Sejak awal, sejak tiba di rumah Keanu dan melihat orang-orang di sana, Nia sudah merasa ada yang aneh. Jika diamati lebih cermat lagi, Kalya, saat melihat kehadirannya dan Kendra di rumah itu jadi semakin terlihat murung dan gugup dengan tangan yang terus menggenggam satu sama lain.
"Apa maksud Mas bilang kalo Kalya itu bukan anak Papa dan Mama? Apa… maksud Mas bilang kayak gitu sama aku?"
Nia, yang baru saja diberitahu kebenaran soal Kalya, merasa syok dan kesulitan berbicara. Dia merasa gagu, melihat satu per satu orang yang ada di sana.
"Mungkin ini memang kabar yang mengejutkan buat kamu. Tapi, itulah kenyataannya sekarang, Nia." Kata Kendra tidak menatap istrinya sama sekali.
"Kenapa… Mas bilang itu sama aku? Apa maksud Mas ceritain itu semua sama aku?" tanya Nia lagi dengan tatapan kosong dan matanya yang merah.
"Itu karena…, sekarang Kalya hamil."
"Apa?!"
Kendra memejamkan matanya mendengar pekikan Nia yang nyaring. Dia tahu ini akan sangat mengejutkan bagi wanita tersebut.
"Mas bilang, Kalya… hamil?"
Nia mencoba menutup mulut dengan tangannya yang bergetar. Ditolehkannya kepala ke kiri dan kanan, mencari kebohongan atas apa yang Kendra ucapkan kepadanya lewat orang-orang di sekitar mereka.
"Kalya…"
Tubuh Nia terasa kaku, saat melihat ke arah Kalya yang saat ini sudah menangis menundukkan kepalanya dalam. Apakah ini kebohongan? Apa mereka sedang bercanda?
"Na-nangisnya nggak usah kayak gitu. Cuma becanda doang 'kan? Kamu… nggak usah serius gitulah…"
Rasanya tangan Nia semakin dingin, melihat reaksi Kalya yang bukannya berhenti, malah semakin menundukkan wajahnya karena tangis.
"Ra…"
Nia memalingkan wajahnya lagi ke arah Rara. Istri dari Keanu yang sudah ia anggap juga sebagai adik sendiri. Namun, reaksi perempuan itu juga sama. Menangis sambil membenarkan wajahnya di dada sang suami.
Kini, pelan-pelan, Nia mengerti kalau itu bukanlah sekedar candaan yang dibuat oleh Kendra untuknya.
"Siapa…" tenggorokan Nia tercekat, ketika air matanya tiba-tiba merebak menutupi pandangannya. "Laki-laki itu?"
"Laki-laki yang udah hamilin Kalya…"
"Nggak tahu. Dia nggak mau kasih tahu." Jawab Kendra menunduk *** tangannya satu sama lain.
"Ng-nggak tahu?"
Nia yang masih tidak percaya pun, mendengus. Setetes air matanya jatuh seiring dengan tatapannya yang merambat ke segala arah menghindari Kalya yang masih duduk tidak mengangkat wajahnya.
"Ja-jadi… kita kemari untuk…"
"Ricko bilang dia yang akan bertanggung jawab. Dia bilang, dia bersedia buat jadi ayah dari anak yang dikandung Kalya sekarang." Beritahu Kendra setelah melirik sekilas pada Keanu yang tampaknya juga membisu dengan menyerahkan segala penjelasan pada Kendra.
Bahkan yang bersangkutan sendiri pun tampak bungkam dan membiarkan Kendra mengatakan semuanya seorang diri.
"Ricko? Kok jadi Ricko, sih?" gumam Nia bingung, lalu menoleh ke arah Kendra.
"Kenapa Ricko? Emangnya, dia yang menghamili Kalya? Kenapa jadi dia yang harus tanggung jawab?! Ini pasti--"
"Aku nggak keberatan, Tante…" sela Ricko terdengar tegas, membuat Nia menatap intens ke arahnya. "Untuk urusan itu, Tante nggak usah khawatir. Aku… sama sekali nggak keberatan melakukannya."
"Iya, tapi, Ko…, ini pasti nggak adil buat kamu! Kamu nggak salah! Justru kalo kamu ngelakuin hal ini, laki-laki brengsek yang harus bertanggung jawab itu bisa merasa enak karena lepas dari semuanya!" ujar Nia marah, lalu mengatur napasnya yang bercampur tangis.
