Dari balik kaca jendela satu arah yang terhubung ke ruang interogasi, tampak seorang pria yang sedang duduk tenang dengan ekspresi kosong. Pandangan matanya terlihat cukup ramah, jika dibandingkan dengan dirinya beberapa jam yang lalu. Penuh kemarahan, kebencian, bahkan tak segan-segan memaki dengan sangat kasar.
Agam yang sejak tadi mengawasi dari balik kaca, melihatnya dengan tatapan dingin. Di tangannya telah ada beberapa lembar laporan mengenai pria tersebut.
“Namanya adalah Jo Yosef, umurnya dua puluh sembilan tahun,” Agam membacakan profil dari pria berhelm yang berhasil mereka tangkap, dengan suara datar. “Dia adalah seorang kurir paruh waktu di sebuah restoran cina. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal, dan sekarang dia tinggal di perumahan semi-basemen dekat lokasi Cha Hyun Sik di serang. Makanan kucing dan berbagai perlengkapan hewan peliharaan, ditemukan dalam jumlah besar di dalam rumahnya ….”
“Informasi pria itu sesuai dengan profil pelaku,” kata Jasmine, menjeda ucapan Agam. “Lihat bagaimana dirinya muncul dan menyerang Shin Hye Ra. Jelas sekali kalau dia benar-benar berniat untuk membunuh para Cat Killer. Tidak diragukan lagi. Dialah pembunuh berantai yang kita cari.”
“Tapi, Profesor,” Detektif Han menginterupsi, “kita ada sedikit kendala. Sampai saat ini kita belum memiliki bukti apapun yang mengarah langsung padanya. Semuanya masih abu-abu. Tapi kita juga perlu membuat dia mengaku, agar kita bisa mengajukan tuntutan terhadapnya.”
Apa yang dikatakan Detektif Han ada benarnya. Jo Yosef saat ini ditahan atas tuduhan kasus penyerangan yang mengakibatkan kecederaan pada korban. Dan meskipun semua petunjuk mengarah kepadanya sebagai tersangka utama dari kasus pembunuhan berantai, selama tidak ada bukti yang pasti, maka akan sangat sulit untuk menetapkannya sebagai pelakunya.
“Dari apa yang Detektif Kim katakan padaku, Jo Yosef menolak untuk bicara,” kata Agam.
Tubuh Detektif Han merosot lunglai di kursinya. Seakan sudah merasa putus asa, karena tak bisa membuat Jo Yosef berbicara tentang kejahatan yang telah ia lakukan. Sedangkan Agam sendiri memilih untuk diam, namun terus mengarahkan pandangan ke arah pria di seberang kaca itu. Pertanda bahwa otaknya sedang bekerja. Lalu Jasmine, ia juga ikut terdiam seakan sedang mempertimbangkan sesuatu di dalam pikirannya.
Setelah cukup lama aksi diam berlangsung, Jasmine akhirnya membuka suaranya dengan berkata, “Ada caranya! Pelaku membunuh para Cat Killer. Kenapa kita tidak memulainya dari sana? Sesuatu tentang kucing.”
Dipikir-pikir lagi, Jasmine juga benar. Sebab inti dari kasus ini bisa terjadi adalah adanya tindakan kekerasan pada seekor kucing. Jika topik ini di angkat, mungkin saja Jo Yosef akan mau bicara.
Agam mengangguk setuju. “Aku rasa kita bisa memulainya dengan itu.”
“Tapi ingat, pelaku sepertinya tipe orang yang sangat berhati-hati. Kita harus pelan-pelan membuatnya mengakui semua kejahatannya. Jika tidak, maka dia benar-benar tidak akan pernah bicara lagi.” Jasmine memperingatkan.
“Jadi interogasi seperti apa yang akan kita lakukan terhadapnya?” tanya Detektif Han.
Untuk mengetahui jawabannya, Jasmine membuka kembali laporan catatan otopsi milik Teddy dan Cha Hyun Sik, sementara Agam melihat dan membaca sekali lagi surat yang di tinggalkan pelaku di tempat kedua jenazah. Sedangkan Detektif Han, ia hanya duduk menunggu melihat mereka berdua yang tengah fokus secara bergantian.
