisa-sisa kebahagiaan gadis itu yang melihat Mario diejek oleh teman satu tim kerjanya.
"Ah, Mas Mario...Mas Mario...kamu itu kok lucu banget, sih?" gumam Kalya tersenyum memandang punggung kokoh Mario yang kian menjauh.
Sejenak, tatapan gadis itu jatuh pada plastik putih berisikan makanan pemberian Mario yang masih terletak di atas meja kerjanya. Tangannya terangkat ingin meraih isi plastik tersebut, sebelum akhirnya tanpa peringatan sama sekali, plastik itu sudah terbang dan masuk ke dalam tong sampah yang ada di di samping meja kerja Kalya.
Dan kedua mata Kalya pun melotot sempurna melihat siapa yang saat ini sudah berdiri di depan meja kerjanya dan memandangnya dengan sorot mata yang begitu menusuk.
"Kamu..." geram Kalya mengepalkan kedua tangannya marah. "Ngapain kamu kemari, hah?"
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Baper junkie
Mau tanya utk gap umur, bukan masalah di Gavin & Kalya, tapi justru istri Kendra & Keanu knp bisa gak tahu ya? kan kalo dihitung gap 7th harusnya Kendra & Keanu sdh posisi menikah ya? harusnya istri mereka tahu dong Kalya anak angkat?
2021-12-17
0
Savera
kalau lagu mama ani jadi mama tiri kalau kayla tante jadi istri😀
2021-11-14
0
Erni Fitriana
ngapah cara nya gitu sih vin😡😡😡
2021-11-06
0