"Ini juga pasti nggak adil buat Kalya. Kita--"
"Nia…"
Kendra mengusap bahu Nia pelan, mencoba menenangkan hati wanita itu. Dia paham apa yang dirasakan oleh Nia, karena dia sendiri juga merasakannya, bahkan dia kali lipat dari yang orang lain rasakan.
"Mungkin… ini adalah satu-satunya jalan yang kita punya. Kami udah membahas ini kemarin. Dan rasanya, nggak ada lagi jalan yang lebih baik dari ini." Kata Kendra, langsung ditepis kecewa oleh istrinya.
"Jalan yang baik?" sinisnya tertawa lirih. "Ini jalan yang buruk, Mas!"
"Jalan terbaik dari yang terburuk!" tandas Kendra setelahnya.
"Coba kamu bayangkan, kalau sampai Kalya melahirkan nanti, laki-laki itu nggak mengakui perbuatannya. Apalagi, sampai sekarang Kalya juga nggak mau bilang siapa orang itu. Kita--"
Ucapan Kendra terputus, ketika tiba-tiba saja pintu utama rumah Keanu dibuka secara kasar oleh seseorang dari arah luar.
"Gavin? Kamu kok--"
"Papa…"
Kendra dan semua orang yang ada di sana terlihat bingung mendapati kehadiran Gavin disana. Apalagi, wajah lelaki itu terlihat pucat, mendekati Kendra dengan napas tersengal.
"Anak itu… darah daging Gavin."
***
Suasana di kediaman Keanu semakin terasa mencekam, ketika beberapa patah kata yang terucap dari mulut Gavin. Semuanya membeku, dengan pandangan berada dalam satu titik yang sama.
"Jangan bicara sembarangan kamu, Gavin! Ini bukan waktunya untuk bercanda!" tegur Keanu marah, setelah beberapa saat menguasai dirinya dari keterkejutan yang terjadi.
"Iya, Gavin tahu kok, Om, ini bukan waktunya buat bercanda. Karena itu, Gavin bicara serius kali ini." Ujar Gavin menatap Keanu tegas, hingga membuat pria paruh baya itu melayangkan pandangannya ke arah Kendra.
"Mas!"
Kendra terkejut, ketika tiba-tiba Keanu menyerukan namanya.
"Mas, bicara sesuatu! Anakmu…!"
Keanu yang tidak terima dengan apa yang dikatakan Gavin barusan, menghembuskan napas kasar. Berbeda dengan Kendra yang tampak masih syok dengan apa yang dia dengar.
"Gavin, sebaiknya kamu pulang. Ini bukan hal yang bisa kamu--"
"Papa!"
"Gavin, pulang!" bentak Kendra selanjutnya, membuat Gavin terdiam sesaat.
"Maaf, tapi Gavin nggak bisa pulang, Pa! Nggak! Lebih tepatnya, Gavin nggak bisa biarin Kalya menikah sama orang lain!"
"Gavin!"
Gavin kembali terdiam memandang Kendra dengan tajam.
"Jangan ngomong sembarangan kamu! Ini masalah serius." Ujar Kendra juga balas menatap Gavin tak kalah sengit.
"Dan Gavin juga serius, bilang kalo anak yang dikandung Kalya itu anak Gavin!" tuding Gavin berapi-api, menunjuk Kalya yang sejak tadi terdiam di tempatnya.
Tampak wanita itu masih sangat terkejut dengan pengakuan Gavin atas dirinya. Seolah itu adalah hal yang berhak dia lakukan, tanpa melihat situasinya terlebih dahulu.
"Omong kosong!"
"Gavin nggak omong kosong, Pa! Gavin nggak bohong! Gavin… yang udah menghamili Kalya. Ini semua… salah Gavin…"
Gavin menundukkan sedikit kepalanya dengan nada lemah di ujung kalimatnya.
"Vin! Lo--"
"Kalya…"
Ucapan Ricka yang juga sudah mulai menguasai dirinya dari keterkejutan yang dikatakan Gavin, hendak mencecar lelaki itu, sebelum akhirnya terputus dengan nada suara Kendra yang menyebut nama Kalya.
"Apa betul… yang dikatakan Gavin barusan? Tentang anak yang kamu kandung… apa betul anaknya Gavin?"
Pertanyaan bernada dingin bercampur getar yang Kendra lontarkan membuat semua orang di ruangan itu terpaku menatap satu arah. Mata mereka lekat melihat Kalya guna menanti jawaban yang akan keluar dari mulut perempuan itu.