“Jika berdasarkan surat yang ditulis oleh pelaku, maka kita bisa mengartikan bahwa pelaku juga agak sedikit sentimentil dan emosional. Dia benar-benar menunjukkan kebenciannya pada orang-orang yang telah menganiaya hewan. Jadi, mari kita gunakan cara yang itu saja.” Cetus Agam.
Detektif Han yang tadi begitu lemas, seketika jadi semangat mendengar Agam akhirnya punya jalan keluar.
“Apa caranya, Seonbae?” Tanya Detektif Han dengan mata berbinar-binar karena rasa penasarannya yang tinggi.
Agam mau saja menjawab pertanyaan Detektif Han. Tapi seketika itu juga ia mengingat bagaimana dirinya di perlakukan saat insiden Shin Hye Ra di sandera. Mungkin ini saatnya ia bisa melakukan balas dendam.
Salah satu sudut bibir Agam tertarik ke atas, “Kau tunggu saja di sini, dan lihatlah apa yang akan aku lakukan. Tak sampai tiga puluh menit, akan kubuat dia mengakui semuanya,” kata Agam, menyeringai.
Detektif Han mendadak cengo.
“Berikan aku berkas tambahan mengenai Jo Yosef,” pinta Agam pada Jasmine, tak menghiraukan perubahan ekspresi di wajah Detektif Han. Agam sebenarnya ingin tertawa, tapi sebisa mungkin ia menahannya. Yang memulai adalah dirinya, bukan? Jadi, Agam merasa tak ada yang salah dengan tindakannya kali ini.
“Ini dia,” Jasmine memberikan beberapa map tebal dan juga berat kepada Agam. Sekilas Agam membacanya sedikit, lalu akhirnya masuk ke dalam ruang interogasi sendirian.
“Halo, saya Agam Zein.” Sapa Agam begitu ramah, dan mengambil kursi yang berada di depan Jo Yosef. Agam duduk di sana dengan santai dan juga nyaman. “Kau pasti sudah lama menunggu. Maaf, karena ada banyak hal yang harus saya urus.”
Seperti perkiraan awal, Jo Yosef masih tetap diam, meskipun melihat tumpukan berkas yang sengaja ditaruh oleh Agam di atas meja.
Tak habis akal, Agam lalu menyodorkan minuman hangat yang memang sengaja ia bawakan untuk pria itu.
“Kau pasti sangat lelah, bukan? Ini. Kau bisa meminumnya jika kau mau.”
Jo Yosef awal mulanya terlihat ragu-ragu untuk menyentuh minumannya. Tapi karena melihat tak ada sesuatu yang aneh pada Agam, Jo Yosef akhirnya mengambil minuman itu dan menenggaknya hingga habis. Dia pun sedikit demi sedikit mulai bersikap lebih santai dari sebelumnya.
Agam menggunakan kesempatan itu untuk memulai pembicaraan dengan Jo Yosef. Karena tujuan Agam adalah ingin membangun kepercayaan pada Jo Yosef, yang akhirnya membuatnya mau mengakui segala kejahatannya secara sukarela, maka yang harus dimulai lebih dulu adalah membuat Jo Yosef menganggap Agam sebagai temannya.
“Jo Yosef, terus terang saya sangat mengerti dengan kondisimu sekarang,” kata Agam, memulai serangan psikologisnya.
Kepala Jo Yosef terangkat, menatap bingung ke arah Agam. “Kau … mengerti? Apa yang kau mengerti dengan kondisiku? Jangan sok tahu!”
Agam menghela napas pendek, dan tersenyum. “Kau tahu betul apa yang saya maksud. Hewan itu. Seharusnya mereka tidak melakukannya, ‘kan? Bisa-bisanya mereka melecehkan hewan yang tidak berdaya seperti kucing,” lontar Agam, memasang mimik kesal. “Apa kau mau kuberitahu sesuatu?”
“A-apa?” tanya Jo Yosef, gengsi.
Agam mencondongkan separuh tubuhnya mendekat ke arah Jo Yosef dan berbisik, “Saya juga sebenarnya sangat kesal dengan para Cat Killer itu. Auuhh! Emosi terus tiap lihat ada kucing lucu yang jadi korban mereka. Ingin rasanya saya membumihanguskan mereka. Iya ‘kan? Kau juga pasti merasakan hal yang sama, bukan?”