"Kalya,"
"Nggak, Mas! Bukan! Ini bukan anak Gavin, Mas!" Kalya menyahut dengan cepat, sambil menatap keras kepada Gavin.
"Gavin! Kamu ini apa-apaan, sih?! Jangan ikut campur! Jangan bikin masalah ini semakin runyam!" ujar Kalya mengepalkan kedua tangannya menutupi sikap gugupnya. Matanya yang merah menatap Gavin menyalang sebagai tanda kalau pria itu harus diam.
"Nggak ikut campur, kamu bilang?" dengus Gavin seolah tidak tahu kalau saat ini Kalya tengah ketakutan setengah mati.
"Gimana aku nggak ikut campur, waktu aku tahu kamu hamil? Dan gimana juga aku nggak ikut campur, kalo aku tahu anak itu adalah anak aku?"
"Tapi, ini bukan anak kamu!"
"Bukan anak aku? Oh, ya? Masa?"
Seolah mengejek, Gavin pun tertawa sumbang.
"Jangan bikin kesal dan bilang gimana bisa anak aku tumbuh di rahim kamu ya, Kalya…!" ancam Gavin kemudian, membuat Kalya **** bibirnya resah dan menundukkan kepala dalam.
Bagaimana ini? Gavin sepertinya sudah gila dengan mengatakan hal seperti itu di depan ayah serta keluarga besarnya. Di saat dia yang harusnya melindungi dirinya dengan cara menjauh, kenapa dia harus datang dan berbuat seperti ini? Seakan tidak takut dengan apa yang akan terjadi setelahnya.
"Gavin! Kamu… kamu ini bicara apa? Kamu… nggak mungkin…"
Dan seperti baru ingat dengan keberadaan ibunya di sana, Gavin menatap Nia terkejut. Terlebih, wajah pucat dan air mata wanita paruh baya itu yang menetes, membuat Gavin langsung dirundung rasa bersalah.
"Gavin, nggak mungkin anak yang dikandung Kalya itu anak… anak kamu, kan? Nggak mungkin kalau--"
"Nggak, Mbak! Itu nggak mungkin! Gavin bohong, Mbak! Mbak jangan percaya!"
Sambil menangis, Kalya berusaha menutupi kenyataannya. Dia menyela pertanyaan Nia terhadap Gavin yang mungkin saja akan dijawab apa adanya oleh anak laki-laki itu. Bagaimanapun juga, terlihat kalau saat ini Gavin memiliki peraturannya sendiri.
"T-tapi, anak yang kamu kandung itu… Kenapa Gavin… Kenapa dia…"
"Mbak…"
Kalya *** kedua tangannya resah. Rasanya, dia ingin mati saja saat ini. Mendadak pingsan bukan hal yang bisa menyelesaikan permasalahannya. Setidaknya, kalau dia mati, dia tidak akan melihat kekecewaan lebih mendalam lagi di keluarga Kendra.
"Kalya, lihat Mas sekarang!" pinta Kendra tiba-tiba setelah terdiam beberapa saat.
"Kali ini, Mas cuma akan nanya satu kali lagi sama kamu. Dan kamu cuma boleh jawab dengan kata iya, atau bukan." Ujar Kendra menginstruksi Kalya, yang tiba-tiba saja merasa tidak enak di hatinya.
"Mas…"
"Anak yang kamu kandung itu… apa betul anak Gavin?"
"Mas…!"
"Jawab iya…, atau bukan!"
"Mas…"
Kalya yang tidak berani menjawab pertanyaan itu malah menangis. Dia menundukkan kepalanya lagi, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Apa betul… anak yang kamu kandung… anak Gavin?"
Dengan terus menerima pertanyaan di bawah tekanan nama Gavin yang Kendra ucapkan, membuat Kalya merasa tidak sanggup lagi untuk berbohong. Dia terus menundukkan kepalanya, ketika kepalanya perlahan mengangguk.
"Iya…"
***
Plak!
Semua orang di sana langsung terkejut, ketika Kendra tidak ada angin tidak ada hujan, langsung berdiri dan melayangkan sebuah tamparan di sebelah pipi Gavin.
Sementara anak laki-lakinya itu, tampak siap dengan diam menunduk sedikit menerima pukulan tersebut.
"Mas!"
"Bajingan, kamu!"
Mengabaikan teriakan Nia yang sepertinya tidak terima Kendra memukul anak mereka, Kendra pun memaki anak laki-lakinya tersebut.
"Mas…"
"Papa nggak nyangka, kalau anak yang Papa besarkan bisa jadi kurang ajar seperti ini! Menghamili Tantenya sendiri dan--"
"Gavin ngelakuin itu, karena Gavin tahu dia bukan adik kandung Papa." Sela Gavin sontak membuat semua yang ada di sana terkejut mendengarnya.
"Apa?!"
"Apa?"
"Brengsek!"
"Ricky!"
Ricky yang terlihat lebih cepat sadar dari keterkejutannya, hendak menyerang Gavin dengan tinjunya, sebelum Ricko lebih dulu menahan lengannya dan menarik pria itu untuk mundur.
"Ky! Lo apa-apaan, sih?! Tenang…!" perintah Ricko masih menahan tubuh Ricky yang meronta minta dilepaskan.
"Apa? Tenang, lo bilang?!" dengus pria itu kasar. "Dia udah tahu soal Tante Kal, dan nggak ngasih tahu kita! Ditambah dia cowok brengsek yang kita cari-cari selama beberapa hari ini!"
Ricky yang tampak sangat marah terus meronta meminta Ricko untuk melepaskannya.
"Lepasin, bego!"
"Ky, tenang! Iya, gue tahu! Tapi, lo mau ngapain dia, hah?! Lo mau bunuh dia?! Dia itu sepupu lo, goblok!" maki Ricko membalas Ricky yang tampak memandang Gavin dengan sorot mata kebencian.
"Tapi… dia… dia udah ngancurin masa depan Tante Kal! Dia… dia udah…"
"Ricko, tolong bawa Ricky ke dalam."
Keanu yang merasa situasinya akan semakin buruk jika membiarkan Ricky tetap berada di sana, menyuruh Ricko untuk membawa saudara kembarnya meninggalkan ruang tamu. Sepertinya, jawaban yang mereka dapat dari terkaan tentang siapa ayah janin yang dikandung Kalya, membuat mereka semua semakin terpukul.
Dengan tertatih, Ricko pun akhirnya menyeret tubuh Ricky meninggalkan ruang tamu rumah mereka, disusul oleh Ricka yang tampaknya juga masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
Sementara itu, Gavin yang tadinya sudah siap menerima pukulan dari ketiga sepupunya, harus kembali menyiapkan mental untuk menghadapi kemarahan ayahnya sendiri. Karena jelas, yang paling dia sakiti dengan adanya kejadian ini adalah Kendra. Ya, selain Kalya tentunya.
"Gavin minta maaf udah buat Papa, Mama dan semuanya kecewa. Tapi, lebih dari itu…" Gavin menundukkan kepalanya, menyatukan kedua tangannya di depan perut, dan menarik napas panjang.
"Gavin nggak menyesal udah melakukannya."
"Apa?!"
"Gavin!"
"Hanya itu yang bisa Gavin lakukan, Pa…!" Gavin memejamkan kedua matanya sejenak.
"Maaf… tapi, cuma itu yang bisa Gavin lakukan. Gavin… Nggak bisa kehilangan Kalya." Ungkap Gavin pelan, namun mampu didengar oleh dua pasang orangtua di sana, termasuk Kalya.
"Gavin…"
"Jadi… mau kamu sekarang apa, hm? Apa?!"
Kendra yang tidak habis pikir dengan tingkah pola anaknya, membentak keras, hingga wajahnya memerah. Andai dia ingat kalau anak tidak tahu malu yang ada di depannya itu bukanlah darah dagingnya, entah apa yang sudah ia lakukan pada lelaki tersebut.
"Gavin mau… Papa nikahkan Kalya sama Gavin."
"Apa?!"
"Gavin!"
Terlihat semua orang yang ada di ruangan itu kaget mendengar permintaan tersebut. Tidak ada raut main-main di wajah salah satu dari mereka. Semua terlihat syok, ketika Nia tanpa sadar, kembali terduduk di sofa, setelah beberapa saat lalu berdiri dari tempatnya.
"Gavin mau… Kalya menjadi istri Gavin." Pertegas Gavin menatap Kendra berani, hingga membuat pria paruh baya itu semakin marah.
"Kamu…"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
uci186
cowok perkosa cewek dgn alasan cinta, koq dibilang keren..sy menghargai cerita author, bagus penulisan nya tp ngga habis pikir sm komen reader keren tuh klo dia berani ngelamar scara gentle, perjuangin cintanya smpai ceweknya luluh..bukan pake cara rendahan gt, itu baru keren
2024-05-19
1
SOO🍒
keren...
2022-04-29
0
SOO🍒
gila.. dibikin tegang sama kelakuan Gavin
2022-04-29
0