Agam mendapati rahang Jo Yosef menegang dan tarikan napasnya terdengar cepat. Pertanda bahwa dia mulai terbawa dengan alur yang diciptakan oleh Agam. Tinggal sedikit pancingan lagi, dia pasti akan membuka mulutnya.
“Tapi sayangnya, hanya segelintir orang yang mendukung tindakanmu,” lanjut Agam, kembali ke posisi awal duduknya, yaitu bersandar di sandaran kursi sembari melipat kedua tangannya.
“Aku tidak peduli mereka mendukungku atau tidak, aku hanya melakukan apa yang menurutku itu benar!”
Bingo!
Inilah yang diharapkan Agam dan petugas lainnya. Jo Yosef akhirnya angkat bicara juga.
“Jalang sialan … apa yang terjadi dengan Cat Killer itu?” Jo Yosef balik bertanya.
“Jangan khawatir. Dia sudah ditangkap. Namun, mengingat undang-undang kita saat ini, hukuman yang akan didapatkan tidak akan terlalu berat.” Papar Agam, kemudian memasang wajah simpatinya. “Itu hal yang sangat buruk, bukan? Wanita itu telah membunuh seekor kucing dengan cara yang paling kejam, tapi pada akhirnya dia tetap akan bebas tanpa penalti apapun.”
Kedua tangan Jo Yosef tercengkeram kuat, hingga memperlihat buku-buku tangannya. “Kau benar …,” desisnya, menggeram menahan amarah. “Orang-orang seperti mereka sudah sepantasnya untuk mati.”
Samar-samar Agam tersenyum penuh kemenangan, karena ia merasa bahwa interogasi yang ia bawa kali ini telah berada di jalur yang benar.
“Tuan Jo, kau benar sekali,” Agam menganggukkan kepalanya secara berulang, agar Jo Yosef merasa ada orang lain yang sepemikiran dengannya. “Saya bisa membayangkan betapa kerasnya kau bekerja di beberapa tempat, demi bisa merawat kucing-kucing itu. Wah! Kau telah berhasil melakukan sesuatu, yang gagal dilakukan oleh masyarakat kita.”
Tanpa sadar, karena pujian yang dilontarkan Agam, Jo Yosef tersenyum cerah sembari mengangguk penuh semangat, mengiyakan segala perkataan Agam.
“Sebenarnya, kehadiran kucing-kucing itu sangat menghibur saya. Baik Maple dan Ceylon …,” pandangan Jo Yosef nanar ke satu arah, terus tersenyum seolah sedang menghadirkan kembali memori kenangannya di masa lampau. “Bagaimana mereka bisa … membunuh mereka seperti itu?” suaranya tercekat, ekspresinya kembali berubah menjadi penuh kebencian dan amarah. Gigi-giginya gemeretak, menahan emosi. “Bajingan itu ….”
Maple dan Ceylon. Agam ingat kedua nama itu. Dialah yang telah menulisnya di dalam surat tersebut.
“Sekali lagi kau benar, Tuan Jo. Maple dan Ceylon tak sepantasnya mendapatkan perlakuan keji semacam itu. Dan saya yakin, saat ini mereka pasti telah berterima kasih dari atas sana, karena kau telah membalaskan rasa sakit mereka.”
Kali ini Jo Yosef tak merespon apapun. Dia hanya diam, tapi matanya berkaca-kaca. Yah, paling tidak sejauh ini Agam telah berhasil membuatnya bicara. Hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membuatnya pengakuan atas dua kasus yang terjadi pada Teddy dan Cha Hyun Sik.
“Ngomong-ngomong Tuan Jo, tidakkah terpikir olehmu bahwa orang-orang di luaran sana hanya membesar-besarkan kasus ini secara tidak proposional? Bukan hanya ada korban manusia, tapi hewan juga ….”
Satu pancingan dengan umpan yang lebih besar lagi telah dilemparkan ke arah Jo Yosef oleh Agam. Dan Agam bisa melihat bahwa tatapannya mulai goyah.
“Kau hanya perlu memberi kami faktanya. Sehingga orang-orang juga akan menyadari betapa seriusnya kejahatan Cat Killer.”
Jo Yosef menghela napas panjang. Ada lebih dari semenit ia hanya terdiam, seolah sedang memikirkan sesuatu, hingga akhirnya berkata, “kau benar ….”
“Hm?”
“Akulah yang telah membunuh mereka semua.” Jo Yosef mengakui perbuatannya.
“Apa kau yakin dengan yang kau ucapkan barusan?” tanya Agam sekali lagi, ingin mengonfirmasi ulang kebenarannya.
Jo Yosef mengangguk. “Yang pertama kubunuh adalah bajingan sialan itu. Lalu pria yang bekerja di gedung konstruksi. Mereka berdua pantas mati!”
Agam mengeluarkan dua buah foto korban milik Teddy dan juga Cha Hyun Sik, lalu meletakkannya di hadapan Jo Yosef.
“Apakah ini orangnya?”
Untuk yang kedua kalinya Jo Yosef mengangguk. Tatapan penuh kebencian saat melihat kedua foto korban, sama sekali tidak bisa disembunyikan.
“Mereka berdua akhirnya mati. Aku membantu dunia ini jadi lebih bersih dengan membunuh manusia-manusia kotor seperti mereka ….” Jo Yosef menyeringai. Yang kemudian disusul dengan suara gelak tawa, seakan menertawai nasib yang telah dialami oleh para korban. Raut wajahnya bahkan sama sekali tidak menunjukkan perasaan bersalah sedikit pun. Jo Yosef justru terlihat senang. Bahwa ia berhasil menghilangkan nyawa dua orang manusia.
Agam hanya bisa menghela napas sembari mengelus dada. Yang berada di hadapannya kini bukanlah manusia. Melainkan iblis berkedok manusia. Apa yang dilakukan oleh Teddy dan Cha Hyun Sik memang salah. Tapi itu bukanlah alasan yang bisa dibenarkan oleh Jo Yosef untuk membunuh mereka berdua.
Agam kemudian membereskan barang-barangnya yang berada di atas meja. Ia merasa bahwa untuk saat ini tugasnya sudah selesai. Ia akan menyerahkan sisanya pada Jasmine dan juga Detektif Han.
Saat melirik arloji di tangannya, ternyata waktu saat itu sudah menunjukkan jam tiga pagi. Benar-benar hari yang sangat panjang dan melelahkan. Seingat dia, Agam meninggalkan rumah jam lima pagi kemarin, dan sekarang sudah pagi lagi. Agam sampai tak ingat apa dirinya sempat untuk mandi atau tidak.
Sebelum akhirnya Agam benar-benar pergi meninggalkan ruang interogasi dan pulang ke rumah, ada sesuatu hal yang ingin Agam tanyakan pada Jo Yosef.
“Ini mengenai Panti Asuhan Harapan. Apa kau tahu sesuatu tentang tempat itu?” tanya Agam, membuat Jo Yosef yang tadinya tengah tertawa terbahak-bahak, mendadak terdiam dan memasang wajah serius.
“Itu … panti asuhanku. Di sanalah aku bertemu dengan mereka berdua,” ungkap Jo Yosef, nampak tidak begitu suka ketika Agam menyebut nama Panti Asuhan Harapan. “Kalau dipikir-pikir, wanita yang ada di lokasi waktu itu … wanita yang memakai apron. Siapa namanya? Yeon? Yeon Woo? Heo Yeon Woo?”
Agam terkesiap. “Tunggu sebentar! Kau bilang apa?”
Tapi Jo Yosef memilih untuk bungkam. Dan interogasi hari itu berakhir begitu saja dengan perasaan yang menggantung, dan meninggalkan begitu banyak pertanyaan baru di benak Agam.
Dia tadi menyebut nama Yeon Woo ‘kan?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Adam zaheer
kereen Thor! lanjut!
2024-04-03
0
Adam zaheer
hahaha🤣🤣
2024-04-03
0
haku gaming
kalo aja smua pnjahat bisa d buat ngaku sperti cara Agam... heeemm
2024-03-31
0